Jumat, 28 Agustus 2009

Kutukan sakti

Sadar, bebas dan hidup. Perhatikan urutan ini. Anda harus mulai dari kesadaran. Sadar dulu, baru memproklamasikan kemerdekaan. Kemerdekaan, kebebasan tanpa kesadaran tidak akan tahan lama. Kesadaran adalah bekal awal. Tanpa bekal itu, kemerdekaan yang anda proklamasikan tidak bermakna sama sekali. Sewaktu-waktu, jiwa anda bisa dijajah kembali. Dulu penjajahnya lain, sekarang penjajahnya lain. Budak tetap budak. Sekali lagi, sadarilah kemampuan diri, potensi diri-keilahian dan kemuliaan diri. Setelah menyadarinya, baru memproklamasikan kemerdekaan. Baru membebaskan diri dari segala sesuatu yang mengikat diri anda, yang merantai jiwa anda. Kemudian anda baru hidup. Anda baru bisa menikmati hidup ini. Anda baru bisa merayakan kehidupan anda! *1 ABC Kahlil Gibran

Kutukan Sati

Raja Parikesit, terus menyimak kisah Resi Shuka, bagaimanakah hubungannya Raja Citraketu yang menguasai kesadaran Brahmavidya dengan asura Vrta. Dirinya sengaja semakin membuka diri, kisah Resi Shuka dibiarkan leluasa memasuki relung-relung hatinya. Pola pikiran lama sengaja disingkirkannya dan bahkan dibuang dari dirinya, dipersilahkan pemahaman baru mengisi relung-relung yang ditinggalkan oleh pola lama.

Pada suatu hari, Raja Citraketu yang telah melepaskan diri dari keterikatan dunia sedang berjalan melewati Gunung Kailasa. Dia melihat Mahadewa dikelilingi para murid dan sedang duduk di tengahnya. Pada pangkuannya ada Sati dan satu tangan Mahadewa sedang memeluknya.

Raja Citraketu berkata, “Ini merupakan suatu kejutan, Mahadewa yang dijunjung tinggi manusia karena kebijaksanaannya sedang bercinta dengan isterinya di muka umum. “

Sang Mahadewa hanya tersenyum mendengar perkataan sang raja. Tak seorang pun dari tamu dan muridnya yang berbicara. Tetapi Sati tidak bisa menerima kekasaran tamunya dan menggerundel “Manusia ini sangat besar, menguasai pengetahuan keilahian, dan sedang berpikir untuk memberikan pelajaran etika kepada orang seperti kami.” Sati melanjutkan dengan perkataan lebih keras, “Kamu menganggap semua yang hadir di sini, Resi Narada, Resi Brigu termasuk bodoh dan tidak mengetahui etika. Kamu tak layak mencapai Narayana dan kukutuk agar lahir sebagai Asura karena keangkuhanmu.”

Raja Citraketu turun dari kereta dan bersimpuh di depan Sati dengan segala kerendahan hati. “Bunda Dunia, aku menerima kutukanmu. Apa yang ditetapkan para dewa, apa yang diucapkan sebagai kutukan, pada kenyataannya adalah sebagai akibat dari perbuatan diri pada masa yang lalu.”

“Manusia terperangkap dalam maya, dan tidak mengetahui bagaimana melepaskan diri dari jeratan kelahiran dan kematian yang tak berkesudahan. Atman menjauhi putaran ini. Paramatma menciptakan makhluk bersama mayanya. Ia yang memberi keterikatan, Ia pula yang membebaskan dari keterikatan. Ia tidak pernah terlibat. Ia tak pernah mencintai atau membenci orang. Ia tak punya saudara atau teman. Segalanya nampak mirip baginya. Rasa kebalikannya juga tak ada. Dia berada di luar dualitas. Bagaimana mungkin suatu kemarahan menemukan suatu tempat di dalam-Nya? Tidak Bunda, aku tidak marah karena Bunda mengutuk aku. Tidak juga aku minta Bunda menarik kutukan. Jika kata-kataku menyakiti hatimu aku mohon maaf.”

Setelah memberikan penghormatan, Raja Citraketu melanjutkan perjalanan dengan senyuman di wajahnya. Semua yang hadir masih ternganga oleh kata-kata sang raja. Mahadewa membalas senyuman dan berkata pelan kepada sang dewi, “Sekarang apakah kau tidak melihat keagungan seorang bhakta Narayana? Tidak ada apa pun yang akan mempengaruhi dia. Surga, neraka, kutukan, berkat semua sama bagi bhakta Narayana..................
.....”

Dan, keadaan menjadi sangat hening. Semua yang hadir menahan napas, angin pun menahan diri untuk tidak bertiup, matahari tetap bersembunyi di balik awan, induk burung pun menunda terbang menikmati tindakan agung seorang makhluknya.

“Ia akan menemukan kedamaian di mana saja. lihatlah kedamaian pada wajah yang telah kauhukum. Dia dapat membalas kutukanmu tetapi tidak dia lakukan.”

Kemarahan sang dewi pun berkurang..........

Karena kutukan Sati, yang sebetulnya adalah akibat tindakan di masa lalu, Raja Citraketu akan dilahirkan kembali sebagai Asura.

Keangkuhan Indra

Sebagai raja surga, pada suatu saat Indra menjadi angkuh. Segala ilmunya tertutup oleh awan keangkuhan. Saat Resi Brihaspati, guru para dewa datang ke istana Indra tidak bangun dan menghormati gurunya. Sang Guru kemudian pulang dan meninggalkan istana. Indra menyadari kesalahannya dan mencoba mendatangi rumah gurunya untuk bersujud dan mohon maaf, akan tetapi Resi Brihaspati sengaja pergi dari rumahnya.

Untuk meniti jalan ke dalam diri, untuk menemukan Keindahan dalam diri, anda tidak harus “berpengetahuan” banyak atau “berpendidikan” tinggi. Banyaknya pengetahuan dan tingginya pendidikan malah bisa menjadi penghalang. Pengetahuan berlebihan akan mengaktifkan pikiran. Dan pikiran tidak berkepentingan dengan “Keindahan” dalam diri. Pikiran selalu mencarinya di luar. Dengan pikiran yang super-aktif, anda juga akan semakin jauh dari rasa, dari hati anda. Anda akan semakin jauh dari “Keindahan” yang ada di dalam diri anda. *1 ABC Kahlil Gibran

Kehilangan guru penasehat para dewa, dimanfaatkan oleh para asura. Mereka melakukan peperangan dengan Indra, dan Indra mengalami kekalahan. Indra dengan penuh kesedihan menemui Brahma. Brahma mendengarkan dengan seksama pengakuan Indra dan memberi nasehat, “Karena kesalahanmu tidak menghormati guru, kamu dikalahkan secara memalukan. Sekarang datanglah ke Resi Visvarupa dan mohonlah agar dia bersedia menjadi guru para dewa. “

Kala Indra menemuinya, Visvarupa tersenyum, “Peran pendidik tidak baik untukku. Menjadi pendidik dapat meningkatkan rasa ego yang masih ada dalam diri asura seperti diriku. Akan tetapi kamu dalam gangguan dan kamu minta aku menjadi gurumu. Adalah suatu dharma untuk membantu mereka yang sedang membutuhkan bantuan. Aku tidak mampu menolakmu, maka aku bersedia menjadi gurumu.”

Para dewa diberi pelajaran tentang penyebutan nama Narayana. Setiap pikiran, ucapan dan tindakan harus selalu disertai ucapan nama Narayana. Mantra atau zikir tersebut memenuhi diri semua dewa. Ingatan para dewa hanya tertuju kepada Narayana. Dengan mantra suci tersebut para dewa memperoleh baju pelindung besi yang kuat. Dengan baju pelindung tersebut Indra dan para dewa menyerbu kembali dan dapat mengalahkan para asura.

Kelahiran Vrta

Visvarupa dibaratkan mempunyai tiga kepala, kepala manusia, kepala dewa dan kepala asura. Semua pertimbangan tergantung bagian kepala mana yang aktif. Pada suatu saat Resi Visvarupa memimpin acara ritual persembahan. Dalam acara tersebut Visvarupa harus menyebutkan suatu permohonan kepada Tuhan.

Indra tiba-tiba teringat nasehat Brahma, walau bagaimana pun di dalam diri Visvarupa masih ada sifat asura dan agar Indra waspada pada waktu dia memimpin acara ritual persembahan. Kesadaran datang terlambat, Visvarupa cenderung kepada kelompok asura dan dia telah mohon berkat bagi kelompok asura. Indra sangat marah dan Visvarupa segera dibunuh olehnya.

Tvasta orang tua Visvarupa sangat marah, karena putranya dibunuh Indra setelah membantu para dewa. Dia segera melakukan ritual persembahan dan muncullah raksasa hitam, tinggi besar, rambut dan matanya merah. Ia memegang trisula. Dia adalah Vrta, titisan Raja Citraketu.

Vrta segera memimpin para asura menyerang para dewa. Para dewa kocar-kacir tak mampu melawan Vrta. Para dewa selanjutnya mohon kepada Narayana apa yang harus dilakukan dalam menghadapi kesaktian Vrta. Indra dan para dewa diberi petunjuk untuk mohon kepada Resi Agung Dadhici, agar tulangnya yang kuat dibuat sebagai senjata dewa.

Altruisme Resi Dadhici

Para dewa bersimpuh di hadapan Resi Dadhici, “Paduka Resi adalah manusia agung penuh rasa kasih kepada mereka yang sedang menderita. Hanya jika seseorang tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri maka dia akan mohon bantuan. Kami sadar bahwa permohonan kami tidak pantas dan terasa sangat kejam, tetapi menurut Narayana, hanya hal ini yang dapat menyelamatkan para dewa.”

Resi Dadhici segera menutup mata, larut dalam keheningan, dan beberapa saat kemudian menghela napas panjang, “Kematian adalah hal yang paling tidak disukai, bahkan bagi manusia yang paling tenang sekali pun. Sekalipun Narayana sendiri yang memintanya, manusia mengalami kesulitan untuk menyerahkannya. Apalagi bagiku yang telah diberi keabadian.”

“Bagaimana pun, kalian telah mengingatkan diriku, bahwa seseorang tidak dapat mencapai dunia yang lebih tinggi ketika menolak ‘swadharma’nya. Seorang manusia yang dapat membantu kebaikan tetapi diam saja sama halnya dengan sebatang pohon. Ribuan tahun mendatang, akan kalian temukan banyak manusia yang diam saja melihat ketidakadilan, diam saja walau diberi kesempatan untuk melakukan dharma. Bahkan sekedar bersuara saja diurungkannya. Mereka mempunyai otak, tetapi diam seperti pohon.“

“Baru saja Narayana memenuhi diriku dengan semangat pengabdian. Aku rela menyerahkan tulangku ini kepada Indra. Tulangku ini berguna bagi kebajikan. Tulangku akan menjadi alat dharma yang abadi. “

Resi Dadhici menitikkan air mata, hatinya hanya tertuju pada Narayana, “Apa yang dapat kami persembahkan Gusti? Pada hakikatnya segalanya adalah milik Gusti. Biarlah tulang yang diamanahkan pada diriku ini memberi andil bagi kebajikan. Aku rela, aku ikhlas...... Gusti”

Indra dan seluruh dewa terharu, suara terisak-isak memenuhi ruangan. Dinding-dinding, lantai dan atap bergetar, suara Resi Dadhici disimpan mereka. Peristiwa agung tersebut direkam oleh mereka. Ternyata ada manusia yang berjiwa begitu agung......... Suara Resi Dadhici adalah suara Dia yang bersemayam dalam hati sang resi.

Resi Dadhici menujukan semua pikirannya kepada Narayana, dan dia pun meninggalkan raganya. Visvakarma arsitek para dewa membentuk tulang kuat Dadhici sebagai Vajra, senjata Indra.

Tanaman dan hewan pun memberikan banyak persembahan kepada makhluk lainnya. Sumber makanan lebah adalah nektar dari bunga-bungaan. Karena bunga hanya mekar pada musimnya, maka lebah menyimpan nektar yang mereka kumpulkan dengan menambah cairan khusus yang dikeluarkan oleh tubuh mereka untuk dipergunakan sebagai makanan pada saat pohon tidak berbunga. Campuran yang bergizi inilah yang disebut madu. Untuk menjaga kualitasnya, temperatur madu dipertahankan sekitar 350C. Pada waktu kondisi panas mereka berkumpul untuk mengipasi madu dengan sayapnya. Untuk mencegah makhluk asing masuk mereka mempunyai penjaga yang akan mengusir mereka yang mengganggu. Agar bakteri tidak mengganggu, mereka mengeluarkan ”resin” yang sekaligus dapat mengeraskan sarang mereka. Pertanyaannya adalah mengapa lebah membuat madu berlebihan yang jauh melebihi kebutuhan dirinya? Bahkan menjaga kemurnian madunya yang sebagian besar justru dipersembahkan kepada manusia?

Induk ayam bertelur sebutir setiap hari, dan tidak semuanya dipergunakan untuk meneruskan kelangsungan jenisnya. Induk sapi juga memproduksi susu melebihi kebutuhan untuk anak-anaknya. Padi di sawah menghasilkan butir-butir gabah yang jauh melebihi kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidup kelompoknya. Pohon mangga juga menghasilkan buah mangga yang jauh lebih banyak dari yang diperlukan untuk mengembangkan jenisnya. Pohon singkong memberikan pucuk daunnya untuk dimakan manusia, akar ubinya pun juga dipersembahkan, mereka menumbuhkan singkong generasi baru dari sisa batang yang tak terpakai. Sifat alami alam adalah penuh kasih terhadap makhluk lainnya. Lebih banyak memberi kepada makhluk lainnya. Sikap yang altruistis memikirkan kepentingan orang lain selaras dengan alam. Egolah yang membuat manusia lebih mementingkan dirinya sendiri.

Pertempuran Indra dengan Vrta

Berbekal vajra, Indra dan para dewa menyerang para asura. Para asura kucar-kacir dan Vrta maju ke depan sambil berkata penuh semangat, “Kematian tak dapat dihindari. Sekali dilahirkan pasti mati. kalau tahu harus mati, menunda kematian dengan berbalik arah adalah tindakan yang sangat memalukan.”
“Wahai para dewa, tidak ada gunanya melawan asura lemah, lawanlah aku!”

Indra mengayunkan tongkat kebesarannya dan ditangkap Vrta dengan mudah dan dilemparkannya pada gajah Indra yang menjadi terluka. Vrta sangat jantan, tidak mau menyerang Indra tanpa senjata. “Keluarkan vajramu Indra! Di mana ada Tuhan di situ ada kemenangan. Aku rela menyerahkan tubuh penuh dosa ini. Aku tidak berduka. Jangan risau vajramu telah diberkati Narayana. Kamu pasti membunuhku, jangan ragu!”

Seluruh pasukan terpesona oleh kata-kata Vrta. Para dewa pun tercengang dengan kata bijak seorang asura. Semestinya masyarakat yang merasa lebih beradab pun harus menghormati mereka yang dianggap tertinggal tetapi bijaksana.

Jauh lebih baik daripada kita yang mengaku beragama adalah para animis yang tidak merusak lingkungan, yang menghormati sungai dan pohon. Jauh lebih baik daripada kita adalah suku-suku terasing di pedalaman – Asmat, Baduy, Dayak. Jangan meracuni mereka dengan dogma-dogma agama yang justru akan menjauhkan mereka dari Tuhan, dari Ciptaannya, dari Kehidupan. Kalau mereka yang menyayangi lingkungan kita anggap tidak beragama, lantas siapa yang bisa disebut beragama? *1 ABC Kehidupan Kahlil Gibran

Vrta melanjutkan, “Badan ini tidak lebih dari suatu perbudakan, dan aku ingin mencapai Narayana. Gusti manakala mencintai bhaktanya, Dia tidak memberi kekayaan dari tiga dunia. Dia mengetahui bahwa kekayaan adalah penyebab kebencian, ketakutan, keangkuhan pertengakaran dan ketidakbahagiaan. Gusti memberi kebebasan dari semua ini, percayalah padaku. Getaran hati hanya dapat dirasakan, seorang kaya yang terikat keduniawian tidak pernah mengetahui hal ini.”

Adalah seorang pencinta. Cinta tanpa syarat, tak terbatas. Dia seorang pengasih. Kasih sejati, kasih Ilahi. Kenikmatan tiga dunia pun sudah tidak bisa mengikat dirinya. Apa pula yang dimaksud dengan tiga dunia? dalam tradisi India kuno, alam semesta dibagi dalam 3 bagian utama. Bhu atau Bumi. Bhuvah atau alam di bawah tanah. Svaha atau alam di atas bumi, di luar bumi. Tiga bagian utama itu kemudian dibagi lagi dalam sekian sub-bagian. Tiga Loka atau tiga dunia, tiga alam, bisa jugaditerjemahkan sebagai tiga masa – masa lalu, masa kini dan masa depan. Seorang meditator, seorang pencinta, tidak terikat dengan kenikmatan tiga dunia. Dia tidak mencintai karena ingin masuk surga atau karena ingin jiwanya diselamatkan. Dia mencintai karena cinta itu sendiri. Dia tidak perlu diberi iming-iming surga di mana dirinya akan dilayani oleh bidadari-bidadari cantik. Dia tak tertarik dengan sungai-sungai susu, madu dan arak yang mengalir di sana. *2 Narada Bhakti Sutra

Seseorang hanya dapat memberikan apa yang dipunyainya. Seorang anak mempunyai genetik bawaan dari ayah dan ibu. Setelah sadar, sifat yang tidak baik, diputus siklusnya, sifat genetik yang baik ditumbuh-kembangkan. Perbaikan genetik, itulah yang dapat dipersembahkan oleh anak yang berbhakti. Gusti mempunyai sifat keilahian dan kemuliaan, maka itu pula yang ada dalam diri manusia. Menumbuh-kembangkan keilahian dan kemuliaan itulah yang dapat dipersembahkan oleh manusia.

Kita lupa! Kita tidak ingat lagi bahwa kita sudah memiliki bekal dasar itu. Dan bekal-bekal lain yang kita peroleh dari orang tua, dari sekolah, dari agama, dari masyarakat, sepertinya tidak memuaskan juga. Kita masih merasa hampa, masih kosong. Masih mencari. Kita pikir dengan menimbun harta kekayaan bisa membekali diri. Ternyata tidak. Kemudian, kita pikir dengan meraih kedudukan dan menjadi tenar, kita akan bahagia. Ternyata tidak juga. Kita tidak pernah puas, karena alam bawah sadar selalu membandingkannya dengan bekal dasar kita, yaitu keilahian kita, kemuliaan kita. Lalu alam bawah sadar pula yang mendorong kita untuk mencari bekal-bekal lain. Semuanya terjadi dalam ketidaksadaran. Tanpa sadar alam bawah sadar kita berjalan terus, bekerja terus. Yang kaya semakin rakus, yang mengejar nafsu birahi semakin buas. Karena kita telah melupakan keilahian diri, kemuliaan diri. *1 ABC Kahlil Gibran

Mencapai Narayana

Tiba-tiba Vrta kehilangan semua pikiran tentang pertempuran. “Duh Gusti, jadikan aku hanya berpikir tentang-Mu. Biarkan aku bernyanyi dan bersuara hanya untuk-Mu. Biarkan badanku hanya melakukan perbuatan yang Engkau ridhoi. Aku hanya ingin Engkau. Aku tidak ingin Dunia Brahma atau Dunia Dhruva. Aku tidak ingin menjadi raja di atas bumi atau di bawah tanah. Aku tidak ingin moksha ataupun kecakapan dalam yoga. Aku rindu pada-Mu seperti anak burung yang merindukan induknya, seperti anak sapi menginginkan induknya. Aku telah ditangkap dalam pusaran kelahiran. Gusti berikan aku kebebasan!”

“Oleh karena selubung maya yang sudah kau lemparkan pada hidupku, aku terikat dengan badanku, isteriku, anak-anakku, rumahku dan kepemilikanku yang lain. Gusti tolong tarik selubung ini dan bantu memutuskan jaring keterikatan ini.”

Vrta melemparkan trisula dan Indra mengelak. Tangan Vrta dipotong dengan vajra. Vrta tidak marah terhadap Indra, ia marah kepada rasa sakit dan rasa marahnya. “Bukankah orang yang akan mati pun juga merasakan kesakitan yang sama? Bukankah pada waktu menjelang kematian, seseorang juga begitu sedih melihat salah satu tangannya sudah tak dapat digerakkan lagi?”

Kemudian Vrta memukul dagu Indra sampai vajranya terlempar. “Indra kenapa kamu ragu memungut vajramu? Ini bukan waktu untuk berpikir atau bersedih. Pungut vajramu. Kemenangan dan kekalahan terjadi setiap hari dalam hidup semua orang. Orang tidak bisa menang selamanya. Hanya Gusti yang mengendalikan dunia dan mengendalikan kejadian di dunia. Orang bodoh tidak mengetahui kebenaran dan mereka menganggap badan adalah akhir dan tujuan keberadaan. Tidakkah kamu melihat wayang, mereka digerakkan oleh sang dalang. Apakah wayang mempunyai kuasa untuk mematuhi diri mereka sendiri? Kita semua digerakkan oleh dawai-dawai di dalam tangan-Nya. Gusti membantu dan memelihara makhluk hidup, Gusti pula yang menghancurkan dengan tangan makhluk hidup yang sama.”

“Ia yang telah melihat ‘momok’ kematian, tidak akan takut menghadapi para maling biasa. Para prajurit yang pernah terlibat dalam perang nyata, tidak akan takut oleh lemparan batu dari anak-anak kecil.” Kematian adalah “Maling Kelas Wahid”-The Thief! Tidak ada maling sehebat dia. Ia “mencuri” nyawa anda—sesuatu yang tidak bisa dicuri oleh siapa pun juga, selain dia. Hanya seorang “pemberani”, seorang “pahlawan” yang tidak takut menghadapi kematian. Banyak diantara kita hanya “mengaku” tidak takut. Di balik pengakuan kita, tersembunyi “rasa takut” yang amat sangat mencekam. Kenapa kita takut mati? Apa yang membuat kita takut? Kita takut karena mengganggap kematian sebagai titik akhir. Kita takut karena kita pikir kematian akan merampas segala-galanya dari kita-bahkan “kekitaan” itu sendiri. Dan kalau anda merenungkan sejenak, rasa takut pun muncul karena “ego”. Seolah-olah kalau Anda mati, dunia ini akan kekurangan sesuatu. Kita takut mati karena tidak memahami kematian itu apa *1 ABC Kahlil Gibran

Vrta melanjutkan, “Indra, ketiga kualitas: sattva, rajas dan tamas adalah bagian-bagian alam dan mereka menjauhi Atman. Orang yang telah mencapai Brahmi, tidak akan terpengaruh oleh dualitas. Mari kita pasrahkan hasil pada Gusti. Mari bertarung sesuai kemampuankita!”

Indra berkata, “Aku kagum akan keagungan dirimu. Pikiranmu jauh di atas hal-hal keduniawian. Kamu adalah seorang siddha. Kamu telah melampaui maya yang memperdaya semua manusia. Rajas seharusnya menjadi perangai asura, tetapi kau bahkan telah melampaui ketiga sifat alami. Pikiranmu hilang dalam-Nya, dan aku memberi hormat pada keagunganmu. “

Pertempuran berlangsung sengit dan Indra berhasil membunuh Vrta. Sebuah sinar keluar dari Vrta dan menuju Narayana.

Raja Parikesit terharu, butir-butir air matanya membasahi kedua pipinya. “Terima Kasih Guru, tanpa panduan-Mu, diriku tidak dapat mengenal Tuhan. Semua menjadi jelas karena rahmat dan karunia Guru. Jay Gurudev!”

Namaste. Aku bersujud pada Dia yang berada dalam diri-Mu!

*1 ABC Kahlil Gibran Bersama Kahlil Gibran Menyelami ABC Kehidupan, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 1999.
*2 Narada Bhakti Sutra Narada Bhakti Sutra, Menggapai Cinta Tak Bersyarat dan Tak Terbatas, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar