Jumat, 28 Mei 2010

Menelusuri Sejarah Perang Salib

Menelusuri Sejarah Perang Salib
27 09 2007

Saat perang Salib, tentara Kristen, Jerman, Yahudi membantai orang Islam di jalan-jalan. Berbalik 180 derajat dengan perlakuan pasukan Islam terhadap pasukan Kristen. Simak akhlaq Salahuddin al-Ayyubi

“Pemandangan mengagumkan akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami memenggal kepala-kepala musuh; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sehingga mereka berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkannya ke dalam api menyala. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki terlihat di jalan-jalan kota. Kami berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di Biara Sulaiman, tempat dimana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali. Di sana, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.”

Sepak Terjang Tentara Salib

Sampai abad ke-11 M, di bawah pemerintahan kaum Muslimin, Palestina merupakan kawasan yang tertib dan damai. Orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama. Kondisi ini tercipta sejak masa Khalifah Umar bin Khattab (638 M) yang berhasil merebut daerah ini dari kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Namun kedamaian itu seolah lenyap ditelan bumi begitu Tentara Salib datang melakukan invasi.

Ceritanya bermula ketika orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani merebut Anatolia (Asia Kecil, sekarang termasuk wilayah Turki) dari kekuasaan Alexius I. Petinggi kaum Kristen itu segera minta tolong kepada Paus Urbanus II, guna merebut kembali wilayah itu dari cengkeraman kaum yang mereka sebut “orang kafir”.

Paus Urbanus II segera memutuskan untuk mengadakan ekspedisi besar-besaran yang ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin membara setelah Paus menerima laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karena itu, tanah suci Palestina harus direbut kembali,” kata Paus.

Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di seluruh Eropa untuk ikut serta. Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.

Paus juga meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan-terdiri atas para uskup, kepala biara, bangsawan, ksatria, dan rakyat sipil-untuk memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang bertikai segera bersatu padu untuk mengambil alih tanah suci Palestina. Hadirin menjawab dengan antusias, “Deus Vult!” (Tuhan menghendakinya!)

Dari pertemuan terbuka itu ditetapkan juga bahwa mereka akan pergi perang dengan memakai salib di pundak dan baju. Dari sinilah bermula sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini sebagai “Perang Demi Salib” untuk merebut tanah suci.

Mobilisasi massa Paus menghasilkan sekitar 100.000 serdadu siap tempur. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit dan Walter memimpin kaum miskin dan petani. Namun mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di medan pertempuran Anatolia ketika perjalanan menuju Baitul Maqdis (Yerusalem).

Tentara Salib yang utama berasal dari Prancis, Jerman, dan Normandia (Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey dan Raymond (dari Prancis), Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), dan Robert Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal 3 Juni 1098.

Sepanjang perjalanan menuju Palestina, Tentara Salib membantai orang-orang Islam. Tentara Jerman juga membunuhi orang-orang Yahudi. Rombongan besar ini akhirnya sampai di Baitul Maqdis pada tahun 1099. Mereka langsung melancarkan pengepungan, dan tak lupa melakukan pembantaian. Sekitar lima minggu kemudian, tepatnya 15 Juli 1099, mereka berhasil merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin. Kota ini akhirnya dijadikan ibukota Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah.

Teladan Shalahuddin Al-Ayyubi

Pada tahun 1145-1147 pecah Perang Salib II. Namun perang besar-besaran terjadi pada Perang Salib III. Di pihak Kristen dipimpin Phillip Augustus dari Prancis dan Richard “Si Hati Singa” dari Inggris, sementara kaum Muslimin dipimpin Shalahuddin Al-Ayyubi.

Pada masa itu, Kekhalifahan Islam terpecah menjadi dua, yaitu Dinasti Fathimiyah di Kairo (bermazhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazhab Sunni). Kondisi ini membuat Shalahuddin prihatin. Menurutnya, Islam harus bersatu untuk melawan Eropa-Kristen yang juga bahu-membahu.

Pria keturunan Seljuk ini kebetulan mempunyai paman yang menjadi petinggi Dinasti Fathimiyyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan damai.

Pekerjaan pertama selesai. Shalahuddin kini dihadapkan pada perilaku kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas di hati.

Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai jihad.

Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim yang mendaftar untuk berjihad membebaskan Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.

Salahuddin berhasil menghimpun pasukan yang terdiri atas para pemuda dari berbagai negeri Islam. Pasukan ini kemudian berperang melawan Pasukan Salib di Hattin (dekat Acre, kini dikuasai Israel). Orang-orang Kristen bahkan akhirnya terdesak dan terkurung di Baitul Maqdis. Kaum Muslimin meraih kemenangan (1187).

Dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon (Prancis) dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Reynald akhirnya dijatuhi hukuman mati karena terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejaman yang serupa.

Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya bisa direbut kembali setelah 88 tahun berada dalam cengkeraman musuh.

Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, menggambarkan, pada tanggal 2 Oktober 1187 itu, Shalahuddin dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia. Tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang dianjurkan Al-Qur`an dalam surat An-Nahl ayat 127: “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”

Permusuhan dihentikan dan Shalahuddin menghentikan pembunuhan. Ini sesuai dengan firman dalam Al-Qur`an: “Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah: 193)

Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, juga sedih melihat penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka dan membebaskannya saat itu juga.

Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya bisa digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain, dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon).

Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan bagian dari Tentara Salib-tetap dibiarkan tinggal dan beribadah di kawasan itu.

Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah pasukan besar di bawah komando Phillip Augustus dan Richard “Si Hati Singa”.

Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.

Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang hebat Shalahudin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh.

Richard terkesan dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun menawarkan damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, Palestina berada di bawah kendali kaum Muslimin.

***

Perang Salib IV berlangsung tahun 1204. Bukan antara Islam dan Kristen, melainkan antara Takhta Suci Katolik Roma dengan Takhta Kristen Ortodoks Romawi Timur di Konstantinopel (sekarang Istambul, Turki).

Pada Perang Salib V berlangsung tahun 1218-1221. Orang-orang Kristen yang sudah bersatu berusaha menaklukkan Mesir yang merupakan pintu masuk ke Palestina. Tapi upaya ini gagal total.

Kaisar Jerman, Frederick II (1194-1250), mengobarkan Perang Salib VI, tapi tanpa pertempuran yang berarti. Ia lebih memilih berdialog dengan Sultan Mesir, Malik Al-Kamil, yang juga keponakan Shalahuddin. Dicapailah Kesepakatan Jaffa. Isinya, Baitul Maqdis tetap dikuasai oleh Muslim, tapi Betlehem (kota kelahiran Nabi Isa ‘alaihis-salaam) dan Nazareth (kota tempat Nabi Isa dibesarkan) dikuasai orang Eropa-Kristen.

Dua Perang Salib terakhir (VII dan VIII) dikobarkan oleh Raja Prancis, Louis IX (1215-1270). Tahun 1248 Louis menyerbu Mesir tapi gagal dan ia menjadi tawanan. Prancis perlu menebus dengan emas yang sangat banyak untuk membebaskannya.

Tahun 1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang Tunisia. Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk, Bibars. Louis meninggal di medan perang.

Sampai di sini periode Perang Salib berakhir. Namun, beberapa sejarawan Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki (1453) juga sebagai Perang Salib. Penaklukan Islam oleh Ratu Spanyol, Isabella (1492), juga dianggap Perang Salib.*

Sejarah Perang Salib (terjemahan) yang tidak diketahui Islam

Sejarah Perang Salib (terjemahan) yang tidak diketahui Islam

Postby Valkyrie » Wed Oct 04, 2006 8:55 am
berikut ini aku akan mengepost sejarah perang salib (versi terjemahan dari website ini (klik)

diterjemahkan oleh DeusVult dariEkaristi



Perang Salib itu sejarahnya cukup panjang luas dan rumit. However, karena topik ini tampaknya tidak banyak diketahui oleh masyarakat Indo ataupun Kristen (dan muslim) pada umumnya. Aku akan terjemahkan artikel dari James Akin tentang Perang Salib yang bisa ditemukan disini


Seperti yang telah diketahui, Perang Salib terderi dari 8 ekspedisi ke Timur yang terjadi selama dua abad, dari 1095 sampai 1270. Sejak itu, istilah "crusade," yang arti sebenarnya adalah Perang Salib, di pakai untuk berbagai macam situasi seperti perang-perang lain (terutama yang berkaitan dengan agama) ataupun hal hal lain yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama.. Disini kita akan memfokuskan diri atas 8 Perang Salib dalam tradisi.


Latar Belakang
Untuk mengerti Perang Salib kita perlu menilai peristiwa yang menyebabkannya. Sejak legalisasi Kristianitas di awal tahun 300, Kristen Eropa mulai melakukan ziarah ke Palestina untuk mengunjungi situs kudus yang berhubungan dengan hidup Tuhan kita. Ziarah ini adalah bentuk kesalehan yang besar karena pada jaman tersebut perjalanan ke Tanah Suci adalah sulit, memakan waktu lama, mahal dan berbahaya. Beberapa ziarah membutuhkan bertahun-tahun untuk selesai.


Jemaat Kristen juga pergi ke Syria, Palestina dan Mesir untuk hidup seperti pertapa. Ini adalah jaman dimana kehidupan membiara berbuah banyak, dan banyak jemaat Kristen yang ingin pergi ke Tanah Kudus untuk hidup sebagai pertapa. Mereka juga mengalami kesulitan-kesulitan dalam perjalanan mereka. Bagi para peziarah dan mereka yang ingin menjadi pertapa ada satu faktior yang membikin mudah perjalanan: Jalan menuju Palestina membentang melalui wilayah Kristen.


Pada tahun 612, Mohammad orang Arab, anak dari Abdallah, dilaporkan menerima panggilan kenabian dari Allah melalui malaikat Gabriel. Pada awalnya dia mendapatkan beberapa pengikut. Namun, setelah diusir dari tempat kelahirannya, yaitu Mekah, dia berlindung di Kota Medina dimana saat itu pengikutnya bertambah. Mengibarkan kampanye militer, Mohammad menaklukkan beberapa suku kafir, Yahudi dan Kristen dan dia juga berhasil mengambil alih tempat kelahirannya, Mekkah, dan juga Arabia. Dia meninggal pada tahun 632.


Seiring dengan matinya Muhammad, penerus Muhammad, para kalifah, meneruskan kampanye ekspansi yang agresif. Kurang dari satu abad mereka telah mengambil alih, antara lain, Siria, Palestina dan Afrika Utara. Meskipun sekarang kita menganggap daerah tersebut adalah daerah Muslim, pada waktu itu daerah daerah tersebut adalah Kristen. Dikatakan bahwa kerajaan Muslim yang berekspansi telah mencaplok setengah dari peradaban Kristen. Bahkan Eropa sendiri terancam. Muslem mengambil alih Spanyol Selatan, meng-invasi Prancis dan bahkan mengancam untuk meng-invasi Roma. Namun ekspansi mereka ditaklukkan oleh Charles Mantel pada pertempuran Poiters di 732.


Saat itu adalah masa-masa sulit


Setelah ekspansi Muslim di Eropa Barat telah tertahan untuk beberapa saat, perhatian mereka teralih ke tempat lain, dan dalam dua abad selanjutnya mereka menaklukkan Persia (Iran), Afghanistan, Pakistan dan sebagian India. Mereka lalu maju melawan negara Kristen dan menaklukkan Kekaisaran Byzantine pada 1453 dan berekspansi sampai Vienna, Austria pada 1683.


Perang Salib terjadi di pertengahan peperangan ini. Persiapan secepatnya dilakukan pada abad 11 dengan meningkatnya ketegangan antara Kristen dan Muslim di Tanah Kudus.


Palestina telah berada dalam kendali Muslim selama beberapa waktu, meskipun itu didapat dengan persetujuan (walaupun enggan) oleh pihak Kristen yang hidup di Palestina. Namun, pada 1009, Kalifah Fatimite dari Mesir memerintahkan penghancuran Kuburan Kristus di Yerusalem, yang merupakan tujuan utama peziarah Kristen. Kubur ini kemudian dibangun kembali.


Meningkatnya bahaya bagi jemaat Kristen dalam melakukan ziarah ke Tanah Kudus hanya menambah antusiasme untuk melakukan perjalanan tersebut, karena sekarang ziarah menjadi tindakan kesalehan yang lebih besar. Selama abad ke 11, ribuan jemaat Kristen mengarungi dengan berani, sering dikawal oleh pengawal-pengawal Kristen yang kadang kadang mengawal dua belas ribu peziarah dalam waktu yang sama.


Bangsa Turki Seljug yang telah menganut Islam pada abad ke 10, mulai menaklukkan bagian-bagian dunia Muslim> Dan ini membuat ziarah semakin berbahaya, kalaupun tidak mungkin. Kaum Seljug mengambil alih Yerusalem pada 1070 dan mulai mengancam Kekaisaran Byzantine. Kaisar Byzantine, Romanus IV Diogenes ditangkap oleh kaum Seljuq pada perang Manzikert di 1071. Penerusnya, Michael VII Ducas, meminta bantuan Paus Gregory VII, yang juga berpikiran untuk memimpin ekspedisi militer untuk memukul balik bangsa Turki tersebut. memperbaiki Kuburan Kristus, dan mengembalikan keutuhan Kristen setelah perpecahan de facto Kristen Timur pada 1054. Namun "Konflik Pengangkatan" (ini ceritanya panjang dan akan diceritakan lain kali) menambah beban untuk pelaksanaan rencana ini.


Kaum Seljug terus berekspansi, pada 1084 menaklukkan kota Antioka dan pada 1092 kota Nicea, dimana dua konsili ekumenis diadakan berabad-abad sebelumnya. Pada 1090, Tahta Gembala metropolitan historis di Asia sudah berada di tangan Muslim, yang pada saat itu sudah sangat dekat dengan ibukota Byzantine di Konstantinopel. Sang Kaisar, Alexius I Comnenus, meminta Paus Urban II bantuan.




Perang Salib pertama (1095-1101)


Tidak seperti Gregory VII, Paus Urban II berada dalam posisi untuk menjawab permintaan Timur. Pada November 1095, dia memanggil Konsili Clermont di Prancis Selatan dimana dia meminta dengan sangat pada hadirin -yang terdiri dari bukan hanya Uskup dan Kepala Biara, tapi juga kaum bangsawan, ksatria dan rakyat sipil- untuk memberikan bantuan kepada Kekristenan Timur.


Telah terjadi banyak peperangan antar sesama Bangsa Eropa dan pada pertemuan yang diadakan di tempat terbuka tersebut, Paus mendorong mereka untuk berdamai satu sama lain dan memusatkan kekuatan militer mereka untuk tujuan yang konstruktif -membela Kekristenan dari aggresi Muslim, membantu Kristen Timur, dan mengambil alih kembali Kubur Kristus. Dia juga menekankan perlunya pertobatan dan motif spiritual dalam melakukan kampanye ini, menawarkan indulgensi total bagi mereka yang berkaul untuk melakukan tugas ini. Jawaban dari para hadirin sangat antusias, para hadirin berteriak "Deus Vult!" (Tuhan menghendakinya!)


Dalam Kosnili Clermont juga ditetapkan bahwa mereka yang pergi untuk melaksanakan tugas akan memakai Salib Merah (Latin:Crux). yang kemudian membuat kampanye ini disebut Perang Salib.


Persiapan dimulai di seluruh Eropa. Kebanyakan tidak terorganisasi ataupun tidak mempunyai semangat seperti yang didengungkan Paus. Beberapa prajurit begitu kurang persiapan sehingga mereka menjarah untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa orang German membantai orang Yahudi. Beberapa tidak pernah sampai di Konstantinopel. Beberapa anggota dari "People's crusade" yang tidak terorganisasi dan begitu tidak disiplin dan dikirim oleh Kaisar pada Agustus 1096 menuju ke Bosphorus, lebih dulu dari pasukan utama Perang Salib, mereka dibantai oleh tentara Turki.


Prajurit Salib utama terdiri dari empat pasukan yang berasal dari Perancis, German dan Normandia, dibawah pimpinan Godfrey dari Boullion, Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), Raymond dari Saint-Giles, dan Robert dari Flanders. Namun, Kaisar Byzantin Alexius tidak ingin tentara yang begitu banyak berada di Konstantinopel dan kemudian dikirimnya mereka ke Asia Minor sesuai dengan urutan kedatangan mereka. Sang Kaisar juga mensyaratkan agar kepala Pasukan bersumpah bahwa mereka akan mengembalikan tanah yang mereka rebut dari pihak Muslim yang dulunya adalah daerah Byzantine.


Pada Juni 1097, Nicea diambil alih oleh Byzantine dan para Prajurit Salib. Bulan berikutnya Prajurit Salib dan Byzantine mendapatkan kemenangan besar melawan Turki ketika mereka diserang di Dorylaeum. Kemajuan lebih lanjut cukup sulit dan nampaknya beberapa orang menjadi putus semangat. Salah satunya adalah Alexius, yang berjanji untuk membantu kota Antioka yang terkepung. Ketika sang Kaisar berhenti untuk berusaha, para Prajurit Salib merasa bahwa kewajiban untuk menyerahkan Dorylaeum kembali ke Kaisar, telah hilang karena sang Kaisar sendiri tidak mampu mempertahankannya (Alexus telah hilang semangat). Karena itu, saat Dorylaeum diambil alih pada Juni 1099, kota tersebut jatuh ke tangan orang Normandia.

Bulan berikutnya Fatimid Muslim dari Mesir mengambil alih kembali Yerusalem dari kaum Seljug Turky, jadi para Prajurit Salib melakukan serangan bukan kepada bangsa Turky. Ini terjadi pada 1099. Selama sebulan para Prajurit Salib, yang telah berkurang separuh dari kekuatan awal, mendirikan kemah disekeliling Yerusalem sementara Gubernur Fatimid menunggu bantuan tentara dari Mesir. Disisi lain Prajurit Salib mendapatkan persediaan makanan dan kebutuhan dari pelabuhan Jaffa dan memulai gerkan mereka.

Pada 8 Juli Prajurit Salib berpuasa dan berjalan dengan telanjang kaki mengelilingi kota menuju ke Gunung Zaitun (tempat Yesus mengalami Sakral Maut), dan pada tanggal 13, mereka mengepung tembok kota. Pada tanggal 15, beberapa prajurit berhasil melewati tembok dan membuka salah satu gerbang kota yang membuat pasukan utama mampu menyerbu kedalam. Di Menara Daud, Gubernur Fatimid menyerah dan diantar keluar dari kota. Dari dalam Mesjid Al-Agsa dekat Bukit Kuil (Temple Mount), Tacred, salah satu pimpinan Prajurit Salib, menjanjikan perlindungan bagi warga Muslim dan Yahudi di kota tersebut. Sayangnya, meskipun ada upaya tersebut, pembantaian tetap terjadi.


Bulan selanjutnya Prajurit Salib mengejutkan dan memukul balik pasukan bantuan dari Mesir yang dinanti-nanti Gubernur Fatimid. Prajurit Salib mengkokohkan kendali warga Kristen di Yerusalem, meskipun banyak kota pelabuhan masih berada dalam kendali Muslim. Kebanyakan Prajurit Salib kemudian pergi kembali ke rumah setelah merasa bahwa tujuan dan kaul mereka telah tercapai.


Sebagai hasil dari Perang Salib pertama, telah terbentuk empat negara bagian Kristen dari wilayah yang telah direbut Prajurit Salib: Kerajaan Jerusalem terdahulu, Principality Antioka (Prinsipality = daerah yang dikuasai pangeran/prince), Countship Edessa (Countship = daerah dalam kekuasaan Count. Count = semacam bangsawan) dan Countship Tripoli. Negara-negara bagian ini, yang menggunakan sistem feodal dalam konteks yang terlepas dari permusuhan lokal seperti yang terjadi di Eropa, telah disebut-sebut sebagai model administrasi Medieval. Namun, hubungan antara negara bagian, kekaisaran Byzantine dan daerah Muslim disekitarnya sering rumit.


Untuk mempertahankan negara-negara bagian baru ini, sebuah pasukan baru terbentuk –ordo-ordo Ksatria, seperti Hospitaleer oleh St John dari Yerusalem dan Templars. Ini adalah kelompok ksatria yang berkaul religius dan melakukan aturan-aturan religious.


Untuk suatu saat negara-negara bagian akibat Perang Salib berkembang. Seiring dengan waktu, negara-negara bagian tersebut membesar meliputi kota-kota pelabuhan yang ditinggal dan tidak diakui oleh siapapun sebagai daerah kekuasaan. Meskipun begitu, negara-negara bagian tersebut masih lemah. Pada 1144 negara bagian utara Edessa ditawan oleh Pasukan Muslim.


Untuk suatu saat negara-negara bagian akibat Perang Salib berkembang. Seiring dengan waktu, negara-negara bagian tersebut membesar meliputi kota-kota pelabuhan yang ditinggal dan tidak diakui oleh siapapun sebagai daerah kekuasaan. Meskipun begitu, negara-negara bagian tersebut masih lemah. Pada 1144 negara bagian utara Edessa ditawan oleh Pasukan Muslim.

Perang Salib Kedua (1146-1148)
Sebagai respon, Paus Eugenus III memanggil Perang Salib baru, yang diserukan di Prancis dan Jerman oleh St. Bernard dari Clairvux. Raja Perancis, Louis VIII, dan istrinya, Eleanor dari Aquitaine, segera merespon, meskipun Kaisar Jerman, Conrad III, harus dibujuk. Kaisar Byzantine saat itu, Manuel Comnenus, juga mendukung Perang Salib, meskipun dia tidak menyumbangkan pasukannya.

Meskipun pada suatu waktu Perang Salib ini melibatkan pasukan terbesar, Perang Salib kedua ini tidak diikuti oleh antusiasme seperti antusiasme pada Perang Salib yang pertama, karena pada saat itu Yerusalem masih dikuasai Kristen. Jalannya kampanye kedua ini juga dipenuhi kepentengan-kepentingan dari pihak yang terlibat, yang kesemuanya menghambat kemajuan. Kesulitan perjalananjuga semakin menambah kesulitan. Ketika tidak mampu untuk sampai ke Edessa, para Prajurit Salib berkonsentrasi untuk mengambil alih Damaskus. Tapi konlik intern membuat mereka mengundurkan diri.


Kegagalan dari Perang Salib kedua begitu mematahkan semangat, dan banyak di Eropa merasa bahwa Kekaisaran Byzantine merupakan halangan dalam mencapai kesuksesan. Kegagalan ini juga merupakan tiupan moral yang kuat bagi Pasukan Muslim yang telah berhasil secara sebagian mengurangi kekalahan mereka di Perang Salib pertama

Posisi dari negara bagian para Prajurit Salib saat itu lemah, dan di tahun tahun selanjutnya mereka dikelilingi oleh kekuatan Muslim yang telah berkonsolidasi yang diikuti oleh hancurnya Kalifah Fatimid di Mesir.

Meskipun saat itu ada gencatan senjata dengan Komandan Muslim, Saladin, gencatan tersebut pecah pada 1887. Pada saat krisis suksesi di kerajaan Yerusalem, sebuah karavan Muslim diserang, dan Saladin me-respon dengan menyatakan Jihad.

Pasukan Latin mengalami kekalahan yang memalukan pada Tanduk Hattin (Sebuah formasi geologis yang menyerupai dua tanduk di perbukitan), dan Saladin kemudian meneruskan dan mengambil alih Tiberias dan kota pelabuhan Acre sebelum menyerang Yerusalem, yang jatuh pada 2 Oktober. Pada 1189, hanya ada beberapa negara bagian yang masih dikuasai kaum Kristen.


Perang Salib Ketiga (1188-92)
Seiring dengan jatuhnya Yerusalem, Paus Gregory VIII menyerukan Perang Salib ketiga. Sayang waktunya bersamaan dengan matinya raja-raja yang pertama kali menjawab panggilan.


Raja pertama yang menjawab seruan tersebut adalah William II dari Sisilia. Dia mengirimkan armada ke Timur tapi kemudian mati pada 1189. Henry II dari Inggris setuju untuk berpartisipasi, tapi juga mati di tahun yang sama. Kaisar Jerman, Frederick Barbarossa, yang telah ber-rekonsiliasi dengan Gereja (setelah sebelumnya sempat di ekskomunikasi), berpartisipasi dengan memimpin tentara yang besar yang mengalahkan Pasukan Seljug pada 1190. Tapi bulan berikutnya, Kaisar yang sudah lanjut ini mati tenggelam saat dia berusaha berenang untuk mengintai.


Dua raja yang akhirnya memimpin Perang Salib ini adalah Richard I ("Si Hati Singa, Lion-Hearted) yang gagah tapi falmboyan, keturunan Henry II dan penerusnya. Dan RajaPhilip II Agustus dari Prancis.


Dalam perjalanan ke Tanah Kudus, Richard I berhenti di Cyprus dan saat itu dia diserang oleh Pangeran Byzantine Isaac Comnenus. Ricahrd I kemudian mengalahkan sang Pangeran dan mengambil alih pulau tersebut sebelum berlayar ke kota pelabuhan Acre yang diserang oleh Prajurit Salib.

Denagn datangnya bala bantuan, kota pelabuhan Acre akhirnya bisa direbut dan pasukan Muslim akhirnya menyerah. Philip II kemudian merasa kaul Perang Salibnya terpenuhi dan kembali ke Prancis

Saladin kemudian setuju untuk menukarkan tawanan dengan relikui dari Salib yang asli. Persetujuan ini kemudian pecah ketika Richard memasalahkan pemilihan tawanan yang akan dikembalikan dan kemudian memerintahkan untuk menghukum mati tawanan Muslim dan keluarganya.


Richard berkehendak untuk menekan ke Yerusalem dan berhasil mendapatkan beberapa kota, termasuk Jaffa, tapi pada akhirnya tidak mampu mencapai Kota Suci. Hubungannya dengan Saladin akrab. Keduanya sepertinya saling menghormati. Pada akhir 1192 keduanya menandatangani perjanjian damai 5 tahun yang mengijinkan Umat Kristen memiliki akses ke temapt kudus. Daerah kekuasaan Kristen di Tanah Kudus saat itu telah berkurang menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang terdiri dari kota pelabuhan besar.



Perang Salib Keempat(1204)
Perang Salib keempat adalah bencana yang tidak terhindarkan. Perang Salib keempat adalah episode yang hanya menyebabkan kerusakan internal dalam Kekristenan.


Pada 1198 Paus Innocent III mengajukan Perang Salib keempat. Seperti biasa, Prancis menjawab seruan tersebut. Target baru saat itu adalah Mesir, wilayah yang dulunya Kristen namun sekarang menjadi kekuatan Muslim.

Prajurit Salib berpaling ke bangsa Venetia untuk transportasi, tapi ketika dana yang dikumpulkan tidak cukup, warga Venetian menyarankan agar mereka menyerang dan menangkap Zara, kota Hungaria yang Kristen. Banyak yang menolak dengan keras, termasuk Paus. Tapi perintah Paus diabaikan dan Prajurit Salib mengambil alih Zara atas permintaan warga Venetia.


Masalah berubah dari buruk menjadi lebih buruk ketika Alexius, anak dari bekas Kaisar Byzantin Isaac Angelus, meminta bantuan Prajurit Salib untuk mengembalikan tahta ayahnya. Dengan menjanjikan hadiah, Alexius meyakinkan para Prajurit Salib untuk mencoba melakukannya. Surat Paus yang melarang ekspedisi tersebut datang lambat dan Prajurit Salib telah mengambil Konstantinopel, mengembalikan tahta Isaac sebakai Kaisar dan menyatakan anaknya sebagai Kaisar-bersama (Co-emperor)

Paus Innocent III memperingatkan dengan keras para pemimpin dan memerintahkan mereka untuk terus menuju Tanah Kudus, tapi hanya beberapa yang melakukannya. Kebanyakan menunggu hadiah yang dijanjikan Alexius.


Pihak byzantin yang kurang suka terhadap janji Alexius trhadap Prajurit Salib kemudian membunuh Alexius yang kemudian diikuti oleh pengambil alihan Byzantin dan kekaisarannya oleh Prajurit Salib dan pihak Venetia, Konstantinopel kemudian jatuh ke tangan mereka pada 13 April 1204 yang membuat dimulainya penjarahan dan pembunuhan. Kemudian Kaisar Latin untuk Konstantinopel diangkat oleh sebuah konsili yang terdiri dari Prajurit Salib dan warga Venetia. Pemerintahan Byzantin kemudian di re-lokasikan ke Nicaea dan memerintah hanya sebagain dari daerah sebelumnya sampai 1261 saat Konstantinopel di taklukkan oleh Michael VIII Paleologous.


Perang Salib ini adalah perjalanan bodoh. Tidak hanya tidak sempat untuk berhadapan dengan pasukan Muslim yang menguasai Tanah Kudus, peristiwa ini lebih memisahkan Kekristenan Barat dan Timur disamping merusak secara permanen Kekaisaran Byzantine yang berfungsi sebagai pembatas antara agresi Muslim dengan jantung daerah Kristen.

Di tahun-tahun setelah Perang Salib Keempat, ada beberapa Perang Salib kecil (perang dimana pesertanya bersumpah) dengan penganut bidat (ajaran sesat) dan lainnya. salah satu yang menjadi fokus adalah "Prajurit Salib anak-anak" (1212) dimana ribuan anak diberangkatkan untuk menaklukkan Muslim dengan cinta dan bukan dengan senjata. Seorang anak dari Prancis yang punya visi ini memimpin satu bagian gerakan, sementara satu anak dari Jerman memimpin yang lain. Kebanyakan anak sampai ke Italy. Namun gerakan ini tidak pernah sampai ke Tanah Kudus dan kebanyakan anak mati lapar atau atau mati ellah atau dijual orang jahat dari Italy sebagai budak Muslim. Meskipun begitu gerekan ini menimbulkan simpati yang mengarah ke Perang Salib Kelima.



Perang Salib Kelima (1217-1221)
Ini adalah Perang Salib terakhir dimana Gereja berperan Perang salib ini diserukan oleh Paus yang menyerukan Perang Salib sebelumnya, Innocent III, dan juga oleh Konsili Ekumenis ke 12, Lateran !V. Dan sepeerti upaya sebelumnya, target dari perang Salib ini bukanlah Palestina tapi Mesir, basis dari kekuatan Muslim, yang diharapkan oleh para Prajurit Salib untuk dijadikan bahan tawaran untuk pembebasan Yerusalem.


bersambung...

Valkyrie
Lupa Diri
Lupa Diri

Posts: 1106
Joined: Thu Sep 28, 2006 9:59 am

Top

Postby Valkyrie » Wed Oct 04, 2006 9:03 am
Tidak seperti Perang Salib sebelumnya (Keempat) yang menjadi tidak terkendali ditangan awam, upaya kali ini diletakkan dalam otoritas wakil kepausan, Cardinal Pelagius. Dia mempunyai pengetahuan militer dan secara rutin berperan dalam keputusan militer.


Usaha kali ini mengalami kesuksesan awal, dan Pasukan Muslim yang terkejut menawarkan syarat damai yang sangat menguntungkan, termasuk pengembalian Yerusalem. Tapi, Prajurit Salib, dianjurkan oleh Kardinal Pelagius, menolak ini. Sebuah blunder militer mengakibatkan Prajurit Salib kehilangan Damietta yang mereka dapat di awal kampanya ini. Pada 1221, Pasukan Kristen menerima perjanjian gencatan senjata dengan syarat yang jauh kurang menguntungkan dari yang pertama. Banyak yang menyalahkan Pelagius, beberapa menyalahkan Paus. Banyak juga yang menyalalahkan Kaisar German Frederick II yang tidak tampil di Perang Salib kali ini tapi yang akan tampil utama di Perang Salib berikutnya.


Perang Salib Keenam (1228-29)
Innocent III telah mengijinkan Frederick II untuk menunda partisipasinya di Perang Salib supaya dia bisa mengatasi masalah di Jerman. Penerus Innocent III, Gregory IX, kesal terhadap penundaan terus menerus Frederick memperingatkan Frederick untuk memenuhi kaulnya. Saat sang Kaisar menunda lagi dengan alasan sakit Paus langsung meng-ekskomunikasi dia. Saat Frederick akhirnya berangkat, dia berperang dalam kondisi ter-ekskomunikasi.


Situasi aneh ini mengawali suatu Perang Salib yang aneh. Sebagain karena ekskomunikasi dari Frederick sedikit orang yang mendukung dia sehingga dia tidak mampu menggalang kekuatan militer yang besar. KArena itu dia memakai diplomasi dan mengambil kesempatan atas terjadinya perpecahan didalam Muslim. Dia melakukan perjanjian dengan Sultan Al-Kamil dari Mesir pada 1229. Menurut perjanjian tersebut Yerusalem (Kecuali Kubah Batu dan Mesjid Al-Aqsa), Betlehem, Nazareth dan beberapa daerah tambahan, akan dikembalikan ke Kerajaan Yerusalem

Frederick II yang masih ter-ekskomunikasi, kemudian dimahkotai sebagai Raja Yerusalem di Gereja Kuburan Kristus dalam suatu upacara non-religius (Karena Yerusalem dilarang oleh Gereja untuk melakuakn upacara religious akibat status Frederick II yang masih ter-ekskomunikasi). Tahun selanjutnya Frederick II diterima kembali ke Gereja. Namun dia tidak mampu memerintah dengan sukses Kerajaan Yerusalem dari jauh karena baron lokal menolak untuk bekerja sama dengan wakil dia.


Tahun 1239 dan 1241 ada dua Perang Salib kecil yang dilakukan oleh Thibaud IV dari Champagne dan Roger dari Cornwall. Dua upaya si Syria dan melawan Ascalon tidak sukses.


Perang Salib Ketujuh (1249-52)
Inisiatif untuk Perang Salib ini diambil oleh Raja Louis IX dari Prancis. sekali lagi, strateginya adalah untuk menyerang Mesir dan dijadikan tawaran untuk Palestina. Prajurit Salib dengan cepat mampu mengambil alih Damietta tapi harus membayar mahal ketika mengambil alih Kairo. Serangan balasan Muslim berhasil menangkap Louis IX. Dia kemudian dibebaskan setelah setuju untuk mengembalikan Damietta dan membayar uang tebusan. Setelah itu Louis IX tetap di Timur beberapa tahun untuk bernegosiasi mengenai pelepasan tawanan dan mengkokohkan kekristenan di wilayah tersebut

Perang Salib Kedelapan (1270)
Perang Salib terakhir juag dipimpin oleh Louis IX. Di tahun-tahun kemudian, perubahan di dunia Muslim mengakibatkan munculnya sejumlah serangan baru ke wilayah Kristen di Tanah Kudus. Warga lokal meminta bantuan militer pada Barat, tapi cuma sedikit bangsa Eropa yang tertarik untuk melakukan kampanye besar. Satu orang yang sekali lagi mau memanggul beban adalah Louis IX. Namun kampanye yang dia lakukan kali ini mencapai kurang dari apa yang dicapai sebelumnya bagi Kerajaan Yerusalem.

Tidak diketahui mengapa, tapi Tunisia di Afrika Utara dijadikan saran awal. Setelah disana, wabah mengambil nyawa banyak orang, termasuk Louis yang saleh. Saudaranya, Charles Anjou, tiba dengan kapal-kapal Sisilia dan berhasil mengungsikan sisa tentara.


Meskipun ini adalah Perang Salib terakhir, ini bukanlah ekspidisi militer terakhir yang bisa disebut sebagai Perang Salib. Kampanya terus diserukan atas berbagai sasaran (bukan hanya Muslim) oleh Prajurit Salib-orang yang berkaul untuk melakukan perang.


Umat Kristen di Palestina ditinggalkan tanpa bantuan lebih lanjut. Meskipun mengalami kekalahan terus menerus, Kerajaan Yerusalem tetap bertahan sampai 1291, ketika akhirnya musnah. Umat Kristen masih tetap hidup di daerah tersebut bahkan setelah kejatuhan Kerajaan Yerusalem.





Penilaian
Banyak sekarang di dunia barat memandang Perang Salib adalah agressi yang tidak bisa dibenarkan terhadap pendudk damai di Timur dan Tanah Kudus. Namun, bahkan dengan sedikit pengetahuan atas abad yang lalu membuat pemikiran tersebut tidak bisa diyakini.


Ini bisa dilihat jelas, sebagai contoh, dengan memutar balik peran dari kekuatan yang bertikai. Jika Perang terjadi di tengah-tengah masa dimana Kristen mengambil alih SEPARUH dari wilayah yang secara historis merupakan milik Muslim. Maka orang tidak akan menyalahkan Muslim yang berusaha untuk mengambil kembali daerahnya yang diambil Kristen yang didaerah tersebut terdapat banyak saudara seiman. (Note: tentu saja yang terjadi adalah sebaliknya. Islamlah yang melakukan kampanye besar-besaran dan mencaplok daerah yang awalnya Kristen).


Sedikit yang akan berpikir bahwa Muslim seharusnya tetap diam ketika Kristen mengambil kontrol dan menghalangi akses Muslim di Kabah Mekah dan Kubah Batu dan Mesjid Al-Agsa di Yerusalem. Kita akan meng-ekspektasikan kalau Muslim akan menyerang balik dan mengambil kendali tempat Kudus mereka. (Note: sekali lagi ini adalah pembalikan/transposisi. Yang terjadi adalah Muslim menguasai situs Kudus Kristen dan menghalangi peziarah Kristen ke tempat Kudus yang sudah sejak dulu milik mereka).


Akal sehat mengajarkan pelajaran yang didapat dari Perang Salib, "Jangan menaklukkan setengah dari peradaban kelompok lain tanpa berpikir untuk menerima balasannya" dan "Jangan menyentuh situs kudus orang lain tanpa berpikir akan pembalasan"

Dan bukannya merasa malu terhadapa apa yang dilakukan Prajurit Salib. Umat Kristen kontemporer seharusnya BANGGA bahwa -terlepas dari pertikaian dari dalam mereka sendiri pada saat itu- umat Kristen jaman dulu akan melakukan apa yang dilakukan umat Muslim sendiri kalo mereka diposisikan (ditranspose) dalam posisi umat Kristen (Note: Maksudnya, baik Muslim maupun Kristen, kalo separuh peradabannya dijajah dan situs kudusnya dikuasai dan ditutup akses umum, maka mereka akan melawan. dan inilah yang terjapi kepada Kaum Kristen yang separo peradabannya dicaplok dan akses mereka ke tempat kudus dihalangi).


Kristensaat ini tentu saja harus mengutuk tindakan jahat yang dilakukan selama Perang Salib, seperti pembantaian warga Muslim dan Yahudi tak bersalah yang terjadi secara periodik, dan juga episode Perang Salib keempat yang menyedihkan. Meskipun begitu Perang Salib sendiri mempunyai dua tujuan pokok sebagai intinya: Pembelaan terhadap peradaban Kristen atas agresi dari luar (sehingga Perang Salib secara keseluruhan adalah perang bela diri) dan menjaga akses ke situs kudus tempat terjadinya peristiwa penting dalam sejarah Kekristenan (Kubur Kristus etc).


Juga akan sulit untuk menilai Perang Salib tanpa berpikir tentangnya dalam terang kejadian saat ini. Khususnya, orang akan berpikir apakah generasi Muslim masa depan akan melihat masa ini dan berpikir apakah tindakan kampanye terorisme Islam adalah seperti apa adanya? Apakah suatu serangan terhadap mereka yang tidak bersalah, warga sipil bisa dibenarkan? Apkah warga Muslim masa depan akan menganggap Jihad milenium baru sebagai "Perang Salib" yang tidak dibenarkan? dan apakah dunia Muslim akan melakukan introspeksi dan menganggap Perang Salib sebagai respon yang bisa terprediksi atas agresi Muslim jaman dulu?



tamat

Senin, 17 Mei 2010

kesultanan di sumatera

Kesultanan Aceh - Jawaban Terbaik Belum di Pilih
Kesultanan Aceh muncul sebagai kerajaan yang kuat bersamaan dengan masuknya Portugis ke Malaka pada tahun 1511. Sultan Aceh pada masa ini adalah Ali Mughayat Syah (1514-1530). Pada masa Ali, Kesultanan Aceh membesar mencakup wilayah Daya, Deli, Pedir, Pasai, dan Aru.

Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahudin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Salahudin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar (1537-1571).

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636).

Kesultanan Deli - Jawaban Terbaik Belum di Pilih
Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan yang didirikan pada tahun 1669 oleh Tuanku Panglima Perunggit di wilayah bernama Tanah Deli (kini Medan, Indonesia).

Sejarah
Menurut Hikayat Deli, seorang pemuka Aceh bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam Kesultanan Aceh. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudra Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungai Lalang-Percut.

Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun 1630. Setelah Dalik meninggal pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.

Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 1720 menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya Kesultanan Serdang. Setelah itu, Kesultanan Deli sempat direbut Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Aceh.

Pada tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda setelah Sultan Siak, Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Deli bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya. Pada masa ini Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan terutamanya tembakau dan lain-lain. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya Istana Maimun.

Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
Kesultanan Ternate - Jawaban Terbaik Belum di Pilih
Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh kepulauan Marshall di pasifik.

Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama � tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah � rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Cina. Oleh karena aktifitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.

Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai �Gam Lamo� atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Di masa � masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.

Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole di masa lalu, masing � masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat � pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan � klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan � jabatan lain Bobato Nyagimoi (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.

Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan � kerajaan ini merupakan saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang. Demi menghentikan konflik yang berlarut � larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya (1322-1331) mengundang raja � raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).

Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun 1512 Portugis untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugis diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugis datang bukan semata � mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah � rempah Pala dan Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate. Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris - pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugis memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugis. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugis. Gubernur Portugis bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa � India. Disana ia dipaksa Portugis untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugis, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570).

Perlakuan Portugis terhadap saudara � saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugis dari Maluku. Tindak � tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Tripple Alliance untuk membendung sepak terjang Portugis di Nusantara.

Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugis. Kedudukan Portugis kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu � sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugis di Malaka, Portugis di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugis, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugis, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugis meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki �penguasa 72 pulau� yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme barat.

Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugis tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila. Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Di tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.

Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah pangeran Hidayat (15?? - 1624), Raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah � rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.

Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan � sultan Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.

* Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar � besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate � Hitu � Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.

* Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga diantara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manila (1650�1655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam pengasingan.

* Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 � 1691) merasa gerah dengan tindak � tanduk Belanda yang semena - mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah � daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan vazal Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam � diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah � wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Residen Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak � abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.

Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai kepala suku Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. Hi. Mudaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1975.

Empirium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.

Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam mengusir Portugis tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.

Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; �Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa Austronesia dan Non Austronesia� mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu � Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda � beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon � Portugal.
Kesultanan Malaka - Jawaban Terbaik Belum di Pilih
Kesultanan Malaka (1402 - 1511) adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh Parameswara, seorang putera Sriwijaya yang melarikan diri dari perebutan Palembang oleh Majapahit.

Pada 1402, dia mendirikan sebuah ibu kota baru, Melaka yang terletak pada penyempitan Selat Malaka. Pada 1414, dia berganti menjadi seorang Muslim dan menjadi Sultan Malaka.

Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16.

Kegemilangan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka adalah daripada beberapa faktor yang penting. Antaranya, Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Tiongkok ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1402. Malah, salah seorang daripada sultan Melaka telah menikahi seorang putri dari negara Tiongkok yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan erat antara Melaka dengan Tiongkok telah memberi banyak manfaat kepada Melaka. Melaka mendapat perlindungan dari negara Tiongkok yang merupakan sebuah kuasa besar di dunia untuk menggelakan serangan Siam.

Malaka diserang pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Malaka melarikan diri ke Riau.
Kesultanan Serdang - Jawaban Terbaik Belum di Pilih
Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720. Seperti kerajaan-kerajaan lain di pantai timur Sumatra Serdang menjadi makmur karena dibukanya perkebunan tembakau, karet, dan kelapa sawit.

Serdang ditaklukkan tentara Hindia Belanda pada tahun 1865. Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani tahun 1907 Serdang mengakui kedaulatan Belanda, dan tidak berhak melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain. Dalam peristiwa revolusi sosial di Sumatra Timur tahun 1946 Sultan Serdang saat itu menyerahkan kekuasaannya pada aparat Republik.

__________________

Jumat, 14 Mei 2010

PUJINE DINA, BADAN, NAPAS, NAPSU, ATI, WIJI LAN ANASIRING MANUNGSA

PUJINE DINA, BADAN, NAPAS, NAPSU, ATI, WIJI LAN ANASIRING MANUNGSA
Januari 3, 2009

PUJINE DINA PITU

1. Dina Ahad ; ya kayu ya kayumu, nabi Adam kang ndarbemni, lakunya tidak boleh nginang sehari semalam, ahad lakune ing surya, kang rumeksa sadina lawan sawengi, malekat limang leksa.

Kuwasane : lungguhe ing wulu, teguh ora kena winekang, lan ora katon.

2. Dina Senen ; ya rahmanu ya rahima, nabi’ullah kang ndarbeni, lakune nyegah iwak sadina sadalu, senen uripe ning wulan kang rumeksa sadina lawan sawengi, malekat kawan leksa.

Kuwasane : lungguhe ing kulit, teguh kang kena binenggang.

3. Dina Selasa ; ya maliku ya kudusu, nabi Isa kang ndarbeni, lakune apasa sadina sadalu selasa uriping lintang kang rumeksa sadino lawan sawengi, malekat tigang leksa.

Kuwasane : lungguhe ing bebayu, angumpulake cahya kabeh.

4. Dina Rebo ; ya kabiru ya muntaha, pepitu uripipun nabi Ibrahim kang ndarbeni, lakune nyegah toya sadina sadalu, rebo bumi uripira kang rumeksa sadina lawan sawengi, malekat pitung leksa.

Kuwasane : lungguhe ing daging, teguh tan kena winangenan.

5. Dina Kemis ; ya ngalim ya ngalimu, wewolu uripipun, nabi Idris kang ndarbeni, lakune nyegah uyah sadina sedalu, kemis dahana uripnya, kang rumeksa sadina lawan sawengi, malekat wolung leksa.

Kuwasane : lungguhe ing otot, teguh sajege urip.

6. Dina Jumungah ; ya kafi ya muqni, ya enem uripipun, nabi Rasul kang ndarbeni, lakune nyegah pangan sadina sadalu, jumungah lakune barat, kang rumeksa sadina lawan sawengi, malekat leksa.

Kuwasane : lungguhe ing bebalung, sekti mandraguna.

7. Dina Saptu ; ya fatah ya rajah, sesanga uripipun, nabi Iskhak kang ndarbeni, lakune datan mendra, sadina sadalu, saptu uripe ing toya kang rumeksa sadina lawan sawengi, malekat sangang leksa.

Kuwasane : lungguhe ing sumsum, angumpulaken sakehing rasa kabeh.

8. Dina pitu lakon solan salin, mung sadina sawengi salinnya, pan akatah supangate, sarta anganggo laku lakunira solan salin, puji lan nabirira, myang cecegahipun apa kajate tinekan, lan malati ora kena den langkahi wayangane kang maca.

PUJINE BADAN

Pujine Utek : ” Rasulun Rabbil’alamiin “.

Kuwasane luput tujuh teluh dadi tawar.

Pujine Kuping tengen : ” Alliyatan ilahu rabbi ‘umum “.

Kuwasane ngilangake bilahi kabeh.

Pujine Kuping kiwa : ” Samikna wa ‘atakna guprana karabbasa wa’llekal massiir “.

Kuwasane ngilangake pakewuh kabeh.

Pujine Sirah : ” Padaraktum “.

Kuwasane nglerebaken kang sarwa galak kabeh.

Pujine netra : ” Kudusun rabbana wa rabbul malaikatu wa ruh “.

Kuwasane kinaweden dening wong lanang wadon .

Pujine napas : ” Haplil palubuti ngalla yasin “.

Kuwasane kinasihan wong sajagad kabeh.

Pujine Gigir : ” Nawaitu minal kibari pibigalikad hapika karja “.

Kuwasane teguh timbul.

Pujine Otot : ” Parekun parekanun wa’ljannatun nangimum cipta katon cipta ora katon “

Kuwasane amurba ora katon.

Pujine Awak kabeh : ” Inna fatokna iakafakan mubinin ” lamun arep malebu ing omah

Kuwasane slamet rahayu.

Pujine Ati : ” Nasrun minallahi wa patekun karibun wa kasiril mukminin “

Kuwasane awake katon gede.

Pujine Amperu : ” Layastakli panahum “

Kuwasane kinawedan dening wong tur bagus rupane kang muji

Pujine Sikil : ” Sari mal maruna “

Kuwasane ora katon.

Pujine Pepusuh : ” Fasayakfikahumullahu, wahuwassami’ul ‘aliim “

Kuwasane luput senjata tawa.

Pujine Dalamake : ” Sangan sangun yuhyi wayumitu wahuwa allah lakuli sekkin katdir “

Kuwasane betah lumaku lan lumayu.

PUJINE NAFAS PATANG PRAKARA

1. Napas, iku tetalining urip, iya tetalining ruh, rupane ireng, plawangane Af’alullah, dununge ing lesan, pujine ; ” Laa ilaha ilallaah “, iku sampurnaning kulit daging.

2. Tanapas, iku pamiyarsaning ruh, rupane kuning, plawangane Asma’ullah, dununge ing kuping, pujine ; ” Allahu… Allahu “, iku sampurnaning balung lan otot.

3. Anpas, iku panggonaning ruh, rupane ijo, plawangane Sifatullah, dununge ing gigir, pujine ; ” Allah…Allah “, iya iku sampurnaning geting lan sumsum.

4. Nupus, iku paningaling ruh, rupane putih, plawangane Dzatullah, dununge ing netra, pujine ; ” Ya Hu…Ya Hu “, iku sampurnaning pangawasa lan napsu.

PUJINE NAPSU PATANG PRAKARA

1. Lawwammah, iku af’aling urip, rupane ireng, plawangane cangkem, dununge ing waduk, pujine ; ” Ya Hu…Ya Hu “, iku sapurnaning cipta lan ripta.

2. Amarah, iku asmaning urip rupane kuning, plawangane ing kuping, dununge ing jantung, pujine ; ” Ilah…Ilah “, iku sampurnaning sir lan angen-angen.

3. Supiyah, iku sifating urip rupane ijo, plawangane ing irung, dununge ing amperu, pujine ; ” Imanahu …Imanahu “, iku sampurnaning osik lan meneng.

4. Muthmainah, iku Dzating urip, rupane putih, plawangane ing mata, dununge ing pepusuh, pujine ; ” Hu…Hu…Hu “, iku sampurnaning budi lan rasa.

PUJINE ATI PATANG PRAKARA

1. Ati Sanubari, iku wisesaning rasa, rupane ireng, plawangane kaharullah, dununge alam sulpil, pujine ; ” Allahu…Allahu “, iku sampurnaning pangucap.

2. Ati Maknawi, iku purbaning rasa, rupane kuning, plawangane kamahullah, dununge alam sulbi, pujine ; ” Allah…Allah “, iku sampurnaning pamiyarsa.

3. Ati Siri, iku sampurnaning rasa, rupane ijo, plawangane jalahullah, dununge alam topek, pujine ; ” Hu…Hu…Hu “, iku sampurnaning pangambu.

4. Ati Pu-at, iku sirnaning rasa, rupane putih, plawangane jamalullah, dununge alam sabit, pujine ; ” Annalkaka … annalkaka “, iku sampurnaning paningal.

PUJI WIJINING MANUNGSA

1. Wadi iku rupane abang, kadadiyane getih-kita, pujine ” Layakrifu ilallaah “

2. Madi iku rupane kuning, kadadiyane banyu-kita, pujine ” Lamakbuda ilallaah “

3. Mani iku rupane ijo, kadadiyane penguwasa-kita, pujine ” Lamujuda ilallaah “

4. Manikem iku rupane putih, kadadiyane cahya-kita, pujine ” Layatkuru ilallaah “

PUJINE ANASIRING MANUNGSA

1. Asal Bumi, rupane ireng, kadadiyane wujud- kita hakikate Dzatira, iku dadining kulit daging, pujine…” Waashadu anna Muhammadarasulullaah “

2. Asal Geni, rupane kuning, kadadiyane nur-kitasifatira iku, dadine otot, balung, pujine…” Ashadualla ilaha illallaah “

3. Asal Angin, rupane ijo, kadadiyane ilmu-kita af’al iku, dadining panguwasa, pujine…” Lasariikalaahu lailaha illallaah ”

4. Asal Banyu, rupane putih, kadadiyane suhud-kita, hakekate asmanira, iku dadining geting lan sumsum, pujine…” Sahitna ‘ala anpusina wa sbit ‘indana innahu lailahaillahuwa ”

Alang Alang Kumitir

APAKAH ITU RASA

APAKAH ITU RASA ….??
Oleh Mas Kumitir
Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal Rasa ? Memang kalau hanya sampai pada tingkat Syariat, bab rasa tidak pernah dibicarakan atau disinggung. Tetapi pada tingkat Tarekat keatas bab rasa ini mulai disinggung. Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang Percipta itu.
Karena ALLAH maha GHOIB maka dalam mengenal hal GHOIB kita wajib mengaji rasa.
Jadi jelas berbeda dengan tingkat syariat yang memang mengaji telinga dan mulut saja.Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya.Bukan Batin!
Bab rasa dapat dibagi dalam beberapa golongan .Yaitu : RASA TUNGGAL, SEJATINYA RASA, RASA SEJATI, RASA TUNGGAL JATI.
Mengaji Rasa sangat diperlukan dalam mengenal GHOIB.Karena hanya dengan mengaji rasa yang dimiliki oleh batin itulah maka kita akan mengenal dalam arti yang sebenarnya,apa itu GHOIB.
1. RASA TUNGGAL
Yang empunya Rasa Tunggal ini ialah jasad/jasmani. Yaitu rasa lelah, lemah dan capai. Kalau Rasa lapar dan haus itu bukan milik jasmani melainkan milik nafsu.
Mengapa jasmani memiliki rasa Tunggal ini. Karena sesungguhnya dalam jasmani/jasad ada penguasanya/penunggunya. Orang tentu mengenal nama QODHAM atau ALIF LAM ALIF. Itulah sebabnya maka didalam AL QUR’AN, ALLAH memerintahkan agar kita mau merawat jasad/jasmani. Kalau perlu, kita harus menanyakan kepada orang yang ahli/mengerti. Selain merawatnya agar tidak terkena penyakit jasmani, kita pun harus merawatnya agar tidak menjadi korban karena ulah hawa nafsu maka jasad kedinginan, kepanasan ataupun masuk angin.
Bila soal-soal ini kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, niscaya jasad kita juga tahu terima kasih. Kalau dia kita perlakukan dengan baik, maka kebaikan kita pun akan dibalas dengan kebaikan pula. Karena sesungguhnya jasad itu pakaian sementara untuk hidup sementara dialam fana ini. Kalau selama hidup jasad kita rawat dengan sungguh-sungguh (kita bersihkan 2 x sehari/mandi, sebelum puasa keramas, sebelum sholat berwudhu dulu, dan tidak menjadi korban hawa nafsu, serta kita lindungi dari pengaruh alam), maka dikala hendak mati jasad yang sudah suci itu pasti akan mau diajak bersama-sama kembali keasal, untuk kembali ke sang pencipta. Seperti halnya kita bersama-sama pada waktu dating/lahir kealam fana ini. Mati yang demikian dinamakan mati Tilem (tidur) atau mati sempurna. Pandangan yang kita lakukan malah sebaliknya. Mati dengan meninggalkan jasad. Kalau jasad sampai dikubur, maka QODHAM atau ALIF LAM ALIF, akan mengalami siksa kubur. Dan kelak dihari kiamat akan dibangkitkan.
Dalam mencari nafkah baik lahir maupun batin, jangan mengabaikan jasad. Jangan melupakan waktu istirahat. Sebab itu ALLAH ciptakan waktu 24 jam (8 jam untuk mencari nafkah, 8 jam untuk beribadah, dan 8 jam untuk beristirahat). Juga dalam hal berpuasa, jangan sampai mengabaikan jasad. Sebab itu ALLAH tidak suka yang berlebih-lebihan. Karena yang suka berlebih-lebihan itu adalah Dzad (angan-angan). Karena dzad mempunyai sifat selalu tidak merasa puas.
2. SEJATINYA RASA
Apapun yang datangnya dari luar tubuh dan menimbulkan adanya rasa, maka rasa itu dinamakan sejatinya rasa. Jadi sejatinya rasa adalah milik panca indera:

1.
MATA : Senang karena mata dapat melihat sesuatu yang indah atau tidak senang bila mata melihat hal-hal yang tidak pada tenpatnya.
2.
TELINGA : Senang karena mendengar suara yang merdu atau tidak senang mendengar isu atau fitnahan orang.
3.
HIDUNG : Senang mencium bebauan wangi/harum atau tidak senang mencium bebauan yang busuk.
4.
KULIT : Senang kalau bersinggungan dengan orang yang disayang atau tidak senang bersunggungan dengan orang yang nerpenyakitan.
5.
LIDAH : Senang makan atau minum yang enak-enak atau tidak senang memakan makanan yang busuk.

3. RASA SEJATI
Rasa sejati akan timbul bila terdapat rangsangan dari luar, dan dari tubuh kita akan mengeluarkan sesuatu. Pada waktu keluarnya sesuatu dari tubuh kita itu, maka timbul Rasa Sejati. Untuk jelasnya lagi Rasa Sejati timbul pada waktu klimaks/pada waktu melakukan hubungan seksual.
4. RASA TUNGGAL JATI
Rasa Tunggal Jati sering diperoleh oleh mereka yang sudah dapat melakukan Meraga Sukma (keluar dari jasad) dan Solat Dha’im.
Beda antara Meraga Sukma dan Sholat Dha’im ialah :

1.
Kalau Meraga Sukma jasad masih ada.batin keluar dan dapat pergi kemana saja.
2.
Kalau Sholat Dha’im jasad dan batin kembali keujud Nur dan lalu dapat pergi kemana saja yang dikehendaki. Juga dapat kembali / bepergian ke ALAM LAUHUL MAKHFUZ.

Bila kita Meraga Sukma maupun sholat Dha’im, mula pertama dari ujung kaki akan terasa seperti ada “aliran“ yang menuju ke atas / kekepala. Pada Meraga sukma, bila “aliran“ itu setibanya didada akan menimbulkan rasa ragu-ragu/khawatir atau was-was. Bila kita ikhlas, maka kejadian selanjutnya kita dapat keluar dari jasad, dan yang keluar itu ternyata masih memiliki jasad. Memang sesungguhnyalah, bahwa setiap manusia itu memiliki 3 buah wadah lagi, selain jasad/jasmani yang tampak oleh mata lahir ini. Pada bagian lain bab ini akan kita kupas.Kalau sholat Dha’im bertepatan dengan adanya “Aliran“ dari arah ujung kaki, maka dengan cepat bagian tubuh kita akan “Menghilang“ dan kita akan berubah menjadi seberkas Nur sebesar biji ketumbar dibelah 7 bagian. Bercahaya bagai sebutir berlian yang berkilauan. Nah, rasa keluar dari jasad atau rasa berubah menjadi setitik Nur. Nur inilah yang disebut sebagai Rasa Tunggal Jati. Selain itu, baik dalam Meraga Sukma maupun Sholat Dha’im. Bila hendak bepergian kemana-mana kita tinggal meniatkan saja maka sudah sampai. Rasa ini juga dapat disebut Rasa Tunggal Jati. Sebab dalam bepergian itu kita sudah tidak merasakan haus, lapar, kehausan, kedinginan dan lain sebagainya. Bagi mereka yang berkeinginan untuk dapat melakukan Meraga Sukma dianjurkan untuk sering Tirakat/Kannat puasa. Jadikanlah puasa itu sebagai suatu kegemaran. Dan yang penting juga jangan dilupakan melakukan Dzikir gabungan NAFI-ISBAT dan QOLBU. Dalam sehari-hari sudah pada tahapan lillahi ta’ala.
Hal ini berlaku baik mereka yang menghendaki untuk dapat melakukan SHOLAT DHA’IM. Kalau Meraga Sukma mempergunakan Nur ALLAH, tapi bila SHOLAT DHA’IM sudah mempergunakan Nur ILLAHI. Karena ada Rasa Sejati, maka Rasa merupakan asal usul segala sesuatu yang ada. Oleh sebab itu bila hendak mendalami ilmu MA’RIFAT Islam dianjurkan untuk selalu bertindak berdasarkan rasa. Artinya jangan membenci, jangan menaruh dendam, jangan iri, jangan sirik, jangan bertindak sembrono, jangan bertindak kasar terhadap sesame manusia, dll. Sebab dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita ini semua sama , karena masing-masing memiliki rasa. Rasa merupakan lingkaran penghubung antara etika pergaulan antar manusia, juga sebagai lingkaran penghubung pergaulan umat dengan Penciptanya. Rasa Tunggal jati ini mempunyai arti dan makna yang luas. Karena bagai hidup itu sendiri. Apapun yang hidup mempunyai arti. Dan apapun yang mempunyai arti itu hidup. Sama halnya apapun yang hidup mempunyai Rasa. Dan apapun yang mempunyai Rasa itu Hidup.
Dengan penjelasan ini, maka dapat diambil kesimpilan bahwa yang mendiami Rasa itu adalah Hidup. Dan Hidup itu sendiri ialah Sang Pencipta/ALLAH. Padahal kita semua ini umat yang hidup. Jadi sama ada Penciptanya. Oleh sebab itu, umat manusia harus saling menghormati, tidak saling merugikan, bahkan harus saling tolong menolang dll.
Dan hal ini sesuai dalam firman ALLAH : “HAI MANUSIA! MASUKLAH KALIAN DALAM PERDAMAIAN, JANGAN BERPECAH BELAH MENGIKUTI LANGKAH SYAITAN, SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU MUSUHMU YANG NYATA”

DHASARING KAWERUH SEJATI

DHASARING KAWERUH SEJATI
Juni 1, 2008

Sampun dados satunggaling tujuan tumrap dhateng sedaya janma punapa dene ingkang sami kumelip ing madiya pada, bilih sedaya sediyanipun sageda kasembadan. Inggih sediya punapa kemawon. Sediya awon, sediya sae, sediya nistha, sediya wirang, sediya adamel sakiting manahing sanes, sediya adamel renaning penggalihing sanes, lan sanes-sanesipun. Wosipun sedaya sediyanipun sageda katurutan.

PUNAPA TA INGKANG WINASTANAN SEDYA PUNIKA?
Sediya kenging dipun wastani niyat, utawi kepengin. Adatipun para janma menawi sampun kagungan sediya utawi niyat sarta kepengin, lajeng kagungan reka daya, ingkang sinebat ambudi daya utawi angupaya marga, mrih sediyanipun utawi niyatipun kala wau saged katurutan utawi kasembadan. Inggih kanthi reka daya lan pambudi daya kala wau wekasan pun janma lajeng angudi ngagem cara-cara ingkang maneka warni, utawi kupiya ingkang rupi-rupi saengga saged kaleksanan ingkang dados tujuanipun. Sagedipun kaleksanan sediyanipun, amargi namung saking temening pangudi lan santering pambudidaya, sinebat tumemen, taberi, nastiti, ngati-ati, ora jelehan, mangerti lan sanes-sanesipun.

Caranipun pangudi utawi pambudi daya kala wau limrahipun sinebat Elmu. Inggih elmuning punapa kemawon. Upaminipun elmuning daya kelahiran, inggih kagathukaken kaliyan bab-bab kelahiran. Elmuning sedaya kebatosan, inggih kagathukaken kaliyan dayaning kebatosan, dene menawi elmuning Gesang ugi kedah kagathukaken kaliyan dayaning Gesang. Dados cetha sanget, menawi badhe anggayuh bab-bab kelahiran lajeng ngagem elmuning kebatosan, genah mboten saged kasembadan. Kosok wangsulipun, menawi badhe anggayuh bab-bab ingkang wonten gegayutanipun kaliyan kebatosan, ugi genah mboten saged kasembadan menawi kagayuh mawi elmuning kelahiran. Saya malih badhe angungkap bab-bab ingkang gegayutan kaliyan sejatining HURIP, saya mboten saged badhe kagayuh ngagem elmuning kalih-kalihipun kala wau. Sagedipun namung mboten trep. Ing ngendhon janma ingkang mekaten kala wau dhawahipun inggih namung lajeng mboten mitadosi dhateng satunggal lan satunggaling elmu kala wau, mangke sampun wonten pilah-pilahanipun piyambak-piyambak.

KAWERUH
Elmu ingkang kagem anggayuh tumrap punapa kemawon sinebat KAWRUH. Pramila yen ta janma kepengin angudi sarta ambudi daya satunggaling bab kedah mawi elmu utawi kawruh, dene elmu utawi kawruh satunggal lan satunggalipun kala wau mawa dhasar piyambak-piyambak. Ingkang satunggal lan satunggalipun mboten sami, amargi bedaning sediya utawi niyat, sarta bedaning dhasar kala wau janma ingkang kirang ing weweka lajeng gampil anglepataken satunggal dhateng satunggalipun.

Reroncening keterangan punika perlu sanget kagem lambaraning mangudi dhateng satunggaling tujuan, murih mboten tumpang suh ing pawingkingipun, jalaran sampun nyata mangertosi dhateng bedaning elmu utawi kawruh, bedaning pangudi lan caranipun, wekasan ugi bedaning pikolehipun. Menawi sedaya para janma saindhenging bawana sampun saged ngagem raos ingkang mekaten punika, genah badhe tansah ayem lan tentrem lahir lan batosipun.

Tembung ELMU utawi KAWRUH punika tegesipun satunggaling cara ingkang dipun mangertosi, perlu kagem ambudi daya amrih sedaya sediyanipun, punapa dene niyatipun saged katurutan utawi kasembadan. Dados elmuning janma ingkang kagungan sediya utawi niyat awon inggih kedah mawi cara ingkang awon, dene janma ingkang kagungan sediya sae, elmunipun inggih kedah sae. Cetha sanget sapunika bilih awon saening elmu punika namung gumantung dhateng sediyaning utawi gegayuhanipun.

Inggih namung kanthi dhasar mekaten punika, elmu utawi kawruh saged dipun mangertosi awon lan saenipun. Gumantung malih dhateng sediyanipun. Pramila ing sarehning kathahing janma punika adatipun namung kepengin anggayuh bab ingkang sae utawi utami, pramila prayoginipun para janma piyambak kersaa angudi sarta angupadosi elmu utawi kawruh ingkang sae sarta utami kemawon, dene wonten sawenehing janma ingkang kepengin anggayuh dhateng piawon, inggih sumangga kemawon, gumantung saking sediyanipun piyambak-piyambak.

KAWRUH SEJATI
Punapa ta tegesipun Kawruh Sejati punika ?

Kawruh, asal saking tembung Ka lan Weruh. Ka ing ngriki anggadhahi teges utawi maksud menawi sampun dinarbenan, kaduwen, kamiliki, saking anduweni, tegesipun wus ana ing astane, wus ana ing kuwasane, wus ana ing bisane, wus ana ing ngersane, wus cumepak, wus kinarsakake, wus sumandhing, utawi ingkang langkung cetha wus dinarbenan.

Dene weruh, anggadhahi teges, ngerti, kuwasa, bisa, katon cetha wela-wela, gamblang, jelas, wijang-wijang, mboten tumpang suh, mboten tuna dungkap, pilah-pilah, dhewe-dhewe, menawi kabontosaken dipun sebat pirsa, ingkang asalipun saking tembung pinaringan rasa. Ingkang ateges, pun rasa sampun saged angrasakaken, inggih rasaning pancadriya punapa dene rasa jatine.

Pramila tembung Kawruh, anggadhahi teges wus dinarbenan pangertosan, utawi wus pinaringan sarining rasa jati. Tegesipun sedaya sampun gamblang, cetha kados ingkang kapratelakaken ing nginggil.

Mangka kawruh punika warni-warni, inggih punika kados ingkang sampun katerangaken kala wau, inggih kawruhing kelahiran, inggih kawruhing kebatinan, utawi kawruhing budhi sayekti. Pramila yen badhe angangkangi babagan kawruh kala wau satuhu kedah manungalaken sedaya kraos ingkang sampun dinarbenan, tegesipun inggih raosing dhewe, sanes raosing sanes, ingkang mboten dinarbenan.

Ing ngriki saya cetha, bilih satunggaling kawruh ingkang tinampi namung saking rasaning sanes, punika genah dede kawruhing dhewe, nanging tetep kawruhing sanes, pramila inggih wonten riki punika pun raos kagem sanget, kangge anyobi inggih lan mbotenipun kawruh kala wau sampun dinarbenan utawi derengipun. Inggih kanthi mekaten punika ing tembe badhe dados sejatining kawruh kang satuhu lan sayekti, ingkang mboten saged kasuwak ing ngasanes. Janma yen badhe angudi satunggaling kawruh kedah sinau langkung rumiyin bab kawruh ingkang badhe kaudi punika, upaminipun: babagan angudi kawruhing sastra.

Angudi kawruhing sastra kedah mangertosi punapa ta sastra punika. Sastra punika tulis. Lha tulis punika punapa ? Tulis punika satunggaling gegambaran ingkang saged dipun mangertosi dening ngasanes, punapa ingkang dipun maksudaken utawi dipun kajengaken. Lha tulis punika ginanipun punapa ? Tulis punika ginanipun kagem sesambetan ing pangandikan yen ta mboten aben ajeng. Lha caranipun kados pundi ?

Caranipun nulis kedah mawi asta tengen (mboten ngedhe). Lajeng ingkang kagem nulis punapa ? Ingkang kagem nulis satunggaling pirantes yen ta katamakaken ing satunggaling barang ingkang radin tur wiyar lajeng wonten tilasipun. Caranipun nyepengi pirantes wau kados pundi ? Caranipun nyepengi pirantes wau jempol asta tengah lan racikan sarta racikan panuding lan pinengah kagathukaken utawi kapepetaken, dene pirantes kala wau kadedek ing tengah-tengahing jempol lan racikan punika kanthi kenceng, mboten minggrang-minggring. Jalaran menawi minggrang-minggring pirantes punika gampil ucul saking cepengan. Menawi sampun lajeng katamakaken wiwit manengen wongsal-wangsul ngantos punapa ingkang dipun maksudaken saged katulis sedaya.

Lha sak punika caranipun damel tulisan kados pundi ? (bab tumindaking kawruh). Punika kedah sinau, inggih sinau punika sinebat angudi dhateng kawruhing tulis utawi kawruhing sastra. Upaminipun damel sastra ha, punika kawiwitan saking sisih kiwa ngandhap lajeng pirantes kala wau katarik minggah miturut inggiling garisan, lajeng katarik malih manengen sakedhik, terus menggok mangandhap, lajeng manengen malih ngantos radi panjang wusana minggah malih, lajeng manengen tikel kaping kalihipun kaliyan penarikipun ingkang inggil kala wau rambah kaping 2, lha punika menawi sampun dados sinebad sastra ha.

Lha menawi sampun dados sastra ingkang saged kawaos ha lajeng paedahipun punapa ?

Paedahipun menawi badhe adamel tembung ingkang wonten swantenipun mungel ha, upaminipun hana. Lha menawi badhe adamel sastra hi kados pundi ? We lha punika kedah kapanjingan bunderan alit ing sak nginggiling sastra kala wau sisih tengah, wangunipun kados tetesing toya nanging kawalik, naminipun wulu, lha punika menawi kawaos ungelipun hi. Mekaten sak lajengipun.

Lha menawi sampun saged damel sastra lajeng kanthi mboten pepanggihan piyambak sampun saged dipun mangertosi kajengipun dening ngasanes, lajeng kados pundi maksudipun ? Maksudipun supados inggal dipun mangertosi, lan awakipun piyambak saged makarti sanes, dados kalih-kalihipun lajeng saged kasembadan tur kanthi gampil. Jalaran menawi mara piyambak perlu rerembagan gek dalemipun tebih rak cetha sedaya, paling-paling inggih namung angsal satunggal keperluan thok kemawon, keperluan sanes dereng saged kacakup.

Inggih mekaten punika satunggaling kawruh kagem angudi dhateng satunggaling bab, dados sedaya kedah dipun mangertosi kanthi titi, tata lan taliti, ing ngendon temtu badhe saged sempurna, mboten tumpang suh, tur mboten gampil anglepataken dhateng sok sintena kemawon.

Mekaten ugi ngudi kawruh kelahiran sanesipun, punapa dene kawruh kaluhuran ingkang permati, inggih kedah mawi cara mekaten punika, inggih ingkang kawastanan bontos ing kawruh lan lakune punika kados pangudining bab sastra kala wau. Tembungipun sanes kawruh kuwi kudu saged di:
1. rungokake
2. rasakake
3. mangerteni
4. tindakake, lan
5. undhuh oleh-olehane dening awake dhewe utawa janma liyan.

Menawi dereng saged mekaten, tetep namung grambiyangan kemawon, ingkang ateges sedaya dereng sampurna lan dereng bontos. Menawi dereng bontos angsal-angsalipun inggih namung tuna dungkap utawi tumpang suh kemawon. Wekasan rugi piyambak. Menawi sampun rugi gampil duka, menawi sampun duka badhe ical sedaya kawruh ingkang sampun dinarbenan.

Menggah dununging dhasar ingkang ngengingi dhateng kawruh wonten tigang perkawis, ingkang satunggal lan satunggalipun inggih punika:

1. KAWRUH KELAHIRAN JATI, ingkang asalipun saking dayaning pancadriya lahir.

2. KAWRUH SALWA BUDHI utawi kawruh saking dayaning pancadriya batos, ingkang sinebat Parakitan.

3. KAWRUH BUDHI JATI ingkang asalipun saking dayaning Gesang sejati, sinebat Pengracutan.

Sedaya wau kenging sinebat kawruh Kasunyatan utawi kawruh Kasampurnan. Nanging kedah dipun emuti daya kekiyatanipun satunggal lan satunggalipun. Tegesipun Sampurna utawi Nyata tumrap pun pancadriya lahir, sampurna lan nyata tumrap pancadriya batos lan sampurna sarta nyata tumrap jatining Gesang, ya gesang sejati, tan kena ing pati, langgeng gesang ing sedaya alam sarta sampun anglimputi sedaya dumados. Kantun sakpunika para janma piyambak, milih ingkang pundi, nanging adatipun milih ingkang gampil, rak inggih ta

1. Kawruh Kelahiran Jati ingkang asalipun saking pancadriyaning sedaya janma

Kawruh punika tumindakipun inggih mawi tumindaking kuwandha, upaminipun nyerat, ngetang, anggambar, adedamelan, maos, ngandika, angganda, mirengaken, ngothak-athik reroncening alam, ngothak athik reroncening bawana, ngothak-athik reroncening jagad sedaya, rerembagan ingkang saged kanalar namung mawi dayaning pancadriya lahir. Sedaya kala wau menawi kaudi temen-temen, dadosipun sae dhateng pakarti, pramila tumindak mekaten punika sinebat Daya Pakarti, inggih pakartining pun panca driya. Nanging awonipun lajeng saya ageng milikipun, jalaran pun kuwandha punika sipatipun namung milik thok, upaminipun lajeng nyuwun opah, nyuwun katebus mawi raja brana, nyuwun kalintenan mawi wewujudan gantos ingkang sakmurwat kaliyan pakartinipun.

Dados Kawruh Kelahiran Jati punika satunggaling kawruh ingkang gegayutan kaliyan sedaya kawontenaning lahir utawi kelahiran. Dene kawontenan ingkang sinebat kelahiran mekaten, inggih punika sedaya kawontenan ingkang wonten ing jagad gumelar punika sedaya. Upaminipun:

1. Kawruh tumrap dhateng wontening bawana, candra, kartika, swasana, lan sanes-sanesipun.
2. Kawruh tumrap dhateng wontening jawah, angin, lesus, prahara, barat, benter, lan sanes-sanesipun.
3. Kawruh tumrap dhateng wontening samodra, bengawan, lepen-lepen, arga-arga, bantala-bantala, lan sanes-sanesipun.
4. Kawruh tumrap dhateng janma manungsa, kewan-kewan, thethukulan, lan sanes-sanesipun.
5. Sedaya kawruh tumrap dhateng kabetahaning janma manungsa, ing antawisipun:
a. Bab pados tedha, lan sandhang
b. Bab makarya
c. Bab pasinaon ing pamulangan
d. Bab sesrawungan
e. Bab kawasisaning janma limrah, lan sanes-sanesipun.

Dados wosipun sedaya kawruh ingkang taksih saged lan kenging kanalar kanthi daya kekiyataning ubarampening pancadriya lahir, punika sedaya sinebat kawruh kelahiran jati. Tembung Jati namung kagem mangertosaken bilih kawruh wau pranyata sanes kawruhing kaluhuran nanging pancen saestu-estu kawruhing kelahiran, pramila lajeng katambahan jati, ingkang ateges murih cethanipun. Dados tembung jati ing ngriki sanes ateges jatining dumadosing kedadosan, nanging jati inggih jatining kelahiran. Kanthi dhasaring kawruh kala wau, sakboten-mbotenipun para janma sampun saged anggambaraken pundi ta sejatosipun ingkang sinebat kawruh kelahiran punika.

2. Kawruh Salwa Budhi ingkang asalipun saking dayaning pancadriya batos

Kawruh Salwa Budhi mekaten anglimputi sedaya gegayuhan ingkang gegayutan kaliyan raos pengraosing janma piyambak, ingkang taksih dumunung wonten ing pancadriya batos, dereng ngantos bontos dumugi asal lan puruging dumadi.

Menawi para janma sampun saged nindakaken bab-bab punika, inggih punika ingkang ngengingi bab rasa-rumangsa tresna ing sak-padha-padha, welas asih, suba sita weruh ing traping susila, tansah lembah manah, wani ngalah, mboten gampil krenehan, tansah marsudi ing tentreming kalbu, ajrih ing lepat, nanging tansah wani ing bener, lukita ing basa lan sastra, wasis adamel renaning ngasanes, mboten remen gegujengan ingkang tanpa paedah, tansah angggulang ing kautaman, tansah marsudi mrih rahayuning kawontenan, kinajenan ing sesami, tinresnanan ing sesami, lha punika sampun kepetang lumayan.

Tembung dumunung ing pancadriya batos, jalaran sagedipun tumama taksih angginakaken pancadriyaning lahir, dados menawi tanpa punika ugi mboten badhe saged katindakaken. Sinebat batos mekaten inggih punika daya kekiyatan ingkang asal saking gesang sejati badhe medal anyamadi pancadriya lahir, dados dunungipun wonten ing antawisipun budhi jati kaliyan kelahiran jati. Inggih kawruh punika ingkang sinebat kawruh ingkang taksih mangro tingal. Sinebat mangro tingal, jalaran kados-kados sampun nyinggol dhateng kawruh budhi jati, tundhonipun malah taksih dumunung wonten ing kawruh kelahiran jati. Kados-kados sampun nyandhak ing bab gesang sejati, dhawahipun namung dumunung ing raos pengraos. Kados-kados sampun amberat wontenipun kawruh kelahiran jati, ndadak ngglethek taksih dumunung ing pangandikan thok kemawon ingkang asipan ndakik-ndakik pramila inggih wonten ing kawruh punika janma tansah repot badhe amisahaken satunggal lan satunggalipun kawontenan, jalaran pancen dereng nate pirsa bedanipun lan pilah-pilahanipun. Dene menawi sampun pirsa inggih gampil kemawon, upaminipun sampun mangertosi, yen karembag punika taksih dumunung wonten ing kawruh kelahiran, ingkang karembag punika sampun wonten ing kawruh Salwa Budhi, wekasan ingkang karembag punika sampun dumugi kawruh Budhi Jati.

3. Kawruh Budhi Jati, inggih kawruhing gesang sayekti, inggih kawruh ingkang kagem ngudi dhateng blegering janma manungsa utawi sangkan paraning dumadining janma manungsa.

Wonten ing salebeting kawruh punika, janma manungsa wiwit nalusur wiwitaning dumadining janma, blegering janma manungsa, lakuning janma, pikolehing janma, ngantos dumugi ing asalipun malih, sinebat bali marang mula-mulanira, inggih punika tumuju dhateng paranipun. Menawi para janma sampun wiwit andungkap dhateng babagan punika, adatipun alamipun sampun beda kaliyan nalika janma taksih dumunung wonten ing kawruh kalih kasebat nginggil. Beda jalaran sampun kirang ambetahaken kekalihipun kala wau, awit inggih pancen tanpa gina yen ta kalih kawruh wau taksih kagape. Pramila kathah-kathahipun sinebat wus datan maelu ing anane jagad gumelar, namung tansah maelu dhateng dhasaring pangudi dhateng Gesang Sejati kala wau. Lha wonten riku punika gawating lampah tumrap janma ingkang taksih srawung kaliyan janma sanesipun, jalaran taksih kedah ngagem tata praja, tata susila, tata basa lan sastra, nanging sejatosipun kala wau tumrap para pangudi Kawruh Budhi Jati kuwi kabeh dudu apa-apa, jalaran wus pirsa ing kahanan kabeh kang gumelar lan kang ora gumelar.

Janma ingkang sampun mekaten punika menawi ngendika mesti kaleksanan, menawi dhawuh mesthi leres, menawi tumindak punapa kemawon sampun tanpa kagalih, tanpa kaetang-etang, tanpa kakinten-kinten, jalaran kabeh mau sarwi cetha wela-wela. Mboten wonten ingkang sisip lan sembir, kados dene Sang Pandhita Rengganis ingkang teteki ing Arga Pura, sesampunipun nilar keprajan kala rumiyin. Menawi janma sampun saged mekaten, we lha sampun ngantos wani gumampil, punika andrawasi sanget, nanging emanipun lha kok taksih sekedhik sanget ingkang saged mangudi dumugi ing ngriku.

Janma ingkang sampun mangertosi pilah-pilahanipun satunggal lan satunggalipun, sedaya kala wau badhe tumindak kanthi gampil lan mboten angel, jalaran pun angel sampun tindak jengkar tebih sanget, dene menawi dereng jebul pun gampil ingkang tebih. Tebih lan celakipun pun angel utawi gampil punika minggahipun dhateng pangertosanipun janma piyambak. Pramila badhe angudi dhateng satunggaling bab, pangertosan kedah langkung rumiyin dipun taros, wus ngerti tenan apa durung.

HAKEKATE MARTABAT SANGA (SEMBILAN)

HAKEKATE MARTABAT SANGA (SEMBILAN)
September 28, 2009
a. Kaping wolu : akarsa malih, martabat Hayan Sabitah arane,
b. Hayan iku sejatining urip, Sabitah teteping pati mangka tetep tinetepan, pati lan uripe tetep!
Bahasa Indonesia ssebagai berikut :
a. Yang ke delapan : menghendaki lagi, martabat Hayan Sabitah namanya,
b. Hayan itu ialah hidup, Sabitah ketetapan dari pati, maka saling memantapkan, hidup dan mati tetap menatapi!
Tujuan hidup yang “sebenar-benarnya” disebut dengan bahasa Arab “Hayan Sabitah” arti kata “hayan” ialah “hidup” yang bagi diri manusia, sama dengan kehidupan; dan sabitah artinya; baik, mulya, sempurna! Dengan demikian tujuan hidup ini yang paling pokok, ialah hidup senang, tentram, mulya, bahagia dan sebagainya tanpa sifat-sifat lawannya!
Dimuka telah disinggung-singgung suatu anggapan “apakah sifat wujudNYA harus manifestasinya dulu sebagai manusia?. Kalau anggapan itu benar maka sempurnalah Alam Semesta (Tuhan) mewujudkan citaNYA sebagai bentuk apa yang kita alami sekarang, kalau diingat bahwa Datwajibulwujud yang berpangkal dari kesempurnaan empat unsur tersebut sebelum keadaan ini, sudah merintis sifatNYA secara evolusi sekian juta tahun silih berganti, sifat-sifat itu tidak ada yang sesempurna sifat manusia.
Dari sifat wujudNYA yang “tidak sempurna” selanjutnya menuju kekesempurnaannya, marilah kita meninjau fa’al hidup dari beberapa serangga sebagai perumpamaan :
1. Dari telur menetas itu lahirlah seekor ulat yang berkeliaran dari satu pohon ke lain pohon, makan daun-daun untuk kelangsungan hidupnya.
2. Ia sama sekali tidak mengerti bahwa induknya adalah seekor Kupu-kupu yang cantik dan dapat terbang.
3. Selang beberapa hari si Ulat berhenti sebagai pemakan daun-daunan, kemudian ia mencari tempat yang aman untuk berlindung. Selanjutnya ia mengerutkan dirinya dengan kelamad yang keluar dari mulutnya dan nanusnya, setelah cukup kuat, ia diam seribu bahasa seolah-olah bertapa, kemudian, badannya yang tadinya gembur dan bergelang-gelang, kini menjadi kepompong tetap dalam kondisi diam sama sekali tidak bergerak!
4. Phase terahir dari “tapanya” menjadikan ia seekor Kupu seperti induknya, dan kini sempurnalah hidupnya. Tidak lagi makan daun-daunan tetapi menghisap madu yang segar dan manis itu, dan tidak lagi berjalan dengan kakinya yang 12 buah, kini dapat terbang!
Didalam hati saya bertanya : “Mungkinkah ia juga merasakan manisnya madu, mungkinkah ia merasakan senang hatinya”!? kupu-kupu itu tidak mengerti bahwa setelah bertelur lalu mati, juga ia tidak mengerti berapa lama ia harus hidup sebagai kupu-kupu? Mungkin sekali seperti kupu-kupu itu adalah fungsi daripada Hayang Sabitah; artinya sifat-sifat makhluk sepertinya dapat merasakan “rasa manis dan sebagainya” sekedar beberapa hari saja; tidak seperti manusia, ia dapat merasakan segalanya!. Timbul keyakinan bahwa : sifat dari wujudNYA bukanlah Kupu-kupu sebagai tujuanNYA, akan tetapi sifat Kupu-kupu tersebut kesempurnaannya hanya sampai disitu, ia tidak nanti berevolusi lagi menuju sifat terakhir sebagai kesempurnaan sifat hidupnya! Benarlah apa yang diucapkan Prof. A.C. Morrison, “Mungkin ada akal yang Maha Tinggi untuk mewujudkan kehendakNYA”!.
Dari proses makhluk-makhluk sendiri andai kata manusia “belum ada” sebagai manifestasiNYA maha – akal yang Tinggi itu, saya kira dunia ini hanya terisi oleh makhluk-makhluk sekian juta jenisnya itu, akalnya (nalurinya) hanya dibatasi bentuk-bentuk sifatnya. (Yang segera punah)!!
Karena itu sebagai tujuan terakhir dari sifat-sifat hidup yang membisu dan akal terbatas itu lahiriyah manusia! Manusia yang serta merta membawa segala kebutuhan-kebutuhan dari segala kemauan yang tersalur melalui bahasa dan indera-inderanya! Mungkin tepat adanya anggapan; “kehendakNYA tidak akan sampai terwujud sekaligus menuju ketujuanNYA : tanpa lebih dahulu Datwajubulwujud meleburkan kehendakNYA, sebagai manusia”!.
Suatu sanggahan misalnya, mengapa kalau harus demikian Agungnya manusia masih saja mencuri, menipu, merampok, jadi jahat dan sebagainya? Jawaban itu dapat dikembalikan, pada : sifatNYA yang secara dinamis dan panta rei bahwa adanya sifat dan watak manusia yang demikian, adalah sifat-lawanNYA sebagai keseimbangan! Dan disinilah maka tujuan hidup itu terus berkembang dan mengurangi keseluruhan sifat-sifat diats; apakah ia akan mati, berputus asa, bosan dan lain-lain sifat-sifat yang ia arungi, memang itulah tujuan hidup yang sebenarnya, menuju Hayan Sabitah!
Bagaimana bentuk serta alam Hayan Sabitah itu? Jawabannya hanya berkisar pada hati. Kita puas dan bahagia hidup dengan hasil usaha sesuai sifat lingkungan dan alam sekitar, apakah ia kuli, bakul air, atau saudagar sekalipun seharusnya merasa senang dan bahagia dengan hasil ikhtiyarnya! Banyak orang-orang mewah namun hasil daripada perbuatan yang eksesnya merugikan orang lain, bentuk korupsi, penipuan atau menghisap tenaga manusia dan lain-lain yang erat hubungannya dengan kejahatan-kejahatan!.
Kemudian, hidup yang meraka anggap senang dan puas; nafsu-nafsu mereka mungkin diselubungi adanya sifat kekurangan-kekurangan apakah dilihat dari sudut teknologi atau kesehatan, pertanian dan plitik, kesemuanya untuk mewujudkan Hayan Sabitah, kesempurnaan yang harus dicapainya apakah akan mewujudkan kendaraan ruang angkasa, pertanian-pertanian yang menghasilkan buah yang melimpah dan gemuk-gemuk, obat-obatan yang membentuk keremajaan kembali, semuanya adalah tujuan hidup menuju ke Hayan Sabitah!.
Demikian gambaran secara umum yang didasarkan kepada “kelahiran” yang aspeknya hanya mementingkan rasa; padahal tujuan yang pokok dari Hayan Sabitah adalah kesempurnaan daripada “hidup dan mati” yang seharusnya pada tingkat dan rasa yang sama!. Kalau awal kejadiannya tiada rasa apa-apa akhir kejadiannyapun seharusnya juga dapat mencapai alam yang tiada rasa (Layu Khayafu!), atau luluhnya Kawula Gusti!!.
Lanjutan dari Martabat Sanga.
c. “Sapa kang jumeneng ing Hayan Sabitah, iya Kang Maha Suci, iku Hurip kita, sadurunge ana bumi langit, trus samengkone;
d. Uripe Hayan Sabitah, iku purbaNE, rasa wisesane karsa, sempurnane otot-bayunira, lungguhe ing syulbi, hiya iku enggone Rasulullah”!!.
Bahasa Indonesia :
c. “Siapakah yang bersemayam di Hayan Sabitah, ialah Yang Maha Suci, itu Hidup kita, sebelum terjadinya bumi dan langit, terus hingga sekarang;
d. Hidupnya Hayan Sabitah, itu purbaNYA, rasa pamisesaannya kehendak, sempurnanya otot-otot dan bayumu, mukimnya di syulbi, yaitu tempatnya Rasulullah”!!.
Yang dimaksud : Dat Yang Maha Suci atau Dat Yang Menghidupi – sebelum terjadinya bumi dan langit atau kita kenal alam semesta ini sebenarnya “belum apa-apa” dan belumlah juga IA meleburkan Datnya sebagai wujud, setelah mana Dat itu mensifatkan wujudNYA, maka di sifat-sifat itulah Dat baru mempunyai tujuan, yang corakNYA terbawa oleh pengalaman hidupnya sifat-sifat tersebut!!.
Dari hasil pengalaman yang jutaan tahun inilah, maka Hidup itu pandai dan cerdas serta tangkas, hasil dari prosesnya sendiri! Diatas, pada alinea d. Terdapat kata-kata “hidupnya Hayan Sabitah itu adalah purbaNYA artinya ke-kesempurnaan yang bertolak dari rasa yang dipengaruhi oleh kehendak ialah Hayan Sabitah sebagai tujuan akhir dari hidupNYA”.
Dengan demikian corak hidup yang bagaimanapun bentuknya, adalah ber-Tujuan Satu ialah serba rasa, atau “among – rasa” yang dimaksudkan adalah hidup kita!!.
Katakanlah hidupNYA bersifat : siput, lebah, gajah dan sebagainya secara teratur, sekalipun pada sifat-sifat itu “ke Hayan Sabitahannya” terbatas; agaknya aneh sekali bahwa peranan-peranannya sifat hidup itu keseluruhannya toh bagi kepentingan manusia!!.
Suatu contoh : lembu bentina yang gemuk, selain susunya yang amat berguna bagi pertumbuhan fa’al hidup manusia, juga kulitnya, tanduknya, dagingnya, kotorannya, bulunya seluruhnya bagi kepentingan manusia, tanpa nama Hayan Sabitah masih pincang! Serangga dan margasatwa seolah-olah tidak berhak untuk hidup, namun manusialah dalam hal ini sebagai penjaga dan pemelihara demi Hayan Sabitah.
Dengan merenungkan pekerti sendiri diatas, timbullah keyakinan, bahwa wujud dari sifatNYA yang kini berakhir sebagai Manusia, sudah tiada lagi makhlik yang lebih atas lagi taraf bentuk dan sifatnya, kini “manusia Bumi” tinggal mencerdaskan otak sebagai perpaduan dan motor dari kehidupan menuju Hayan Sabitah!!.
Secara lahiriyah kita berlomba-lomba sebagai pengemban RahsaNYA, secara bathiniyah kita berlomba mengikis nafsu untuk tujuan terakhir yang akan kita hayati apakah nanti di alam pati kita beroleh layukhayafu (tujuan yang teratas), atau di alam nasut zabarut (alam Rasa), apakah di alam malakut, kita hanya berjuang untuk sekedar menyelaraskan bukan mengharuskan!!.
Kembali pada alinea d. Bernarkah rasa-rasa itu pemurbawisesaannya karsa (kehendak) atau timbulnya rasa adalah harkat dari kehendak?? Memang benar, kalau seandainya kehendak kita hanya “nrima” atau “trima apa adanya” saya kira Hayan Sabitah hanya sebagai perisai, yang sebenarnya alam semesta (Allah, Tuhan) hanya merasakan apa yang dirintis oleh kehendak, misalnya tanpa merobah susunan rasa asli, yang bersumber pada hidup hayati dan nabati manusia hanya merasakan “rasa asin” ia tidak mengerti rasa manis, gurih, pedas dan sebagainya, tanpa ber-kemauan untuk mengikuti kehendak yang ingin merasakan!.
Kodrat dan Iradat berjalan serentak demi menggalang RahsaNYA; sebenarnyalah tanpa “kodrat dan iradat” tidak nanti akan ada Tujuan Hidup mungkin Hidup tak mau hidup, lama-lama punah!!.
Terserah para wasisi sendiri untuk menilai yang lebih bebas dan tepat.
Sumber : Buku Wedaran Wirid III, Ki R.S. Yoedi Parto Yoewono.