Senin, 28 Desember 2009

SUKMO ROGO SEJATI DALAM KEBATINAN - TASAWUF JAWA & ISLAM

SUKMO ROGO SEJATI
DALAM KEBATINAN - TASAWUF JAWA & ISLAM

Sebenarnya Rogo sejati, sukma jati, guru sejati atau guru murshid sama saja…cuma sebutannya saja yang berbeda…..ada juga yang menyebutnya dengan Nur Muhammad yang disebut Ruh idhlafi yang merupakan Hakikat Sukma dan ini merupakan kehendak dari Dzat Yang Maha Suci.

Nur Muhammad adalah hakikat rogo sejati yang diakui keadaan Dzat dan merupakan perbuatan Atma dan menjadi Wahana dalam Alam Arwah ( Martabat 7 ) dan dari Nur Muhammad inilah yang menimbulkan Unsur-unsur Kehidupan yang menjadi Asal muasal Kehidupan.

Rogo sejati adanya pada kedalaman pribadi yang di pegang oleh Sang Pribadi…..melalui proses pengenalan diri sendiri maka muncullah cermin memalukan yang memberikan kenyataan kesadaran bahwa kotornya diri kita dan melalui proses selanjutnya maka kita bisa mulai mencari dan menemukan Sang Rogo sejati atau Adam Makna ……sama saja.

Dan dalam proses menemukan yang di butuhkan adalah totalitas Kesadaran, Keikhlasan, Ketulusan dan Kebulatan Tekad hanya untuk MencintaiNya seutuhnya ……tanpa ketakutan akan neraka atau keinginan akan sorga….yang ada hanya Dia.

Kadang ada yang menyamakan antara rogo sejati dengan saudara 4 …ini sesuatu yang berbeda walaupun asalnya memang dari perbendaharaan saudara 4 tetapi yang sudah di sempurnakan atau di tundukkan oleh Sang Penguasa Raga.

Kalo pengisian secara instant mengenai sukma sejati, mungkin ini bukan rogo sejati tetapi di sebut punden sari atau saudara 4, dan ini adalah tahap awalnya saja, karena untuk menemukan Penguasa Sukma ( rogo sejati ) melalui proses dan halangan yang cukup sulit, apalagi kalo dalam hidup kita masih sering tergoda kehendak jasad.

Dan sebetulnya bukan diisi, tetapi dibukakan pintunya melalui cakra-cakra yang berada tubuh kita sehingga bisa membangkitkan daya alam bawah sadar kita dan memungkinkan diri kita melakukan sesuatu di luar nalar.

Kenapa saya sebut sebuah perjalanan???

Karena ini semua harus kita jalani sendiri, dengan mulai dari sebuah keraguan, pencarian, penemuan, pemahaman, kesadaran dan penyatuan…..dalam sebuah cinta kasih yang tulus, dengan pengorbanan yang tak terkira untuk sampai kesana…untuk sampai ke pantai dan melihat samudera…untuk melihat dimana semua sungai bermuara ( kembali ).

Seperti Bima bertemu Dewa Ruci.

Bagaimana pertama kali kita akan dihadang oleh nafsu 4 perkara…..mula-mula sinar lutam, sinar merah, sinar kuning, sinar putih.

Berakhirnya perjalanan ….Pada zaman karamatullah kelak, waktunya maqamijabah, yakni terkabulnya segala sesuatu, segala apa yang dikehendaki terlaksana, karena lenyapnya Mutdah yang merupakan Dzat hamba, tinggallah Wajah yaitu Dzat Tuhan yang bersifat kekal.

Menuju cinta sejati …..adalah sebuah perjalanan yang penuh pengorbanan, saat hidup di kuasai rahsa maka nafsu menguasai jiwa, dan kita tidak akan mendapatkan atau menemukan apa-apa semuanya hanya semua, tidak abadi dan kekal.

Betul sekali bahwa ortu, anak istri…dan semua yang kita dengar, lihat, rasa, endus…semuanya hanyalah pinjaman dan akhirnya toh harus kembali ke asal….itulah yang dinamakan Kesadaran…

Jalan bertemu rogo sejati……adalah dengan menemukan Kesadaran dengan membersihkan jiwa, mengendalikan nafsu 4 menembus 3 cahaya akhir … pertama ; ikhlas, kedua ; rela pada hukum kepastian Allah, ketiga ; agar merasa tidak memiliki apa-apa, keempat ; harap berserah diri pada kehendak Allah Taala …. tidak ada yg menyerupainya ….kecuali anda tahu tempatnya, disinilah kadang diperlukan pembimbing…karena kadang banyak yang serupa atau menyerupai…tapi bukanlah yg sebenarnya.

Dalam Kehidupan ini faktor yang sering dilupakan kita sebagai manusia yang kadang mentang-mentang sebagai khalifah ( pemimpin ) dan merupakan Tajali ( perwujudan ) dari Sang Maha Sempurna, adalah dari mana kita ” berasal ” dan bagaimana kita ” kembali ke asal “.

Sehingga kadang kita melupakan bahwa bahwa kita terdiri dari 2 bagian…..yaitu yg bernama “Jasad” ( raga )dan “Ruh” ( jiwa )……dan dalam menempuh hidup dan kehidupan, biasanya kita lebih banyak termakan dogma dari sebuah kehidupan yang mengandalkan atau menampilkan baju dari masing-masing sehingga hakikat atau makna dari dalam bajunya jarang tersentuh.

Bagaimana Jasad atau raga itu adalah sebagai baju dari Ruh atau jiwa….jiwa menemukan raga begitu di dunia…..dahulu disana tiadalah memerlukan baju atau apapun, raga memerlukan makanan, minuman dan kebutuhan lainnya untuk bertahan di dunia, sedangkan jiwa merindukan tempatnya yang dahulu, dimana tidak memerlukan apapun di alam adam makdum…..

Bagaimana sebuah raga begitu memerlukan perjuangan untuk bertahan hidup di dunia sehingga akhirnya kadang berbenturan dengan keinginan ruh yang tidak merindukan apa-apa, tetapi ruh tanpa raga adalah bukan siapa-siapa karena Keagungan Perwujudan Dzatullah tidak akan terlihat.

Demi menjaga keseimbangan haruslah kita mempertimbangkan tentang keduanya…… bagaimana begitu kita berwujud sudah berbekal 4 nafsu inti, lawwammah, amarah, sufiah dan muthmainah, yg apabila bicara seharusnya……harusnya adalah kita harus mematikan dalam wacana mematikan nafsu 4 perkara :Mati nafsunya, setiap nafsu akan merasakan maut. Mati rohnya, maksudnya yang hilang rahsanya. Mati ilmunya, maksudnya yang mati atau yang berjurang imannya. Mati hatinya, maksudnya yang mati ucapannya dengan lisan.

Dan yang melandasi hukumnya adalah ; Jalan untuk kesempurnaan Pati itu adalah Hidayatullah yang menandakan tempat yang telah diatur, serta hakikat hidup yang berada pada manusia. Kedudukan Pati petunjuk Allah taala, selamat dalam keadaan jati maksudnya bijaksana terhadap kesempurnaan sangkan paran. Bertemunya Pati itu tawakal maksudnya berserah diri kepada Allah taala, adapun bertemunya pati itu iradat Allah. Perkara Pati perbuatan Allah maksudnya merapakan kesempurnaan Dza yang bersifat Esa.


Janganlah kita terpaku pada sebuah nama atau sebutan…..karena pasti akan menimbulkan perbedaan bahkan kekacauan dan berujung kehancuran.

Dalam khasanah jawa disebut rogo sejati dan sejatining rogo, dalam khasanah islam disebut ruh idhafi atau nur muhammad atau ruh al quds ( ruh suci ), dalam nasrani di sebut ruh kudus, dalam hindhu atma.

Dalam perjalanannya kenapa disebut guru sejati atau guru murshid…..adalah pada saat kita mencari sesuatu yang murni atau sejati, abadi…..bahwa kita harus menyadari bahwa DzatNya ada pada sifat hidup kita dan yang pantas kita jadikan guru adalah hanya itu…..bukan yang lain yang sama dengan kita yang akan menjadi tanah lagi atau bahkan dari bangsa diluar manusia.

Dalam khasanah yang berbeda keberadaan rogo sejati tidak bisa dilepaskan dari asal mula Tuhan menciptakan Ruh suci ini dalam bentuk makhluk untuk meneruskan penzhahiran yang [paling sempurna dalam peringkat Alam Ke-Tuhanan Dzat Yang Maha Tinggi. Dan Tuhan menghendaki ruh itu turun ke alam fana ini di peringkat paling rendah, yaitu alam Ajsam ( alam konkret )…..yang tujuan utamanya adalah untuk memberi pelajaran kepada Ruh suci itu dan untuk mengetahui pengalamannya dalam mencari jalan kembali kepada Tuhan.

Dan dalam perjalanannya …dari tingkat yang paling tinggi sampai ke tingkat paling rendah , ruh suci menempuh berbagai alam atau peringkat….mulai dari semula turun ke peringkat Akal Semesta atau Kesatuan atau Hakikat Muhammad.

Dan Ruh suci ini dihantarkan ke tempat yang paling rendah agar ia mencari jalan ke asalnya yaitu berpadu atau berdampingan dengan Tuhan seperti ketika ia berada dalam pakaian daging, darah, dan tulang itu. Melalui hati yang ada dalam badan kasar ini, wajar bila ia menanam benih rasa kesatuan dan keesaan, dan ia akan berusaha menyuburkan rasa berpadu dan berdampingan dengan Tuhan yang menciptakannya.

Dalam bumi hati itu ruh suci menanam benih keyakinan yang telah dibekalkan kepadanya oleh Tuhan dari alam Maha Tinggi dan benih itu diharapkan menjadi pokok keyakinan yang akan menghasilkan buah-buahan yang rasanya kelak akan membawa Ruh itu kembali naik ke tingkat demi tingkat hingga sampai ke hadirat Tuhan.

Penciptaan badan agar rogo sejati ( ruh ) dapat masuk dan menetap didalamnya, dan setiap ruh mempunyai nama tersendiri, dan Tuhan menyusun ruang-ruang dalam badan dan meletakkan ruh manusia diantara daging dan darah, dan meletakkan ruh suci ditengah hati manusia suatu ruang yang indah dan halus untuk menyimpan rahasia antara Tuhan dan hambaNya.

Ruh-ruh itu berdiam diberbagai bagian anggota badan dengan tugas masing-masing. Keberadaannya seolah-olah berlaku sebagai pembeli dan penjual bermacam barang yang mendatangkan berbagai hasil. Perniagaan semacam inilah yang mendatangkan bentuk rahmat dan berkat dari Tuhan.

Seharusnya manusia mengetahui kebutuhan dalam ruhaninya masing-masing, seharusnya tidak mengubah apa yang sudah ditetapkan atau ditakdirkan Tuhan kepadanya.

Dada adalah tempat bersemayamnya ruh dalam diri setiap insan manusia, tempat yang berhubungan dengan panca indera ini bertugas mengatur segala hal yang berkaitan dengan masalah syariat…..karena dengan ini Tuhan mengatur keharmonisan alam nyata. Ruh tidak pernah mengingkari perintah Tuhan, tidak mengatakan tindakannya itu sebagai tindakannya sendiri, tetapi lebih karena ia tidak mampu bercerai dengan Tuhan.

Tuhan memberikan beberapa kelebihan bagi manusia yang memiliki ruhani yang tinggi pula ; pertama, kemampuan melihat bukti-bukti wujud keberadaan Tuhan didunia yang manifestasikan dalam sifat-sifat Tuhan, kedua…kemampuan melihat hal yang jamak dalam sesuatu yang tunggal dan sebaliknya dimata orang awam, ketiga…kemampuan melihat hakikat dibalik alam nyata dan keempat…perasaan dekat dengan Tuhan….inilah ganjaran karena keikhlasan dan ketulusan mencintaiNya dan berbuat semata-mata karena Dia.

Namun inipun masih berkaitan dengan alam kebendaan, begitu pula hal2 yang dianggap luar biasa oleh sebagian orang seperti berjalan diatas air, terbang diudara, mendengar suara2 gaib, membaca sesuatu yang berada dibenak orang lain, dll…ini masih berpijak pada kebendaan atau alam nyata.

Hendaknya dalam beramal shalih manusia tidak seperti “Pedagang” …yang selalu dalam melakukan sesuatu haruslah ada untungnya, apalagi ini dengan Tuhan.

Ruh dalam Hati

Hati adalah tempat bergeraknya ruh, dan ilmu yang mengulas tentang gerakan hati disebut ilmu thariqah. Kerjanya berkaitan dengan 4 nama Allah. Sebagaimana dengan 12 nama Dzat…4 nama ini tidak berhuruf dan tidak berbunyi, sehingga nama-nama itu tidak dapat diucapkan.

Pada setiap peringkat ( dari 4 tingkatan ) yang dilalui oleh ruh terdapat 3 buah nama yang berbeda. Dan dengan cara ini Tuhan dapat memegang hati kekasihNya yang sedang dalam perjalanan cinta menuju kepadaNya.

Ada 7 titik, yang 3 merupakan titik inti dan yang 4 adalah pendamping dan apabila diolah nantinya akan akan berhubungan dengan 9 lubang di badan kita (Babahan 9)

Cara pengolahannya ada beberapa cara ;

1. Dengan berpuasa lahir dan batin, bukan berpuasa hanya puasa lahir tapi batin juga karena lahir hanya menggembleng lahir saja (jasmani ), tetapi batin akan meggembleng lahir dan batin.

2. Meditasi, dengan pengolahan nafas secara benar dan teratur, kontinyu, karena nafas adalah tali jiwa.

3. Dengan adanya pembukaan titik melalui orang lain yang bisa membukanya…..tetapi biasanya ini kurang membuat kita lebih matang dan kurang bisa mengolahnya dengan baik nantinya….karena kendala setelah itu akan banyak.

Dalam islam, kalimat La ilaaha illallaah itu melahirkan 12 nama Allah, setiap nama tercantum pada setiap huruf yang menyusun kalimat tersebut. Dan Allah akan memeberikan nama kepada setiap huruf dalam proses kemajuan hati seseorang itu.

1. Lailaha illallaah : Tiada Ilah kecuali Allah
2. Allah : Nama Dzat
3. Huwa : Dia
4. Al-Haqq : Yang Benar
5. Al-Hayy : Yang Hidup
6. Al- Qayyum : Yang berdiri sendiri kepadaNya segala sesuatu bergantung
7. Al-Qahar : Yang Maha Berkuasa dan Perkasa
8. Al-Wahab : Yang Maha Pemberi
9. Al-Fattah : Yang Maha Pembuka
10. Al-Wahid : Yang Satu
11. Al-Ahad : Yang Maha Esa
12. As-Shamad : Sumber, puncak segala sesuatu

Hati adalah tempat bergeraknya ruh dan ruh selalu memandang ke alam ‘ Malakut’ yang identik dengan kebaikan, dan dialam ini ruh dapat melihat surga alam malakut beserta para penghuninya, cahaya, dan para malaikat yang ada didalamnya.

Dan dialam inilah ruh ruh bergerak dan melakukan percakapan-percakapan tanpa kata dan suara, dan dalam percakapan itu pikiran akan selalu berputar mencari rahasia-rahasia atau makna dalam batin.
Ruh yang bergerak akan melalui berbagai tingkatan dalam perjalanannya. Dan tempat ruh yang telah mencapai tingkatan tinggi adalah di tengah hati, yaitu Hati bagi Hati.

Yang sangat berhubungan dengan Rogo Sejati adalah bagaimana kita mengetahui dan memahami tentang “Rasa Sejati” …..bagaimana pembentukan rasa sejati adalah sebagai berikut:

Eka Kamandhanu, artinya kandungan berumur satu bulan mulai bersatunya kama laki-laki dan perempuan. Dari detik ke detik, kama tersebut menggumpal dan merajut angan-angan untuk mencipta embrio. Kama tersebut menyatu padu dalam kandungan ibu menjadi benih unggul dan keadaan benih belum begitu kelihatan besar dalam perut ibunya. Saat itu biasanya wajah ibu berseri-seri karena itu sering dinamakan Eka Padmasari artinya sari-sari bunga sedang berkumpul dalam kandungan ibu, dalam keadaan penuh kegembiraan. Pada saat ini hubungan seksual masih diperbolehkan, bahkan dimungkinkan hubungan akan semakin hangat karena kedua pasangan tengah akan menikmati anugerah Tuhan yang sebelumnya telah dinanti-nantikan. Detik keberhasilan hubungan seksual ini akan menjadi spirit hidup sebuah pasangan.

Dwi Panunggal, umur kandungan dua bulan. Pada saati ini juga boleh melakukan hubungan seks. Dalam istilah jawa disebut nyepuh ibarat seorang empu sedang membuat keris, semakin banyak nyepuh artinya menambah kekuatan magis keris, keris akan semakin ampuh. Juga hubungan seks pada waktu hamil muda akan semakin hangat dan menarik kedua pasangan, biasanya seorang wanita pada tahap ini ingin jalan-jalan pagi, ingin plesir ke tempat yang sejuk, indah dan mempesona, karena itu disebut pula dwi amratani, artinya rata kemana-mana, bepergian kemana-mana sebagai ungkapan kesenangan dan juga sambil memikirkan nama yang mungkin akan diberikan kepada anaknya kelak.

Tri Lokamaya, artinya umur benih tiga bulan kandungan, dan benih masih berada dalam alam maya. Benih belum ada roh yang ditiupkan, karena itu suasananya gondar-gandir atau gawat. Jika hubungan seks tidak hati-hati kemungkinan besar benih tadi bisa gugur dan terjadi pendarahan. Maka ada baiknya mengurangi kuantitas hubungan seks, dan menghindari percekcokan atau sering marah-marah, karena secara psikologis akan mengakibatkan benih gugur karena merasa panas, ini artinya hubungan yang harmonis dalam keluarga amat menentukan kondisi benih yang dikandungan. Pada saat ini sikap selalu bersolek diri seseorang pasangan sangat menentukan. Karena itu candra benih tiga bulan sering dinamakan trikawula busana, artinya wanita sudah berpikir masalah pakaian seperti daster, pakaian bayi, dll, hal ini memungkinkan wajah wanita akan lebih berseri-seri bagai bulan purnama dan lebih cantik jelita.

Catur Anggajati, benih berumur empat bulan mulai terbentuk organ-organ tubuh secara lengkap. Benih unggul telah berbentuk manusia. Karena itu telah menghisap sari-sari makanan melalui sang ibu, umur seperti ini juga sudah ditiupkan roh sehingga benih telah hidup, sebagai tandanya sering bergerak. Karena itu hubungan seks yang berlebihan kurang baik pada saat ini, bahkan hubungan seks atas bawah akan berbahaya bagi benih dalam kandungan. Saat ini pula benih mulai merekam denyut hidup kedua pasangan. Karenanya kedua pasangan jangan berbuat hal-hal yang tidak baik atau terjadi penyelewengan akan berbahaya bagi benih bayi tersebut. Candra benih berumur empat bulan disebut catur wanara rukem, artinya tingkah laku ibu akan seperti kera yang sedang diatas pohon rukem, dia mulai nyidam buah-buahan yang asam dengan cara lotisan dan akan sangat aneh-aneh sehingga membutuhkan kesabaran bagi pasangan, kadang kurang wajar. Ia mendapat tambahan otak, karena itu sudah punya keinginan.

Panca Yitmayajati, artinya benih berumur lima bulan, dan benar-benar telah hidup, dan hubungan seks harus dilakukan lebih hati-hati, agar memperhatikan posisi sehingga tidak merugikan benih, dan pasangan harus telah tumbuh keberanian untuk menghadapi resiko lahirnya seorang bayi nanti. Karenanya candra benih berumur lima bulan sering dinamakan panca sura panggah, ada keteguhan dan keberanian menghadapi rintangan apapun ketika pasangan hamil lima bulan, tentu saja dari aspek materi jelas memerlukan persiapan berbagai hal. Mendapatkan tambahan otot mulai bergerak perlahan-lahan.

Sad Lokajati, benih berumur enam bulan semakin besar, karena itu kedua pasangan harus lebih berhati-hati. Karena itu candra benih dinamakan sad guna weweka, artinya mulai bersikap hati-hati dalam bertindak dan bertutur kata, jika diantara pasangan ada yang berbuat kasar, mencaci maki apalagi berbuat keji akan mengakibatkan benih yang dikandung tidak baik, bahkan suami dilarang membunuh binatang karena secara insting benih sudah dapat merekam keadaan sekelilingnya. Mendapatkan tambahan tulang karena itu ia bisa naik turun, jungkir balik.

Sapta Kawasajati, umur benih tujuh bulan telah lengkap semua organ dan cipta, rasa, serta karsa, karena itu apabila ada bayi yang lahir pada umur tujuh bulanpun dimungkinkan. Dalam tradisi jawa sering dilakukan ritual mitoni dengan maksud memohon agar bayi yang akan lahir diberi kelancaran, dan pada waktu ini hubungan seks dilarang sama sekali, kalaupun dilakukan harus diperhatikan secara ekstra hati-hati ( posisi diperhatikan ). Karena candra bayi tuuh bulan adalah sapta kulilawarsa artinya seperti burung yang terguyur air hujan, merasa letih. Lelah, dan sedikit pucat, kurang bergairah dan perlu pengertian dari pasangan. Dan ia memperoleh tambahan rupa, dan mendapat tambahan Kodrat dari Allah Ta’ala sperti rambut, darah dan daging.

Astha Sabdajati, benih berumur delapan bulan biasanya siap lahir, siap menuju dunia besar setelah bertapa dalam kandungan. Bayi hampir weruh padange hawa, ingin menghirup udara dunia yang sesungguhnya. Saat ini hanya timbul sikap pasrah untuk menghadapi perang sabil. Candra bayi adalah astha sacara-cara, artinya terjadi sikap berserah diri dengan cara apapun bayi akan lahir ibunya telah siap sedia bahkan siap berkorban jiwa raga. Manakala bayi umur delapan bulan belum mapan posisinya, tentu sang ibu akan gelisah. Untuk itu ada gugon tuhon juga agar ibu dilarang makan buah yang melintang posisinya, seperti kepel, agar posisi bayi tidak melintang yang akan menyulitkan kelahiran. Calon anak sudah dapat mengoperasikan saudara yang empat, sbb;

Pertama : kakawah ( air ketuban )

Kedua : bungkus

Ketiga : ari-ari

Keempat : darah

Kakawah artinya menjadi pengasih, bungkus menjadi kekuatan, darah menjadi waliyas mati, harus diketahui bahwa Kakawah itu adalah malaikat Jibril, bungkus adalah Mikail, ari-ari adalah Malaikat Israfil, dan darah adalah malaikat Izrail.

Jibril pada kulit, Mikail pada tulang, Israfil pada otot, Izrail pada daginga khirnya selamatlah sentosa, semua itu tidak kelihatan karena Kodrat Allah.

Nawapurnajati, bayi telah mendekati detik-detik lahir, yaitu sembilan bulan, dan tentu yang tepat sembilan bulan sangat jarang. Pada saat itu memang keadaan bayi dan ibunya sangat lelah, karena itu candra suasana disebut nawa gralupa artinya keaaan sangat lemas, tak berdaya, seperti orang lapar dan dahaga. Apalagi setelah sembilan bulan sepuluh hari dengan candra khusus dasa yaksa mati, artinya seperti raksasa mati terbunuh ksatria-seorang ibu setelah melahirkan bayi. Oleh karena itu hubungan seksual sangat dilarang, paling tidak kurang lebih 40 hari seorang suami harus berpuasa.

Sembilan langkah tersebut diatas di harapkan pasangan suami istri dapat menjalankan sesirik ( prihatin ), ibarat sedang bertapa gaib. Segala tingkah laku akan menjadi cerminan hidup anakyang masih dalam kandungan. Itulah sebabnya sikap dan perilaku dijaga baik-baik dengan tujuan manembah dan karyenak tyasing sesama, maksudnya hubungan vertikal selalu harus terus menerus dan hubungan dengan sesama mahkluk agar jangan sampai berbuat diluar kewajaran. Ada empat yang dianugerahkan Allah Ta’ala dengan KodratNya ;
Pertama : Budi
Kedua : Rahsa
Ketiga : Angan-angan
Keempat : Hidup

Demikian pembelajaran singkat ini agar menjadikan tambahan wawasan kita agar lebih mengenal Diri Kita.

Terimakasih Kepada Alloh, Para Mursyid, Syekh Musa Demak, Sayyid Qutub, dan Mursyid Saya Sayyid Al Musa Al Bantani yg telah memberikan gelar di Alam keGhaiban sebagai Sayyid Muhammad Khalifatullah, & Kepada Kyai RogoJati sebagai Penutur Utama Hakekat Sukmo Sejati, dan lain sebagainya.

Minggu, 22 November 2009

Dharma Bhakti Teguh Para Garuda

Kata “manusia” atau “manushya” berasal dari dua suku kata, “manas” dan “ishya”. “Ishya” berarti Keberadaan. “Manas” berarti Pikiran. Apabila Keberadaan atau eksistensi bertemu dengan pikiran, maka lahirlah manusia.

Apabila manusia melepaskan dirinya dari pikiran, maka ia adalah Keberadaan atau Eksistensi. Keberadaan + Pikiran = Manusia, sebaliknya Manusia – Pikiran = Keberadaan. Energi dan apa yang kita sebut “materi” sama-sama merupakan bagian dari Keberadaan.

Elemen-elemen air, api, udara, tanah, dan lain sebagainya – semuanya merupakan bagian dari Keberadaan. Mengidentitaskan diri kita dengan energi berarti mengidentitaskan diri kita dengan salah satu unsur Keberadaan. *1 Kundalini Yoga

Kelahiran Sang Garuda

Daksa memberikan putri-putrinya untuk dijadikan istri Resi Kasyapa. Pernikahannya dengan Diti menurunkan Hiranyaksa dan Hiranyakasipu. Perkawinannya dengan Aditi melahirkan Indra dan Vamana. Perkawinannya dengan Dewi Kadru melahirkan para ular dan para naga, sedangkan perkawinannya dengan Dewi Winata melahirkan Aruna dan Garuda. Dari satu kakek yang sama, para cucunya ada yang menjadi tokoh penegak dharma dan beberapa yang lain menjadi pemimpin golongan adharma.

Dewi Winata bersaing dengan Dewi Kadru. Dewi Kadru melahirkan ribuan butir telur yang menjadi ular dan naga, di antaranya menjadi naga Varuna dan Vasuki. Dewi Winata hanya melahirkan dua butir telur, dan karena lama tidak menetas, yang satu butir dipecahnya sebelum waktunya menetas dan menjadi Burung Aruna yang cacat. Kesalahan tindakannya nantinya harus dibayar dengan menjadi budak beberapa masa. Tugas Dewi Winata adalah memelihara dan membesarkan putra kandung dengan suka cita, akan tetapi karena tindakannya, dia harus merawat ribuan putra ibu lain dengan terpaksa.

Pada suatu hari Dewi Kadru bertaruh dengan Dewi Winata, mengenai warna ekor kuda Uchaiswara yang keluar dari samudera ketika para asura dan para dewa bersatu mengaduk samudera untuk mencari tirta amerta. Tirta amerta adalah air kehidupan yang membuat makhluk hidup abadi tak dapat mati.

Para anak-anak ular dan naga memberi tahu ibunya bahwa sang ibu yang memegang taruhan warna ekor kuda tersebut hitam akan kalah, karena sejatinya ekor kuda tersebut berwarna putih. Dewi Kadru minta para anaknya bersatu menutupi ekor kuda agar menjadi nampak berwarna hitam. Naga Varuna, Basuki dan beberapa yang lain menolak dan dikutuk akan mati menjadi hewan persembahan. Para naga yang dikutuk kemudian bertapa mohon keselamatan kepada Yang Maha Kuasa. Akhirnya kedua dewi tersebut melihat bahwa ekor kuda berwarna hitam dan Dewi Winata menjadi budak Dewi Kadru untuk merawat anak-anak putra Dewi Kadru.

Telor Winata lainnya akhirnya menetas menjadi Garuda. Garuda paham bahwa dirinya harus berterima kasih kepada ibunya yang telah menyebabkan dirinya lahir di dunia. Dalam diri Garuda sudah ada benih kasih. Dia kemudian mencari ibunya dan akhirnya mengetahui bahwa ibunya menjadi budak perawat para ular dan naga. Garuda berusaha sekuat tenaga membebaskan, akan tetapi para ular dan naga sangat lincah di samudera. Akhirnya Garuda bernegosiasi dengan memberikan pengganti untuk dapat membebaskan ibunya dari perbudakan. Para ular dan naga minta barter “tirta amerta”, air yang membuat mereka tidak mati. Garuda berupaya sungguh-sungguh untuk mendapatkan air tersebut. Segala halangan dan rintangan dilewatinya untuk mendapatkan tirta amerta.



Benih kasih yang berpotensi menjadi bhakti dalam diri Garuda

Dewa Wisnu melihat kesungguhan dalam diri Garuda. Seorang Guru telah melihat adanya benih kasih dalam diri muridnya. Dia paham bahwa benih tersebut berpotensi mekar menjadi lembaga dan muridnya dapat mencapai keadaan bhakti. Salah satu syarat untuk meningkatkan kesadaran adalah berani dan yakin, fearless and no doubt terhadap Kebenaran. Garuda dalam upaya menyelamatkan ibunya telah melepaskan keraguan dan ketakutan.

Wisnu melihat benih kasih itu dalam Garuda ketika mencari tirta amerta. Wisnu bermaksud memberikan tirta amerta untuk diminum Garuda, tetapi Garuda menolak. “Terima Kasih Gusti, tirta amerta ini untuk membebaskan ibu saya dari perbudakan. Saya percaya kebijakan-Mu, saya yakin dan tidak ragu, bila memang tetap mau memberi anugerah, hamba juga tak pantas menolak, berikanlah anugerah lainnya, Gusti”.

Bhakti berarti pengabdian tanpa pamrih. Pengabdian yang sesungguhnya merupakan manifestasi Kasih. Tanpa Kasih, kita tidak dapat mengabdi. *2 Bhagavad Gita

Wisnu amat berkenan dengan sopan santun dan etika Garuda dan minta Garuda menjadi kendaraan Wisnu. Garuda tidak hanya mendapatkan kehidupan abadi, tetapi setiap saat selalu mendampingi Yang Maha Memelihara, sebuah keadaan penuh berkah bagi seorang bhakta. Selanjutnya, Garuda mohon pamit untuk menyelesaikan tugas keduniawiannya, membebaskan perbudakan ibunya. Kita-kita ini selalu menunda panggilan Ilahi. Guru adalah Duta Ilahi, yang mengingatkan kita adanya benih kasih di dalam diri.

Di tengah perjalanan Dewa Indera menghentikan Garuda dan berpesan kepadanya, agar memberikan tirta amerta kepada para naga setelah Dewi Winata dibebaskan terlebih dahulu, agar dia tidak terpedaya ulah para ular dan naga.

Garuda minta Dewi Winata dibebaskan dan para naga diminta mandi dulu untuk membersihkan diri dari kesalahan yang telah mereka lakukan. Para ular dan naga mematuhi permintaan Garuda, mereka membebaskan Dewi Winata, dan mandi mensucikan diri. Ketika mereka sedang mandi ,tirta amerta direbut para Dewa, sehingga para ulardan naga tak dapat hidup abadi, akan tetap mati walau dia dapat berganti kulit, meremajakan diri. Hukum sebab-akibat berjalan sangat rapi. Yang menipu akan ditipu.

Obsesi Rahwana dalam keduniawian

Berbeda dengan Garuda yang taat kepada Sang Gusti, Rahwana tunduk pada ego pribadi. Bagi Garuda, ego hanya semacam tingkat kesadaran yang harus dilampaui, jati dirinya bukan ego, ego hanya salah satu identitas dari tingkat kesadaran bukan jati dirinya. Bagi Rahwana ego adalah dirinya. Seseorang yang kaya, terkenal dan sangat berkuasa, selalu ingin melebarkan kekuasaannya dan ingin mempunyai istri yang sangat luar biasa untuk menyempurnakan kebesarannya.

Raksasa adalah makhluk sejenis manusia. Rasa dan pikiran mereka sudah berkembang. Hanya mereka seperti “bhuta”, seperti “makhluk yang tidak berbadan”, berarti seperti kayu gelondongan yang belum dipahat. Sebenarnya, kita semua ini masih raksasa. Kita-kita ini adalah manusia yang belum menjalani proses finishing dan polishing. Belum terjadi penghalusan dalam diri kita. Kita memang sudah dilahirkan sebagai manusia, tetapi tanpa adanya proses penghalusan itu, jiwa kita, rasa kita, nurani atau intuisi kita, tidak akan berkembang. Suara nurani masih merupakan potensi yang terpendam. *3 Wedhatama

Nenek moyang kita mengetahui hal tersebut. Rahwana merasa kebahagiaan itu diperolehnya dari luar. Akan tetapi luar itu tak mempunyai batas. Keserakahan itu tak dapat dipuaskan sampai nyawa direnggut dari tubuhnya. Obsesi nya adalah mendapatkan pasangan wanita yang sangat cantik, titisan Dewi Widowati. Rahwana dikisahkan mempunyai kerajaan besar di seberang samudera, akan tetapi dia punya “raksasa connection” yang masih tinggal di hutan di wilayah peradaban manusia.

Pada awalnya Rahwana ingin mendapatkan Dewi Citrawati isteri Prabu Harjuna Sasrabahu. Dewi Citrawati dikenal sebagai titisan Dewi Widowati. Dalam hal ini Rahwana menghadapi dua ksatriya tangguh, pertama Patih Suwanda atau Raden Sumantri dari kerajaan Maespati dan Prabu Harjuna Sasrabahu yang konon merupakan titisan Wisnu. Dalam kisah yang berkembang di India, Harjuna Sasrabahu adalah Raja Kartaviryarjuna, yang merupakan perwujudan Dattatreya, percikan Wisnu.

Patih Suwanda akhirnya dapat dibunuhnya. Kemudian setiap bertarung dengan sang prabu selalu kalah. Maka Rahwana membuat tipu muslihat membuat kabar seakan-akan sang prabu meninggal. Dewi Citrawati sangat sedih dan bunuh diri. Sang prabu terlalu sedih atas kematian istrinya dan meninggalkan istana dan kala bertemu Parasurama, sang prabu dibunuh oleh Parasurama yang juga merupakan titisan Wisnu.

Setelah bertemu Sri Rama, Parasurama mengundurkan diri, sehingga di atas bumi ada dua pemimpin. Kelompok adharma dipimpin Rahwana sudah lama eksistensinya, sedangkan kelompok dharma dipimpin Sri Rama masih baru. Rahwana dan para raksasa berada dalam kelompok “yang tidak sadar”, sedangkan Sri Rama adalah manusia sadar.

“Manusia sadar” bagaikan bibit yogurt. Satu sendok teh sudah cukup untuk membuat semangkuk yogurt. Satu orang sudah cukup untuk memancing kesadaran sekelompok manusia. Itu sebabnya setiap agama menganjurkan doa bersama. Itu sebabnya ada tempat-tempat ibadah. Satu manusia sadar yang hadir bisa membantu sekian banyak orang di sekitarnya, kendati orang sadar itu sendiri tidak akan menganggapnya “bantuan”. Dia tidak merasa membantu siapa-siapa. *4 Narada Bhakti Sutra

Belasan tahun kemudian, Rahwana mendengar bahwa Dewi Widowati menitis pada Dewi Kausalya puteri Raja Banasura dari Kerajaan Kausala. Dewi Kausalya terkenal sangat cantik, layaknya seorang bidadari.

Dewi Kausalya dikisahkan menderita sakit lumpuh dan sang ayahanda mengadakan sayembara barang siapa yang dapat menyembuhkannya akan dijadikan suami sang putri. Adalah seorang pendeta brahmacari, tidak menikah bernama Resi Rawatmaja adik dari Banasura, seorang ahli pengobatan dapat menyembuhkannya, maka dia akan dinikahkan dengan sang putri.

Pada hari pernikahannya Rahwana datang menyerbu dan membunuh Raja Banasura. Resi Rawatmaja bersama Dewi Kausalya dilarikan oleh Garuda Sempati ke gunung. Rahwana mengejar dan memanah sayap Sempati, dan Sempati jatuh. Sempati memberikan salah satu bulu pusakanya kepada Kausalya yang dapat membawanya terbang kepada Pendeta Dasarata, seorang pendeta sahabat saudara misannya Garuda Jatayu. Rahwana yang marah membunuh Resi Rawatmaja dan menggunduli bulu sempati dan menendangnya hingga jatuh luka parah di Gunung Warawendya. Sebelum meninggal, Resi Rawatmaja mengutuk Rahwana akan mati dibunuh Putra Kausalya.

Dasarata adalah pendeta yang berguru pada Resi Yogiswara dan bersahabat dengan Jatayu, putra Aruna kakaknya Garuda. Dasarata sebetulnya menolak melindungi Kausalya, karena pada zaman itu mereka yang menang perang berhak memegang tahta dan mengawini putrinya. Tetapi datang petunjuk Dewata, putri inilah yang akan menurunkan titisan Wisnu dan meneruskan tahta Kerajaan Kausala yang beribukota di Ayodya. Akhirnya Dasarata mau membantunya.

Pendeta muda Dasarata menciptakan sekuntum bunga sebagai Kausalya tiruan dan diserahkan kepada Rahwana yang mengejar pelarian Kausalya. Rahwana berkenan dan memberikan kerajaan Kausala dengan ibukota Ayodya kepada Dasarata. Dan jadilah Dasarata menjadi raja di Kosala.

Konon Rahwana membawa Kausalya palsu ke Alengka dan begitu sampai di sana sang putri palsu meninggal dunia. Rahwana protes kepada para dewa dan minta Kausalya dihidupkan lagi. Para dewa mengatakan akan ada waktunya Dewi Widowati menitis kembali di dunia, sebagai pengganti Rahwana dianugerahi Dewi tari sebagai permaisurinya. Tatkala Rahwana diceritai Sarpakenaka, bahwa Dewi Widowati telah menitis ke dewi Sinta, Rahwana berjuang dengan segala cara untuk mendapatkan Dewi Sinta, isteri Sri Rama.



Sang Jatayu, garuda putra Aruna

Jatayu adalah putera dari Aruna dan keponakan dari Garuda. Jatayu adalah sahabat Raja Dasarata ayah Sri Rama.

Tatkala melihat Dewi Sinta dilarikan Rahwana, Jatayu menghadangnya. Dewi Sinta adalah menantu Raja Dasarata sahabatnya. Dan Sri Rama adalah Wisnu yang mewujud untuk menegakkan dharma. Jatayu sudah tua dan kalah melawan Rahwana dan jatuh terluka parah. Jatayu tidak mengeluh dan berkata pelan, “Bagi manusia awam aku kalah bertanding dan mungkin dianggap akan menemui kematian secara sia-sia. Manusia awam tidak tahu bahwa hidup itu untuk menyelesaikan tugas, bermain sebaik-baiknya melakoni peran pemberian Gusti. Saya kalah bertarung, tetapi diri saya menang, dharma dalam diri saya menang melawan ketakutan terhadap bagian adharmik saya. Gusti, jangan ambil nyawaku, sebelum aku bertemu dengan Sri Rama, Gusti yang mewujud, aku akan menceritakan kejadian siapa penculik Dewi Sinta dan aku berbahagia meninggalkan dunia, aku menang terhadap ketakutan yang berada dalam diriku.”

Ketika Sri Rama dan Laksmana menelusuri hutan Dandaka mencari jejak Dewi Sinta, mereka menemukan Jatayu yang luka parah. Setelah menyampaikan pesan terakhirnya, Jatayu lega dan saat menyebut Ram..Ram..Rama, dia menemui kematian.

Lain Jatayu, lain kita manusia awam, setiap saat yang kita pikirkan hanya harta benda duniawi, itulah yang kita ingat menjelang ajal.

Apa yang terjadi bila aku mati? Rumahku yang mewah, kendaraanku, tabunganku, usahaku—semoga anak-anakku dapat merawat, memelihara, memperbanyak. Dalam keadaan sekarat pun pikiran seperti itu yang muncul. Harta, uang, fulus… sepanjang umur itu saja yang kita pikirkan. Saat mati pun pikiran yang sama yang muncul. *5 Bhaja Govindam

Sri Rama dan Laksmana mengadakan ritual pengabuan sederhana sebagai penghormatan terakhir dan meningalkan tempat tersebut. Banyak ksatria yang mendambakan kematian Jatayu, di saat terakhir menyebut nama Gusti. Obsesi terakhir sebelum kematian menyebabkan jiwa seseorang tertarik gravitasi dan lahir kembali. Akan tetapi yang bila obsesi terakhirnya bertemu Gusti, maka selesailah keterikatannya dengan dunia.



Kepahlawanan Sempati

Sempati adalah salah satu anak Garuda. Rahwana mengejar dan memanah sang burung yang terbang melarikan Resi Rawatmaja dan Kausalya. Sempati jatuh dan bulu burung Sempati dirontokkan semua oleh Rahwana. Akan tetapi Sempati sempat memberikan sehelai bulu burung pusakanya untuk dipegang Kausalya yang dapat menerbangkan sang putri minta perlindungan kepada pendeta muda Dasarata sahabat Jatayu. Kausalya selamat, akan tetapi Resi Rawatmaja terbunuh dan Sempati yang terluka parah di tendang Rahwana sampai ke gunung Warawendya.

Sempati menghabiskan seluruh hidupnya di Gunung Warawendya dan menunggu datangnya putra Kausalya yang diramalkan sebagai titisan Wisnu yang akan mengalahkan Rahwana.

Hanuman, Anggada, Jambawan dan beberapa kera mencari jejak Rahwana dan mereka sampai di Gunung Warawendya. Mereka baru saja diracun oleh Dewi Sayempraba, raksasa wanita bagian dari jaringan Rahwana-Connection. Dalam keadaan setengah sekarat mereka sampai ke pantai di depan samudera yang luas sekali. Mereka kehilangan jejak Rahwana. Dalam keadaan sekarat, datanglah burung sangat besar yang sedang kelaparan sehingga mereka merasa kematian sudah dekat. Mereka merasa sedang menjalankan tugas Sri Rama, hanya terbersit perasaan kecewa karena gagal dan kematian sudah menjemputnya.

Hanuman, Anggada dan Jambawan juga sudah pasrah, kalau memang mati keracunan, atau dimakan burung yang kelaparan sudah tidak dapat apa-apa….. Jambawan berkata, “Sudahlah sahabat-sahabatku, mari kita tiru tindakan ksatria Jatayu yang rela mati demi Sri Rama…….”

Begitu kau menerima kematian, kau membuka diri terhadap segala macam kemungkinan. Bicara tentang kematian saja dapat menutup diri seseorang. Manusia tidak berani bicara tentang kematian karena ia takut. Rasa takut menutup diri mereka. Begitu kau menerima kematian, dirimu terbuka lebar dan alam pun mulai mengalir, menyirami jiwamu. Aku berubah total. Esoknya yang Bangun bukan aku yang sama lagi. Benar. Terjadi transformasi kuantum dalam dirimu. *6 Reinkarnasi

Demi mendengar Jatayu disebut-sebut, bergetarlah dada Sempati. Jatayu adalah saudara misan sepermainan, seperti saudaranya sendiri. Sempati menanyakan perihal Jatayu dan menganggap Hanuman dan sahabat-sahabatnya sebagai sahabatnya. Jatayu yang mempunyai ilmu pengobatan dari Resi Rawatmaja menyembuhkan mereka dari racun yang masuk dalam tubuh mereka.

Sempati memberitahu bahwa Dewi Sinta dibawa Rahwana memakai puspakh, sejenis wahana terbang. Sempati menunjukkan arah Alengka. Sempati sebagai keturunan garuda yang sakti, bisa melihat dari jarak jauh. Silahkan meneruskan perjalanan. Mereka berterima kasih dan melanjutkan perjalanan.

Kepasrahan dalam menghadapi kematian telah mengubah Hanuman, Anggada dan Jambawan. Mereka sudah lahir kembali, mereka menjadi manusia yang lain.

Dalam perjalanan, Jambawan meyakinkankan bahwa Hanuman adalah kera yang sakti, sewaktu kecil bisa terbang menuju matahari. Sri Rama memilih Hanuman sebagai komandan pasti mempunyai alasan. Hanuman timbul keyakinannya, melompat dan tiba-tiba terbang ke angkasa, dan semua teman-temannya bertepuk sorak.

Keyakinan seseorang membebaskan dia dari belenggu ketidakmampuan. Gusti Yesus berkata kepada orang buta yang sembuh setelah memegang jubahnya, “Kamu sembuh bukan karena saya, “keyakinan”-mu lah yang telah membantu menyembuhkan matamu.”

Dalam diri Sempati ada benih kekesatriaan burung Garuda. Jatayu sudah meninggal dalam menunjukkan bhaktinya kepada Sri Rama. Bahkan Jatayu tidak mau mati dan menunggu kedatangan Sri Rama. Sebelum akhir hayatnya, Jatayu hanya berpikir untuk bertemu Sri Rama. “Aku pun sudah tua seperti Jatayu, sudah waktunya meninggalkan dunia. “ Dan dengan segenap pikirannya tertuju pada Sri Rama, samar-samar dia melihat Resi Rawatmaja dan Jatayu menjemputnya, mari Saudaraku bersama kita menghadap Gusti……”

Banyak diantara kita hanya “mengaku” tidak takut. Di balik pengakuan kita, tersembunyi “rasa takut” yang amat sangat mencekam. Kenapa kita takut mati? Apa yang membuat kita takut? Kita takut karena mengganggap kematian sebagai titik akhir. Kita takut karena kita pikir kematian akan merampas segala-galanya dari kita-bahkan “kekitaan” itu sendiri. Dan kalau anda merenungkan sejenak, rasa takut pun muncul karena “ego”. Seolah-olah kalau anda mati, dunia ini akan kekurangan sesuatu. Kita takut mati karena tidak memahami kematian itu apa. *7 ABC Kahlil Gibran



Proses Daur Ulang

Pada dasarnya manusia memiliki dua pandangan tentang kehidupan: Yang satu menganggap kehidupan sebagai garis yang datar. Yang lain menganggap kehidupan sebagai lingkaran: kita harus berakhir pada titik permulaan, untuk membuat lingkaran yang sempurna. Pihak pertama ini bermasalah, yang merasa harus mengejar waktu, karena ia mulai dari satu titik dan harus berakhir pada titik yang lain. Selain itu, karena ujung pangkalnya pun tidak terlihat, ia gelisah. Ia selalu terburu-buru; ia tidak pernah hidup tenang.

Pihak kedua melihat kehidupan sebagai lingkaran: kematian bukanlah penghabisan, namun hanya proses daur ulang. Secara ilmiah pun kita mengetahui bahwa dalam dunia ini tidak ada sesuatu yang musnah. Bentuknya dan nama berubah, namun tak pernah musnah. Air bisa berbentuk es atau uap. Uap itu menyatu dengan alam, menjadi awan dan kembali lagi dalam bentuk air. Begitu pula jiwa manusia: lahir, mati dan lahir kembali dan mati lagi. Kehidupan tidak pernah musnah.

Proses daur ulang kehidupan ini berjalan terus, sampai pada suatu titik di mana jiwa mencapai kesempurnaan, mencapai kekosongan yang absolut dan menjadi bagian dari alam semesta. Dalam keadaan itu pun, jiwa sebenarnya tidak musnah. *2 Baghavad Gita

Di Medan perang Kurukshetra, Arjuna bertanya kepada Krishna, Apabila aku mati sebelum memperoleh pencerahan, sebelum sadar sepenuhnya, lalu bagaimana ? Sepanjang hidup aku mengejar. Lantas belum sampai, keburu mati. Bukankah segala jerih payahku sia-sia?

Tidak Arjuna, usaha serta jerih payahmu tidak akan pernah sia-sia. Setelah mati,kau akan lahir kembali dalam keluarga saleh. Kau akan berada dalam lingkungan yang menunjang evolusi spiritualmu. Kehidupan sekarang merupakan kesinambungan

Jumat, 20 November 2009

At the Feet of the Master"

Demikianlah Guru Suci-Nya adalah kakak-kelas manusia, yaitu Adept Inisiasi ke 5, Asekha yang berkenan menerima murid.

Ada sekitar 60 Guru Suci yang membimbing evolusi di planet Bumi. Lebih tinggi daripada Guru Suci ini adalah Mereka yang berada di:

Inisiasi 6: Chohan;

Inisiasi 7: MahaChohan, Bodhisattva, Manu;

Inisiasi 8: Buddha;

Inisiasi 9: Lord Dunia;

Inisiasi 10: Pengawas Hening,

Logos Planetaris, dst.

semuanya ini dipimpin dan dibimbing oleh Logos Tata-Surya.

Logos Tata-Surya adalah Monad percikan-Illahiah yang evolusinya lebih maju satu siklus (lebih dari beberapa ratus bilyun tahun) Maha-Emanasi dan Maha-Kiamat terhadap Monad kita masing-masing.

4.A. Jalur-Pancar, dan Jalur-Pantul, serta Jalan-Lintas (percepatan laju di sepanjang Jalur-Pantul)

Tadi telah dibahas mengenai:

***Jalur-Pancar (= Jalur-Pantul, berkebalikan arahnya)

Jalur-pancar= Emanasi, ini menuju Involusi yaitu dari yang Illahiah menuju ke yang Jasmaniah.

Ini dijalani oleh Monad dari pusat masing-masing di dalam Tuhan menuju ke medan-evolusi, Alam-Semesta yang juga di dalam Tuhan.

Ini dilambangkan sebagai Monad bergerak melaju satu titik demi satu titik berikutnya di sepanjang jalur-pancarnya (=jalur-pantulnya, berkebalikan arahnya) sendiri, dari Sumber-Cahaya di pusat bola-cermin menuju dinding bola-cermin (melambangkan Alam-Semesta).

***Jalur-Pantul (= Jalur-Pancar, berkebalikan arahnya)

Jalur-pantul= Evolusi, proses pembentangan potensi Illahiah, melalui menarik-pelajaran dan menarik sari-pengalaman hidup:

· di Alam-Semesta Yang Tidak-Bermanifestasi, dan

· di Alam-Semesta Yang-Termanifestasi (dengan 7 alam Manifestasinya, yaitu dari yang terhalus (alam-alam yang lebih-halus saling menembusi alam-alam yang lebih-kasar):

alam 1.Illahiah.

alam 2.Monadiah,

alam 3.Rohaniah,

alam 4.Intuisional,

alam 5.Mental,

alam 6.Astral,

alam 7.Jasmaniah,

Ini dilambangkan sebagai Monad bergerak melaju satu titik demi satu titik berikutnya di sepanjang jalur-pantulnya (=jalur-pancarnya, berkebalikan arahnya) sendiri dari dinding bola-cermin (melambangkan Alam-Semesta) menuju Sumber-Cahaya di pusat bola-cermin (melambangkan Sang Illahi).

Jalan-Lintas adalah bukan Jalur-Pantul

Jalan-Lintas adalah:

· bukan Jalur-Pantul (melambangkan Evolusi) kembali ke Pusat masing-masing di dalam Tuhan, melainkan

· percepatan laju gerak Monad dari satu titik demi satu titik berikutnya di sepanjang jalur-pantulnya tersebut.

4.C. “At the Feet of the Master”, Etika Kehidupan di Masa-Percobaan

Sejumlah Adept (bukan Manusia lagi, kakak-kelas manusia, sebagaimana siswa SMP adalah bukan siswa SD lagi) pada tingkatan Inisiasi 5, Asekha, berkenan menerima murid untuk Pelayanan bagi Evolusi, dan Mereka disebut Para Guru Suci.

Pelayanan bagi Evolusi mensyaratkan bagi siapapun kandidat peminatnya, suatu kehidupan yang:

· tulus-murni,

· berkecerdasan-tinggi,

· berkearifan-halus

· tanpa pamrih,

· melupakan diri sendiri,

· tidak meminta apapun, dan

· berpelayanan demi Tuhan belaka dan bukan demi diri sendiri.



Banyak kandidat peminatnya yang gagal, dan agar kandidat peminatnya sendiri tidak membuang-buang waktu, maka bagi para kandidat disediakan Etika Kehidupan di Masa-Percobaan yang antara lain diringkaskan di dalam buku “At the Feet of the Master” tersebut.

Pendekatan terhadap Etika Kehidupan tersebut adalah sebagai berikut:

1

KASIH, ini adalah ekspresi dari fakta bahwa HIDUP adalah TUNGGAL,

<>1A.

karena kita semua bersumber dari Satu-SatuNya Tuhan Yang Mengatasi Bilangan;

<>1B.

karena kita semua (Mineral, tanaman, Binatang, Manusia, Iblis, Malaikat, Adept, Logos, Alam Semesta) berbagi Hidup Yang Sama yaitu Hidup Tunggal dari Satu-SatuNya Tuhan ITU Sendiri, semuanya bersaudara secara illahiah, secara universal.

<>2.

Para kandidat masing-masing harus dapat memilah-milah:

- antara yang pengabdian/ pelayanan terhadap yang mementingkan diri sendiri

- antara yang benar terhadap yang salah

- antara yang bajik terhadap yang keji

- antara yang sejati terhadap yang tidak sejati

- antara yang menuju Cahaya terhadap yang menuju Kegelapan

- antara yang perasaan= keinginan terhadap yang kehendak Roh

- antara yang hasrat nafsu inderawi terhadap inspirasi Intuisional/ Rohaniah

- antara yang bodoh terhadap yang cerdas dan bermanfaat bagi semua.

- antara yang menjadi tuan bagi diri sendiri terhadap yang menjadi budak bagi hasrat fana diri sendiri

Di dalam buku “At the Feet of the Master” Krishnamurti menuliskan terdapatnya Empat Kwalifikasi untuk memasuki bagi Jalan-Lintas, yaitu ringkasannya sbb.:

I. Pemilah-Milahan, II. Tiadanya Keinginan,

III. Tingkah-Laku Yang Baik IV. Kasih

I. Pemilah-Milahan

antara yang sejati dan yang tidak-sejati,

antara yang benar dan yang salah,

antara yang penting dan yang tidak penting,

antara yang berguna dan yang tidak berguna, antara kebenaran dan kekeliruan, antara yang mementingkan diri sendiri dan yang tidak-mementingkan diri sendiri.

Dia yang hendak berjalan di Jalan-Lintas, harus belajar berpemikiran bagi dirinya sendiri, karena takhyul adalah: satu di antara kejahatan-kejahatan yang terbesar di dunia, satu di antara rintangan-rintangan yang engkau-sendiri harus sepenuhnya membebaskan dirimu sama-sekali. Harus: tidak ada cobaan apapun, tidak ada kesenangan-kesenangan duniawi apapun, bahkan tidak ada rasa sayang duniawi apapun, yang akan pernah menepikan dirimu. Karena: engkau sendiri harus menjadi tunggal dengan Jalan-Lintas; Jalan-Lintas harus sedemikian banyak menjadi bagian dari kealamian dirimu, sehingga: engkau mengikuti Jalan-Lintas tanpa perlu memikirkannya lagi, dan engkau tidak dapat menepikan dirimu. Engkau, Sang Monad, telah membuat keputusan mengenai hal ini; maka memisahkan-diri dari hal ini akan berarti memisahkan-diri dari dirimu sendiri. Katakan kepada dirimu sendiri: “Apa yang manusia telah laksanakan, manusia dapat melaksanakannya. Aku adalah seorang manusia, lagi pula Sang Illahi di dalam manusia; Aku dapat melaksanakan hal ini, dan aku menghendakinya”. Karena kehendakmu harus menjadi bagaikan baja-tempa, jika engkau akan menjalani Jalan-Lintas. Jika engkau benar-benar berkeinginan untuk memasuki Jalan-Lintas, maka engkau harus memikirkan: konsekwensi-konsekwensi dari apa yang engkau lakukan, jika tidak begitu maka engkau akan bersalah atas kekejaman mengenai tiadanya pemikiran. Ia yang berada di Jalan-Lintas bereksistensi bukan bagi dirinya sendiri, melainkan bagi makhluk-makhluk lain; ia telah melupakan dirinya sendiri, guna ia bisa melayani mereka.

Engkau masih harus berpemilah-milahan dalam cara lain. Belajarlah untuk memperbedakan dengan jernih Sang Illahi yang ada: di dalam setiap orang, dan di dalam setiap apapun, tidak menjadi persoalan betapapun jahatnya dia atau sesuatu tersebut tampak di permukaan.

Engkau dapat membantu saudaramu melalui: hal yang engkau mempunyainya bersama-sama dengan dia, dan hal itu adalah: Hidup Illahiah; pelajarilah bagaimana membangkitkan hidup Illahiah tersebut di dalam dirinya, pelajarilah bagaimana menghimbau hidup Illahiah tersebut di dalam dirinya; dengan demikian engkau akan menyelamatkan saudaramu dari kesalahan.

II. Tiadanya Keinginan

...... Dengan demikian: engkau harus melakukan hal yang benar demi kebenaran itu sendiri, dan bukan demi mengharapkan imbalannya; engkau harus bekerja demi pekerjaan itu sendiri, dan bukan demi berharap melihat hasilnya.engkau harus memberikan dirimu sendiri ke pelayanan dunia karena: engkau mengasihi pelayanan dunia, dan tidak-bisa-lain daripada memberikan dirimu sendiri ke pelayanan dunia.

.......Jangan sekali-kali berhasrat menonjolkan diri, ataupun terlihat pandai. jangan mempunyai keinginan untuk berbicara; Adalah baik berbicara sedikit saja; tetapi masih lebih baik tidak mengatakan apapun, kecuali jika engkau benar-benar merasa pasti bahwa: yang engkau sungguh-sungguh ingin ucapkan adalah: benar, bersifat baik-budi, dan bersifat membantu. Sebelum berbicara, pikirkanlah dengan berhati-hati apakah yang akan engkau ucapkan itu mempunyai ketiga kwalitas tersebut; jika tidak, maka jangan mengucapkannya.

Degan demikian, satu pernyataan bagi kwalifikasi-kwalifikasi tersebut adalah: mengetahui, memberanikan diri, menghendaki, dan diam; dan yang terakhir dari yang empat ini adalah yang paling sulit dari empat-empatnya

Jika engkau melihat satu kasus kekejaman kepada: seorang kanak-kanak, ataupun seekor binatang, maka adalah kewajibanmu untuk ikut-campur.

Jika engkau diserahi tanggung-jawab akan orang lain guna mengajarinya, maka hal ini bisa menjadi kewajibanmu untuk dengan lembut-hati menceritakan kepadanya mengenai kesalahan-kesalahan perilakunya.

III. Tingkah-Laku Yang Baik

- Kontrol-Diri terhadap Sang Batin .

- Kontrol-Diri dalam Tindakan.

- Toleransi.

- Keceriaan.

- Pemusatan-Perhatian.

- Kepastian-Diri.

Engkau harus: menanggung karmamu dengan ceria, apapun karmamu mungkin adanya, menjalani karmamu sebagai suatu kehormatan bahwa penderitaan datang kepadamu, karena itu menunjukkan bahwa para Lord Karma berpemikiran bahwa engkau bernilai untuk dibantu. Betapapun beratnya menanggung karmamu adanya, bersyukurlah bahwa itu tidak lebih buruk. Ingatlah bahwa engkau hanya sedikit berkegunaan kepada Sang Guru Suci hingga karma jahatmu telah selesai tuntas engkau jalani, dan engkau bebas.

Melalui menawarkan dirimu sendiri kepada Sang Guru Suci: engkau telah meminta bahwa: karmamu bisa dipercepat, dan dengan demikian, kini dalam satu atau dua kehidupan: engkau selesai menjalani karmamu, yang jika dengan cara lain, mungkin karmamu telah tersebar di seratus kehidupan. Tetapi guna membuat yang terbaik dalam engkau tuntas menjalani karmamu itu, engkau harus menanggung karmamu dengan ceria, dengan gembira.

Masih ada satu hal lainnya. Engkau harus melepaskan seluruh perasaan memiliki. Karma bisa mengambil dari engkau: hal-hal yang engkau paling sukai, bahkan orang – orang yang paling engkau cintai Bahkan demikian, engkau harus: ceria, siap berpisah dengan hal apapun, dan setiap hal.

Seringkali Sang Guru Suci perlu menuangkan kekuatanNya bagi orang lain melalui pembantuNya; Dia tidak bisa melakukan itu jika sang pembantu menyerah kepada rasa-tertekan.

Oleh karena itu keceriaan harus menjadi aturan perilaku.



IV. Kasih.

Dari semua kwalifikasi tadi, kasih adalah yang paling penting, karena: jika kasih telah cukup kuat di dalam seorang manusia, maka kasih dengan kuat mendorong manusia tersebut untuk memenuhi semua kwalifikasi lainnya, dan semua kwalifikasi lainnya, tanpa kasih, akan tidak pernah mencukupi.

Endorsed to Students and Aspirants of Krishnamurti and Theosophy Teachings

by Ir. Ardi Wibowo, Visite Speaker

<>Sudah kutuliskan semua yang penting dari “Truth Is A Pathless Land” dan “At the Feet of the Master”.

Jika siapapun menganggap bahwa “At the Feet of the Master” adalah jelek dan harus dibuang, maka buanglah, tidak apa-apa, hanya saja makna esoterisnya tidak terungkap dan keintanannya tidak pernah memasuki kesadaran dari siapapun yang membuangnya.

Ardi

Rabu, 18 November 2009

Kelahiran Rahwana Dan Sekelumit Tentang Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu

Kelahiran Rahwana Dan Sekelumit Tentang Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu






Energi dalam tubuh manusia berpusat disekitar pusar. Pembangkitnya berada di situ. Lalu, biasanya ada dua kemungkinan. Mengalir ke bawah, atau mengalir ke atas. Jika mengalir ke bawah, instink-instink hewani dalam diri manusia akan terstimuli. Instink-instink hewani yang kita warisi berkat evolusi panjang itu akan bangkit kembali dan mencari mangsanya. Kemudian, demi kenyamanan diri, kita bisa mencelakakan apa saja. Sebaliknya, jika mengalir ke atas, energi itu akan membuat anda menjadi lebih kreatif dan konstruktif. Anda akan menjadi unik, orisinil dan karena itu anda akan menjadi berkah bagi lingkungan sekitar anda. *1 Medis dan Meditasi

Latar belakang keluarga para pelaku dalam Ramayana

Prabu Dasarata penuh hasrat mendapatkan seorang putra, sehingga mengawini tiga orang wanita yang ternyata tiga-tiganya belum dapat memberikan putra juga. Akhirnya dengan suatu upacara ritual ketiga istrinya melahirkan empat putra. Keempat putranya saling mengasihi.

Kemudian karena sang prabu kalah janji dengan istri ketiga, maka putra terkasihnya Sri Rama harus meninggalkan istana yang menyebabkan kesedihan sang prabu yang membawanya keujung kematian.

Resi Gotama bertapa seratus tahun dengan harapan mendapatkan anugerah isteri seorang bidadari. Dewi Windradi adalah seorang bidadari yang bersedia menjadi istrinya, akan tetapi dia memiliki cupu manik Astagina yang pada setiap saat konon dapat berhubungan dengan Bathara Surya lewat cupu tersebut.

Pasangan suami istri tersebut melahirkan tiga anak, Guwarsa yang akhirnya menjadi Subali, Guwarsi yang menjadi Sugriwa dan Retno Anjani yang melahirkan Hanuman. Dua bersaudara Subali dan Sugriwa berseteru hingga akhirnya Subali mati dipanah Sri Rama. Sedangkan Hanuman melakukan “total surender” pada Sri Rama, sang avatara.

Dewi Sukesi, putri raja Alengka Prabu Sumali, seorang wanita yang sangat percaya diri dan bersemangat. Sang putri menerima saran sang ayahanda bahwa pemilihan pasangan hidup melalui pertarungan antar ksatria tidak perlu diperpanjang lagi. Dewi Sukesi kemudian memilih pasangan hidup siapa pun yang dapat menjabarkan Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Resi Wisrawa adalah seorang raja yang meninggalkan kenyamanan istana demi peningkatan kesadaran. Akan tetapi sang resi masih punya keterikatan dengan sang putra yang menggantikannya sebagai raja Lokapala. Sang putra mabuk kepayang ingin mempersunting Dewi Sukesi, akan tetapi ketakutan karena semua ksatria yang datang meminang sang putri dibunuh oleh Patih Harya Jambumangli adik Prabu Sumali yang diam-diam jatuh cinta kepada sang keponakan.

Resi Wisrawa berangkat ke Alengka untuk mendapatkan jodoh bagi sang putra. Akan tetapi sewaktu menguraikan Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepada Dewi Sukesi, mereka berdua terlena dan melakukan hubungan suami istri. Dari mereka lahirlah Rahwana, Sarpakenaka, Kumbakarna dan Wibisana. Sarpakenaka yang hiperseks sakit hati dengan Dewi Sinta dan minta sang kakak menculiknya. Kumbakarna tidak menyetujui keserakahan Rahwana memilih makan dan tidur serta tidak mau melihat kesewenang-wenangan kakaknya. Wibisana tidak cocok dengan tindakan kakaknya dan ketika kakaknya menculik istri Sri Rama, ksatria avatara idolanya, maka dia menyeberang ke pihak Sri Rama.

Kisah Ramayana yang berkembang di Nusantara, penuh dengan berbagai karakter pelaku, dengan berbagai hubungan kekerabatan yang bagaimana pun sampai saat ini masih relevan untuk dipetik hikmahnya. Berbagai karakter dan persoalan rumah tangga tersebut terasa dekat dengan DNA bangsa Indonesia. “Setting” panggung dan zaman sudah berubah, akan tetapi karakter para pelaku dan pelbagai permasalahan kekerabatan pada hakikatnya tidak jauh berbeda. Bahkan sampai saat ini masih banyak orang tua yang menamakan anaknya, Rama, Bharata, Laksmana, Sinta, Sita dan lainnya.

Walaupun Epos Ramayana berawal dari India, tetapi begitu sampai Nusantara, nuansanya disesuaikan. Bahkan di India tidak ada satu pun candi dengan relief batu tentang Ramayana. Hal tersebut menunjukkan betapa tingginya peradaban kita saat itu. Akan tetapi, pada saat ini justru beberapa produk budaya kita, yang secara jujur pernah “kurang mendapat perhatian”, telah dirawat oleh bangsa lain. Semoga putra-putri Indonesia menyadari jati diri budaya bangsa, melestarikannya dan bangkit dari keterpurukannya.

Saatnya kita kembali kepada ajaran leluhur, kepada budaya asal Nusantara, kepada kearifan lokal, kebijakan nenek moyang. Saatnya kita menghormati dan menghargai alam, lingkungan. Hubungan dengan alam dan sesama makhluk hidup – bukanlah hubungan horizontal sebagaimana dicekokkan kepada kita selama bertahun-tahun. Pun hubungan kita dengan Tuhan bukanlah vertikal. Tuhan tidak berada di atas sana, di lapisan langit kesekian. Pemahaman vertikal-horizontal seperti ini telah memisahkan kita dari alam. Tuhan berada dimana-mana, Ia meliputi segalanya, sekaligus bersemayam di dalam diri setiap makhluk inilah inti ajaran leluhur kita. Inilah kearifan lokal kita. Dan, hanyalah pemahaman seperti ini yang dapat menyelamatkan kita dari kemusnahan dan kehancuran. *2 Panca Aksara



Latar belakang Resi Wisrawa dan Dewi Suksesi

Prabu Sumali, Raja Alengka sadar bahwa sayembara memperebutkan Dewi Sukesi, sang putri dengan cara perang tanding antar ksatriya telah menimbulkan pertumpahan darah yang tidak seharusnya terjadi. Telah banyak ksatria mati di tangan Harya Jambumangli adik, sekaligus patih kerajaan Alengka. Akan tetapi permintaan sang putri untuk bersedia menjadi isteri dari orang yang sanggup mengupas Sastrajendra Pangruwating Diyu membuatnya sangat gundah. Bagaimana pun sang putri adalah seorang gadis yang tegas dan dia terlanjur memanjakan dan menuruti apa pun kemauan sang putri. Dewi Sukesi memang berbeda dari Dewi Sinta yang pasrah kepada ayahandanya, Sang Prabu Janaka yang bijaksana untuk mencarikan jodoh baginya.

Resi Wisrawa sedang mengupas ilmu Sastrajendra Pangruwating Diyu di taman keputren bersama Dewi Sukesi. ‘Sastrajendra’, Tulisan Agung tersebut tak jauh dari pemahaman tentang manusia itu sendiri, tentang ‘gumelaring jagad’, asal-usul jagad, ‘sejatining urip’, makna hidup, ‘sejatining panembah’, pengabdian kepada Gusti dan ‘sampurnaning pati’, kesempurnaan kematian.

Konon Guru adalah seseorang yang mendapatkan pengetahuan langsung dari Keberadaan. Sedangkan murid sejati adalah seseorang yang berkeinginan tunggal atau “murad” untuk mengalami penyatuan dengan Keberadaan, manunggal dengan Gusti. Yoga juga berarti penyatuan dengan Ilahi. Sang murid telah paham bahwa dunia ini hanya ilusi, permainan pikiran, sehingga Keberadaan menghendaki dia bertemu dengan Guru untuk membimbingnya dalam menjalani kehidupan spiritualnya. Sang Guru dan sang murid hanya melaksanakan ridho Sang Keberadaan. Mungkin contoh yang baik hubungan antara Guru dan murid adalah hubungan antara Sri Rama dengan Hanuman. Hanuman pasrah total kepada Sri Rama yang merupakan wujud keilahian. Lain Hanuman lain kita, kepasrahan kita hanya di bibir saja.

Ucapan-ucapan seperti, “Aku sudah pasrah. Aku sudah berserah diri sepenuhnya” hanya menunjukkan betapa naifnya kita. Di balik ucapan-ucapan kita seperti itu masih ada keinginan terselubung, untuk menonjolkan diri kita. Kepasrahan kita membutuhkan pengakuan orang lain. Ego kita masih tetap ada. Dan selama masih ada ego, tidak ada cinta, tidak akan ada kasih. *3 Samudra Sufi

Resi Wisrawa dalam mengupas Sastrajendra masih menuruti ego pribadi untuk mendapatkan jodoh bagi sang putra. Dewi Sukesi dalam menerima pengetahuan juga masih mempunyai keterikatan terhadap ego pribadi untuk mencari suami. Mereka menuruti hasrat ego-nya, bukan ridho Sang Keberadaan, belum mencerminkan hubungan antara Guru dan murid.



Terpelesetnya Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi dalam pengupasan Sastrajendra

Beberapa penjelasan Resi Wisrawa, “Pada waktu kita sudah lepas dari keterikatan, kehilangan rasa memiliki, termasuk memiliki diri sendiri, kita masuk dalam “kematian”. Di balik “kematian” itulah justru ada “kehidupan” sejati. Kehidupan yang tidak berawal dan tidak berakhir, yang bebas dari belenggu keterikatan.”

Mereka yang jiwanya telah mati sibuk mencari kehidupan. Mereka yang jiwanya hidup mengejar kematian. Suatu paradoks tetapi Begitulah adanya. Apabila anda tidak merasa hidup, Anda akan selalu mengejar kehidupan. Apabila Anda tidak merasa sehat, Anda akan mengejar kesehatan. Apa pun yang Anda rasakan tidak “ada” dalam diri Anda, akan Anda kejar. Anda akan membanting tulang untuk memperolehnya. Sebaliknya, mereka yang merasakan dirinya hidup, mereka yang telah mengenal kehidupan dari dekat, mereka yang telah puas menjalani kehidupan tidak akan mengejar kehidupan lagi. Mereka yang sehat tidak mengejar kesehatan. *3 Samudra Sufi

“Kita berada dalam keindahan cinta. Alam semesta ini adalah perwujudan cinta Sang Keberadaan. Manusia, hewan, tanaman tak mungkin ada tanpa cinta. Cinta dan keindahan terdapat dalam naluri, integensia setiap manusia.”

“Ibarat sungai diam yang mengalirkan air yang selalu baru. Bukan jatidiri yang berjalan, tetapi waktulah yang berjalan. Cinta melampaui waktu. Tubuh fisik boleh berubah sesuai usia, akan tetapi cinta itu sendiri abadi. Masa lalu tidak ada, masa depan belum tiba dan yang ada hanya saat ini dan hal ini perlu dirayakan.”

“Dalam cinta itu ada kerinduan, bukan kerinduan terhadap hal-hal duniawi yang bersifat sementara, tetapi kerinduan kepada hal yang tidak dimengerti. Kebahagian dalam kerinduan tersebut bukan karena kepemilikan, tetapi karena ridho Sang Keberadaan. Pasrah total terhadap Keberadaan.”

Cinta tidak bertujuan, tak akan pernah bertujuan. Mereka yang belum kenal cinta selalu bingung. Mereka tidak dapat membayangkan suatu “tindakan” tanpa tujuan. Cinta yang ada pamrihnya, yang bersyarat, bukan cinta lagi. Lakukan introspeksi diri selama ini apakah Anda mencintai Allah? Jangankan pengorbanan dalam cinta, selama ini mungkin cinta pun belum pernah menyentuh jiwa kita, ruh kita, batin kita. Dan apabila kita belum mencicipi manisnya Kasih Allah, manisnya Cinta Tuhan, selama itu pula kita akan selalu berkiblat pada dunia benda pada segala sesuatu yang fana, yang semu. Berkorban dalam Cinta Allah berarti menolak segala sesuatu yang fana. Dengan Cinta, dan hanya Cinta saja yang dapat menyingkirkan bayangan gelap dari yang bukan Allah itu. Dengan Cinta dan Cinta saja, jiwa manusia dapat memenangkan kembali sumber kesucian itu dan menemukan tujuan utama yaitu penyatuan kembali dengan kebenaran. *3 Samudra Sufi

Cinta, kasih adalah pengalaman tertinggi, terakhir, yang dapat dialami oleh manusia. Setelah itu, apa lagi, what next? Saya tidak tahu. Dalam cinta yang tak terbatas itu, Mansur dan Rabiah menghilang. Dalam kasih yang tak terhingga itu, Isa dan Buddha lenyap tanpa bekas. Mereka tidak kembali untuk menjelaskan apa yang terjadi. Mereka menyatu dengan cinta, dengan kasih itu sendiri. Apabila Anda mengalami cinta, mengalami kasih, sebenarnya Anda juga sedang mengalami Isa dan Buddha, Mahavir dan Muhammad, Zarathustra dan Nanak. Cinta adalah jalan, sekaligus tujuan. Kasih adalah penuntun yang mengantar kita ke tujuan akhir kita. Dan tujuan akhir itu adalah kasih pula, cinta juga. *3 Samudra Sufi

“Sifat keraksasaan dalam diri harus diruwat, dikembalikan ke keadaan asalnya. Dan untuk mensucikan jiwa, kita harus menggunakan raga. Anakku Sukesi, mari kita kembali ke bumi untuk menyelesaikan tugas kita mengendalikan keraksasaan, mengendalikan “Diyu” dalam diri!” Dewi Sukesi merasa belum terpuaskan keingintahuannya dan belum mau menyudahi penguraian tentang Satrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Begitu larutnya mereka dalam penjabaran Sastrajendra, sampai mereka lupa bahwa “Diyu”, sang raksasa dalam diri mereka yang lama terpendam bangkit dan menutup kesadaran mereka. Keduanya bahkan gagal memaknai Sastrajendra, Sang Tulisan Agung. Mereka melakukan hubungan suami istri. Mereka tidak dinikahkan oleh orang tua atau dinikahkan oleh pelaksana ritual pernikahan, tetapi mereka dinikahkan oleh syahwat mereka.



Kelahiran putra-putri Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi

Mind seseorang berwujud energi, dan energi tidak bisa mati, yang mati hanyalah raganya. Mind yang tak berbadan tersebut akan mencari raga baru untuk melanjutkan obsesi dan menerima akibat dari tindakan yang pernah dibuatnya sesuai aturan alam, hukum sebab-akibat.

Medan Energi Bio-Electric Subconscious Mind (MEBESM) yang tidak ikut mati membentuk synap-synap asli dalam otak bayi yang baru lahir. Demikian, otak bayi mewarisi informasi, keinginan, dan obsesi yang tersimpan dalam MEBESM tersebut. Bahkan, MEBESM bisa memilih tempat dan situasi di mana tersedia stimulus-stimulus sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam arti kata lain, “kita” memilih tempat lahir. Bahkan orang tua pun pilihan kita sendiri. *1 Medis dan Meditasi

Peristiwa terpelesetnya Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi mengakibatkan kelahiran putra-putrinya. Dikatakan terpeleset, mungkin juga kurang tepat. Mungkin sudah ada cetak biru Keberadaan untuk melahirkan pemimpin para raksasa yang mengumpulkan para raksasa untuk berperang secara frontal. Mungkin perang tersebut berguna untuk pengurangan populasi raksasa guna penyesuaian daya dukung bumi terhadap kehidupan para raksasa.

Apabila Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi tidak terpeleset, mungkin akan ada skenario lain untuk pengurangan populasi raksasa tersebut. Bagi kita yang penting adalah bahwa kita dapat menarik hikmah dari kisah tersebut demi peningkatan kesadaran. Skenario yang lain tidak perlu diperdebatkan, karena hanya analisa mind belaka.

Yang jelas secara alami, setiap proses produksi selalu menghasilkan “side product” yang harus dibuang. Proses pencernaan juga menghasilkan sampah yang harus dibuang. Membuang “side product” sampah psikis dalam latihan meditasi disebut katarsis, cleansing agar diri tetap sehat. Bahkan dogma-dogma lama yang tersimpan dalam pikiran bawah sadar pun harus di-cleansing agar manusia dapat menerima kemajuan dan hidup dalam kekinian. Pengurangan populasi raksasa atau hewan semacam dinosaurus pun diperlukan dan merupakan cleansing bagi bumi, demi kesehatan bumi. Dan selalu saja setelah cleansing atau katarsis ada rasa kelegaan yang dalam.

Yang jelas kita diminta mengamati sifat “Diyu”, sifat keraksasaan dalam diri, yang masih ada dalam DNA kita, hasil evolusi masa lalu yang sering tidak terkendalikan. Kita telah memilih lahir lagi demi peningkatan evolusi kita. Oleh karena itu jangan hanya berhenti menikmati suka atau duka atas suatu kejadian yang dialami. Di balik setiap kejadian tersirat hikmah atau tujuan atas kejadian tersebut.

Pasangan Anda, istri Anda, suami Anda, orang tua dan anak dan cucu Anda, atasan dan bawahan Anda, mereka semua adalah dosen-dosen pengajar. Mereka yang melacurkan diri demi kepingan emas dan mereka yang melacurkan jiwa demi ketenaran dan kedudukan, mereka semua adalah guru Anda. Anjing jalanan dan cacing-cacing di got, lembah yang dalam, bukit yang tinggi dan lautan yang luas, semuanya sedang mengajarkan sesuatu. *3 Samudra Sufi

Dewi Sukesi mengandung akibat buah cinta terlarangnya dengan Resi Wisrawa. Dan, kemudian dari rahimnya terlahir segumpal darah, bercampur sebuah wujud telinga dan kuku. Segumpal darah itu menjadi raksasa bernama Rahwana yang melambangkan nafsu angkara manusia. Sedangkan telinga menjadi raksasa sebesar gunung yang bernama Kumbakarna, yang meski pun berwujud raksasa tetapi hatinya bijak, ia melambangkan penyesalan ayah ibunya. Sedangkan kuku menjadi raksasa wanita yang bertindak semaunya bernama Sarpakenaka. Kelak Wisrawa dan Sukesi melahirkan seorang putera bernama Gunawan Wibisana. Anak terakhir ini berupa manusia sempurna yang baik dan bijaksana, karena terlahir dari cinta sejati, jauh dari hawa nafsu kedua orang tuannya.

Wibisana lahir normal, disusui sang ibu dengan penuh kasih dan menjadi lebih lembut. Kejadian di awal kelahiran mempunyai pengaruh besar terhadap seorang anak. Seorang anak yang lahir dari operasi cesar, dia lahir begitu mudah tanpa perjuangan, sehingga jangan sampai masa kanak-kanaknya dimanja, agar dia memiliki daya juang. Bayi yang lahir juga perlu diletakkan agak jauh dari buah dada ibunya, agar dia berjuang mendapatkan air susu pertama. Daya juang tersebut diperlukan dalam kehidupan selanjutnya.



Sifat-sifat Rahwana, Sarpakenaka, Kumbakarna dan Wibisana

Menurut filsafat Yoga, seperti yang dijabarkan oleh Patanjali dan lainnya, ada tujuh lapis kesadaran, digambarkan sebagai chakra atau roda. Tiga chakra pertama adalah kebutuhan dasar, makan/minum, seks, dan tidur. Ini adalah kebutuhan yang dilakukan oleh hewan juga. Cakra keempat adalah cinta yang membedakan kita dari dunia hewan. Tentu saja, ini menjadi lapisan pertama kesadaran manusia. Lapisan ini berhubungan dengan bagian otak neo-cortex, sedangkan tiga lapisan pertama berhubungan dengan bagian otak yang mengatur anggota tubuh. Tiga lapisan terakhir adalah lapisan pemurnian, perluasan pandangan, dan pencerahan. Lapisan-lapisan ini membawa kita menuju Yang Maha Kuasa, menuju Keilahian. Jadi, menurut yoga, kita semua menuju ke arah yang sama, Tuhan. *4 Si Goblok

Dalam diri manusia, ada tujuh chakra, akan tetapi putra-putri Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi nampak lebih menonjol pada chakra-chakra tertentu.

Chakra ketiga, kenyamanan, apabila tak terkendalikan menyebabkan manusia mengikuti ahamkara, ego, ingin menang sendiri. Rahwana yang juga disebut Dasamuka bisa dimaknai mempunyai sepuluh kepala, sepuluh otak, sangat cerdas dan mempunyai keserakahan yang luar biasa. Rahwana merupakan perwujudan dari sifat rajas yang agresif dan dominasi unsur alami api yang beraura kemerahan.

Chakra kedua berkaitan dengan kreatifitas dan hubungan dengan seks. Sarpakenaka sangat kreatif, sehingga dapat mengubah wujud dirinya menjadi wanita cantik penggoda Sri Rama dan Laksmana. Seandainya saja Sarpakenaka bisa mentransformasikan energi seks menjadi energi yang kreatif, dirinya akan sangat berguna bagi dunia. Sayangnya dia malah menjadi hiperseks, sudah mempunyai dua suami masih mempunyai PIL (Pria Idaman Lain) Kala Maricha, komandan prajurit andalan Rahwana. Sarpakenaka melambangkan sifat keagresifan dan dominasi unsur api yang beraura kuning.

Chakra pertama berkaitan dengan hal-hal mendasar, misalnya makan dan minum. Kumbakarna selain menuruti hasrat makan minum dan tidur, sebetulnya sudah muncul kesadaran tentang kebenaran. Dia tidak setuju dengan keserakahan Rahwana, tetapi dia tidak berani melawan dan malah melarikan diri dengan cara makan dan tidur. Kumbakarna didominasi unsur tanah beraura hitam yang tamas, malas.

Energi Wibisana, sudah tidak berupa cairan yang mengalir ke bawah perut, tetapi berwujud uap yang mengarah ke atas, mengaktifkan chakra keempat, bersifat satvik, tenang dengan aura putih, dengan dominasi unsur ruang. Wibisana sudah siap menjadi murid Sri Rama yang telah melampaui unsur-unsur alami.



Gigih dalam menegakkan dharma

Kami kutip nasehat Bapak Anand Krishna dalam buku *5 be the Change

Hidup adalah sebuah perjuangan. Berjuanglah terus-menerus demi penegakan dharma, demi hancurnya adharma. Kita tidak di sini untuk saling jarah-menjarah, atau saling rampas-merampas. Kita tidak mewarisi budaya kekerasan dan barbar seperti itu.

Jangan berjuang untuk tujuan-tujuan kecil yang tidak berguna. Jangan berjuang untuk memperoleh kursi yang dalam beberapa tahun saja menjadi kadaluarsa. Jangan berjuang untuk memperoleh suara yang tidak cerdas.

Berjuanglah untuk tujuan besar untuk sesuatu yang mulia. Berjuanglah untuk memperoleh tempat di hati manusia, ya manusia, bukan di hati raksasa. Berjuanglah untuk mencerdaskan sesama anak manusia, supaya mereka memahami arti suara mereka, supaya mereka dapat menggunakan hak suara mereka sesuai dengan tuntutan dharma. Perjuangan kita adalah perjuangan sepanjang hidup. Perjuangan kita adalah perjuangan abadi untuk melayani manusia, bumi ini dengan seluruh isinya, bahkan alam semesta. Janganlah mengharapkan pujian dari siapa pun jua. Janganlah menjadikan pujian sebagai pemicu untuk berkarya lebih lanjut. Berkaryalah terus menerus walau dicaci, dimaki, ditolak…….. Berkaryalah karena keyakinan pada apa yang mesti kita kerjakan. *5 be the Change

Terima Kasih Guru. Semoga kesadaran Guru menyebar ke seluruh Nusantara. Namaste.

Sabtu, 31 Oktober 2009

Aqaidul iman 50 ( Jawa : mu’taqot seket ; 50 )

Aqaidul iman 50 ( Jawa : mu’taqot seket ; 50 )

Allah itu mempunyai sifat wajib,mustahil ( muhal ) dan sifat jaiz ( wenang )

Sifat wajib Allah ada 20 dibagi jadi 4 bagian
Sifat Nafsiyah
Sifat Salbiyah
Sifat Ma’ani
Sifat Ma’nawiyah

Sifat Nafsiyah : Sifat yang dinisbahkan kepada Allah yang maksudnya ada, yaitu sifat wujud

Sifat mustahil /lawannya ( muhal ) = adam, artinya tidak ada

Dalil : Allahulladzii khalaqas samaawati wal ardla wamaa baynahuma

( Yaitu Allah, Dzat yang menciptakan tujuh lapisan langi dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantaranya )


Sifat Salbiyah : Sifat yang digunakan untuk menolak sesuatu yang tidak patut untuk dinisbahkan kepada Allah. Ada 5 sifat yaitu : Qidam,Baqo,Mukhalafatu lil hawaditsi, Qiyamuhu binafsihi, Wahdaniyah


Qidam = sudah sedia ada ( adanya tidak didahului oleh tidak adanya)

Jawa: gusti Allah iku mesti disek disek i ora ono sing disek I, kari ora ono kang ngareni.

Dalil : huwal awwalu wal akhiiru

Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir

Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )


Baqo = kekal / tetap, tetap dan kekalnya tidak dari diam tidak dari gerak, sebab diam dan gerak itu pekerjaan makhluq

( jawa : tetep , tetepe ora songko obah ora songko meneng, sebab obah lan meneng iku penggawene makhluq )

Dalil : Wayabqaa wajhu rabbika dzul jalaali wal ikraam (Ar Rohman27)

Wayabqaa, dan tetaplah kekal, wajhu rabbika ,dzat Tuhanmu Muhammad, dzul jalaali yang mempunyai sifat keagungan, wal ikraam dan sifat kemulyaan.

Sifat mustahil/Lawan ( muhal ) baqo = fana ( rusak / binasa )



Mukhalafatu lil hawaditsi = berbeda dengan segala sesuatu yang baru ( makhluq ). Jawa: nulayani marang sekabehe barang kang anyar.

Perbedaannya yaitu tidak berbentuk ( ora jerem ), tidak berbadan ( ora jisim ), tidak seperti intan permata ( ora jauhar ), tidak ada rupa ( ora ‘arod ) tidak betingkat – tingkat ( ora juz ), tidak terbagi ( ora kul ), tidak ada dalam fikiran kita.

Dalil : laisa kamitslihi syaiun ( Asyuro 11 )

Laisa, tidak ada, yaitu kamitslihi seperti persamaanNYa Allah, Syaiun dari segala sesuatu

Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = mumtsalatu lil hawaditsi ( sama dengan yang baru )


Qiyamuhu binafsihi = Berdiri diatas Dzatnya sendiri

Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = Ihtiyaju lighairihi, artinya mustahil jika Allah butuh tempat kepada sesuatu selainNya


Dalil : Innallaha La ghaniyyun ‘anil ‘alamin ( al ankabut : 6 )

Innallaha, sesungguhnya Allah, la ghaniyyun, nyata dzat yang maha kaya/tidak butuh apapun, ‘anil ‘alamiin, kepada semua alam

( tidak butuh tempat, tidak butuh waktu, tidak butuh apapun )


Wahdaniyah = Allah itu Dzat Esa / satu yang hakiki ( jawa : Gusti Allah iku mesti siji kang hakiki )

Esa Dzat, tidak kamuttasil, tidak kammunfasil

Esa sifat, tidak kamuttasil, tidak kammunfasil

Esa perbuatan, kamuttasil wajib, tidak kammunfasil

( jawa : siji Dzate, kamuttasil ora, kammunfasil ora

siji sifate, Kamuttasil ora, kammunfasil ora

siji panggawene, kamuttasil wajib, kammunfasil ora )


Esa Dzat, tidak kamuttasil artinya Dzat Allah itu tidak seperti bilangan yang dapat disebut seperti bulu, kulit otot, daging, tulang, sum sum, bukan itu.

Tidak Kammunfasil artinya : Dzat Allah itu tidak memakai bilangan yang pisah – pisah seperti jari tangan, jari kaki, bukan itu.

Esa sifat, tidak kamuttasil artinya sifat Allah itu tidak seperti warna yang dapat disebut merah, hijau, kuning, putih, hitam, biru dan seterusnya, bukan itu

Esa sifat, tidak kammunfasil artinya sifat Allah itu tidak seperti bilangan yang dapat dipisah pisah seperti tangan, kaki bukan itu.

Esa perbuatan ( jawa: siji panggawene ) kamuttasil wajib artinya perbuatan Allah itu pasti dapat ditemukan pada ciptaanNya

( jawa : Panngawene Gusti Allah iku mesti tetemu marang gawenane )


Esa perbuatan, tidak kammunfasil artinya Mustahil jika Allah itu sampai terpisah dengan perbuatan atau ciptaanNya


Sifat mustahil / lawan dari sifat Wahdaniyah = Muhal Ta’addud artinya mustahil jika Allah itu sampai memakai bilangan, seperti satu dalam artian bilangan


Dalil : Qul Huwallahu ahad

Qul; katakanlah Muhammad, Allahu yaitu Allah, itu Ahadun satu yang hakiki ( jawa: siji ngijeni kang hakiki )


Sifat Ma’ani : Artinya Allah sebelum menjadikan langit bumi seisinya ini, maka Allah sudah memiliki sifa Ma’ani yaitu Allah sudah kuasa, sudah berkehendak, sifat ma’ani ada 7 yaitu : Qudrat, Iradah, ‘Ilmu, Hayat, Sama’ , Bashar, Kalam

Qudrat = Kuasa

Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = ‘Ajzun artinya Lemah ( jawa: apes )

Dalil : Innallaha ‘ala kulli syain qadiir ( Qs Albaqarah 20 )

Innallaha, sesungguhnya Allah, ‘ala kulli Syain diatas segala sesuatu, Qadiruun, Kuasa


Iradat = Allah itu mempunyai kehendak / Berkehendak

Sifat Mustahil/lawan (muhal) = Karohah artinya Mustahil kalau sampai Allah itu terpaksa menuruti kehendak Makhluq ( jawa: kasereng )

Dalil : Fa’aalul lima yuriidu ( Qs Al buruj 16 )

( Dzat yang banyak mencipta segala sesuatu menurut kehendakNya )


‘Ilmu = Allah Maha mengetahui ( Jawa : Ngudaneni )

Sifat Mustahil / lawan ( muhal ) = Jahlun artinya, mustahil jika Allah itu bodoh

Dalil : Innallaha ‘alimun bidzaatish shuduuri ( Qs Al Imron 119 )

Innallaha, sesungguhnya Allah, ‘aliimun, Dzat yang maha mengetahui, bidzaatish shuduuri, diatas orang – orang yang memiliki beberapa macam keadaan hati

( jawa: Setuhune Gusti Allah iku ngudaneni kelawan wong kang anduweni piro – piro ati )


Hayat = Allah itu maha hidup, hidupNya tidak pakai nyawa, tidak pakai sukma

Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = Mautun artinya mustahil jika Allah sampai mati.

Dalil : Watawakkal ‘alal hayyilladzii laa yamuutu ( Qs Al Furqan 58 )

Watawakkal, dan bertawakal/pasrah lah engkau Muhammad, kepada Hayyilladzii, Dzat yang maha hidup, laa yamuutu, yang tidak akan mati.


Sama’ = Allah Maha mendengar, mendengarNya tidak pakai telinga ( Jawa : ngerungu, ngerungune ora nganggo kuping )

Sifat mustahil/lawan ( muhal ) = Shomamun, artinya mustahil jika Allah itu tuli

Dalil : Innallaha Samii’un ‘aliim ( Qs Al Imron 34 )

Innallah, sesungguhnya Allah, itu Samii’un, Dzat yang maha mendengar, ‘aliimun dan Dzat maha mengetahui.


Bashar = Allah Maha melihat, melihatNya tidak pakai mata ( Jawa: Gusti Allah iku mesti ningali, ningalane ora nganggo meripat )

Sifat mustahil/lawan ( muhal ) = ‘Umyun artinya mustahil jika Allah buta

Dalil : Wallahu bashiirun bimaa ta’maluna ( Qs Al Hujurat 18 )

( Dan Allah itu Dzat Maha melihat atas segala sesuatu perbuatan yang kamu lakukan )


Kalam = Allah itu maha berfirman ( berkata – kata ) berkata –katanya Allah tidak pakai suara dan aksara (jawa: Gusti Allah mesti dawuh, dawuhe ora nganggo suoro, ora nganggo aksoro )

Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = bukmun artinya mustahil jika Allah itu dzat yang bisu

Dalil : Wakalamallahu Muusa takliiman

Wakalamallahu, dan telah berfirman / berbicara Allah, Muusa kepada nabi Musa, takliiman dengan sebenar – benar berbicara / berfirman.



Sifat Ma’nawiyah : Setelah menjadikan langit bumi sesisinya, Allah mempunyai sifat ma’nawiyah

artinya Allah itu Yang Kuasa, Yang berkendak dan seterusnya, sifat ma’nawiyah ada

7 yaitu : Qadiran, Muridan, Aliiman, Hayyan, Samii’an, Bashiiran, Mutakalliman.


Kaunuhu Qadiran = adanya Allah itu Dzat yang Kuasa

Sifat mustahil / lawan = ‘Ajizan artinya mustahil Allah dzat yang lemah

Dalil = sifat qudrat


Kaunuhu Muriidan = adanya Allah itu dzat yang berkehendak

Sifat mustahil / lawan = Karihan artinya mustahil Allah dzat yang tidak berkehendak ( menuruti kehendak makhluq )

Dalil = dalil sifat iradat


Kaunuhu Aliiman = Adanya Allah itu Dzat yang maha mengetahui

Sifat mustahil / lawan = Jahilan artinya mustahil Allah dzat yang bodoh

Dalil = dalil sifat ‘ilmu.

Kaunuhu Hayyan = adanya Allah itu dzat yang maha hidup

Sifat mustahil / lawan = mayyitan artinya mustahil Allah dzat yang mati

Dalil = dalil sifat hayat.

Kaunuhu samii’an = adanya Allah itu dzat yang maha mendengar

Sifat mustahil / lawan = Ashomma artinya mustahil Allah dzat yang tuli

Dalil = dalil sifat sama’

Kaunuhu Bashiiran = adanya Allah itu dzat yang maha melihat

Sifat mustahil / lawan = a’ma artinya mustahil Allah dzat yang buta

Dalil = dalil sifat bashar.

Kaunuhu Mutakalliman = adanya Allah itu dzat yang maha berbicara

Sifat mustahil / lawan = Abkama artinya mustahil Allah dzat yang bisu

Dalil = dalil sifat kalam.



Sifat Jaiz ( kewenangan ) Allah ada satu dijabarkan jadi 5, ditambah sifat mustahilnya 5 jadi 10

1. Allah menjadikan langit bumi seisinya kewenangan Allah, mustahil jika Allah menjadikan langit bumi seisinya wajib

2. Allah menjadikan langit bumi seisinya tidak berharap manfaat, mustahil jika berharap manfaat

3. Allah menjadikan langit bumi seisinya, langit bumi seisinya ini tidak punya daya kekuatan, mustahil jika punya daya kekuatan

4. Allah menjadikan langit bumi seisinya, langit bumi sesisinya tidak punya daya watak / sifat

5. Allah menjadikan langit bumi seisinya ini baru, mustahil jika qidam


Aqaidul iman 50 dibagi jadi 2 yaitu :
Istighna’
Iftiqar


Istighna’ ankullima siwaahu artinya Allah itu maha kaya, tidak butuh sesuatu selainNya, sifatnya ada 28 ( termasuk sifat wajib, mustahil dan jaiz ) yaitu : wujud, qidam,baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, sama’, bashar, kalam, samii’an, bashiiran, mutakalliman ( 11 ) , sifat mustahilnya 11, jadi 22,

sifat jaiz 3 ( yaitu no 1- 3 diatas ) ditambah mustahil jaiznya 3, jadi 6

22 ditambah 6 = 28


Istighna’ sendiri dibagi menjadi 5
Istighna’ fa’il : Allah maha kaya, tidak butuh pada perbuatan ( jawa: ora butuh

marang gawe ) sifatnya yaitu : wujud, qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi
Istighna’ mahal : Allah maha kaya, tidak butuh pada tempat, sifatnya yaitu qiyamuhu binafsihi
Istighna’ mukammil : Allah maha kaya, tidak butuh pada sesuatu yang menyebabkan sempurna, sifatnya yaitu sama’ bashar, kalam, samii’an, bashiiran, mutakalliman
Istighna’ maf’ul : Allah maha kaya, tidak butuh pada ciptaanNya, sifatnya sifat jaiz no 1 dan 2, ditambah sifat mustahil dari sifat jaiz tersebut.
Istighna’ washitoh : Allah maha kaya, tidak butuh pada lantaran, sifatnya sifat jaiz no 4 ditambah sifat mustahil dari sifat jaiz tersebut.


Iftiqar kullima ‘adaahu ilahi : setiap sesuatu selain Allah pasti butuh pada Allah

terdiri dari 22 sifat ( wajib, mustahil, jaiz ) Yaitu : qudrat, iradat, ilmu, hayat, qadiran, muriidan, ‘aliiman, hayyan, samii’an, wahdaniyah ( 9 sifat ) mustahilnya 9 sifat, ditambah sifat jaiz no 4 dan 5, serta sifat mustahil bagi sifat jaiznya 2, jadi jumlahnya 22 sifat.


Istighna’ 28 sifat , dibagi jadi 2
Sifat kamal artinya sempurna, terdiri dari 12 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
Sifat Jamal artinya indah, terdiri dari 16 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )


Iftiqar 22 sifat dibagi jadi 2
Sifat Jalal, artinya Agung, terdiri dari 10 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
Sifat Qohar, artinya Perkasa, terdiri dari 12 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )


Istghna’ 28 sifat ditambah iftiqar 22 sifat disebut aqaidul iman 50

Semua sifat diatas terangkum dalam kalimah tauhid :

Laa ilha illa Allah

Laa, mengandung sifat kamal 12

Ilaha, mengandung sifat jamal 16

Illa, mengandung sifat jalal 10

Allahu, mengandung sifat qohar 12

Jumlah 50 sifat.


Huruf kalimah tauhid laa ilaha illa Allah, 12 huruf

Lam, lafad Laa, artinya tidak ada yang lainnya

Alif, lafad laa, mustahil jika Allah ada yang lainnya lagi.

Alif, lafad ilaha, itsbat iradat artinya tetap pada kehendak Allah

Lam, lafad ilaha, Nafi mujtahid nakiroh, artinya hati – hati jangan berharap pada Tuhan yang lain, kecuali Allah.

Ha, lafad ilaha, itsbat ahadiyah, tetap satu/esa dzat Allah

Alif, lafad illa, itsbat hidayah, tetap petunjuk dari Allah

Lam, lafad illa, lam nafi ‘ubudiyah, artinya tidak ada sesembahan selain Allah

Alif, lafad illa, artinya mustahil jika ada sesembahan selain Allah.

Alif, lafad Allahu, itsbat wahdiyah, tetap satu hakiki sifat Allah

Lam awwal, lafad Allah, itsbat ta’dim artinya tetap keagungan milik Allah

Lam tsani, lafad Allah, mustahil jika Allah itu tidak bersifat agung.

Ha, lafad Allah itsbat Hawiyah, artinya tetap keluasan milik Allah

Tags: aqaidul iman 50, iftiqar, istighna', kalimah tauhid, sifat wajib, sifat jaiz Allah, sifat jamal, Sifat K, sifat qohar, sifatkalimah mustahil

SEKELUMIT KISAH SUNAN KAJENAR atau SYEH SITI JENAR Bagian : 1

SEKELUMIT KISAH SUNAN KAJENAR atau SYEH SITI JENAR Bagian : 1 , Oleh : Damar Shashangka





Konon, Seorang ulama Islam, bernama Syeh Abdul Jalil, datang ke Jawa dan bermukim di Bukit Amparan Jati ( Daerah Cirebon sekarang ). Disana, beliau bertemu dengan Syeh Dzatul Kahfi, seorang ulama sepuh yang sudah lama menetap di Bukit Amparan Jati. Ulama sepuh inilah guru dari Pangeran Walang Sungsang dan Dewi Rara Santang, putra-putri dari Prabhu Silih Wangi, Raja Pajajaran.

Setelah menetap berdekatan dengan Syeh Dzatul Kahfi, Syeh Abdul Jalil kemudian berpindah ke Carbon Girang. Disana beliau mendirikan sebuah Pesantren dengan nama KRENDHASAWA. Banyak yang tertarik dengan ajaran beliau yang bernuansa spiritual murni. Sama sekali berbeda dengan para ulama-ulama lain yang juga mengurusi kenegaraan. Sibuk ingin mendirikan Kekhalifahan Islam.

Di Pesantren Krendhasawa, para santri tidak menemui nuansa politik seperti itu. Ajaran tassawuf begitu kental. Nuansa kedamaian sangat terasa.

Kehadiran Syeh Abdul Jalil, menyita perhatian Dewan Wali Sangha yang berpusat di Ampeldhenta ( Daerah Surabaya sekarang ). Sudah menjadi kesepakatan bersama, seyogyanya, para ulama yang menetap di Jawa, masuk menjadi anggota Dewan Wali. Syeh Abdul Jalil tidak menolak ajakan itu. Beliau bersedia masuk menjadi anggota Dewan Wali Sangha.

Begitu menjadi anggota Dewan Wali, beliau mendapat julukan Syeh Lemah Abang atau Syeh Ksiti Jenar ( Lemah = Tanah, Abang = Merah. Ksiti = Tanah, Jenar = Kuning ). Beliau mendapat gelar seperti itu karena beliau tinggal didaerah Jawa bagian barat yang terkenal tanahnya berwarna merah kekuning-kuningan, beda dengan tanah jawa bagian tengah dan bagian timur. Kata KSITI yang artinya tanah, lama-lama berubah menjadi SITI. Maka terkenallah beliau dengan sebutan Syeh Siti Jenar atau Syeh Lemah Abang atau Sunan Kajenar.

Beliau bukan keturunan bangsawan. Kebanyakan, para ulama yang waktu itu dikenal dengan sebutan Wali, berasal dari kalangan bangsawan. Sebut saja Sunan Ampel, dia berdarah bangsawan Champa. Sunan Benang ( lama-lama berubah menjadi Bonang ), Sunan Darajat ( lama-lama berubah menjadi Drajat ), Sunan Lamongan, ketiganya putra Sunan Ampel, berdarah bangsawan Champa dan Tuban ( karena istri Sunan Ampel masih keturunan Kadipaten Tuban ), begitu juga Sunan Kalijaga ( berdarah Tuban), Sunan Giri ( berdarah Blambangan ), dll.

Syeh Siti Jenar, tidak berdarah biru. Namun beliau memiliki 'kecemerlangan' melebihi para menak berdarah keraton. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu faktor sehingga beliau sama sekali tidak tertarik dengan tetek bengek urusan perpolitikan, selain memang 'kesadaran' beliau yang benar-benar tinggi.

Konon, Syeh Siti Jenar adalah putra Syeh Datuk Sholeh yang bermukim di Malaka. Syeh Datuk Sholeh putra dari Syeh Datuk Isa. Syeh Datuk Isa putra Syeh Khadir Khaelani. Syeh Khadir Khaelani adalah putra Abdullah Khannuddin. Dan Abdullah Khannuddin putra Ashamat Khan atau Syeh Abdul Malik, yang konon tinggal di India sebelah barat yang sekarang wilayah Pakistan. ( Nah, bisa diketahui kan, kebijaksanaan beliau berasal dari mana? : Damar Shashangka ).


Namun, status keanggotaan Syeh Siti Jenar didalam Dewan Wali Sangha tidak-lah berlangsung lama. Sebab, begitu melihat para ummat Islam yang semula benar-benar murni memperbaiki akhlaq, lama-lama terpengaruh gerakan militansi Islam yang mulai digalang oleh Sunan Giri, santri senior Sunan Ampel. Ditambah lagi, hal serupa juga tengah dilakukan oleh Pangeran Cakrabhuwana, penguasa Carbon Girang.

Kegiatan-kegiatan ruhani Islami, kini berubah diwarnai dengan latihan-latihan tempur. Fokus utama memperbaiki diri, kini berubah menjadi out action, menyalahkan fihak lain. Suasana damai antara penganut Islam, Hindhu dan Buddha, lama-lama mulai goncang.

Syeh Siti Jenar tidak menyukai hal ini. Dimana-mana, aksi sepihak dari ummat Islam membuat suasana menjadi panas. Penganut Hindhu dan Buddha yang selama ini merasa damai bersanding dengan penganut agama baru ini, mulai terusik.

Syeh Siti Jenar, melayangkan surat protesnya ke Ampeldhenta. Namun Sunan Ampel meyakinkan, semua masih wajar dan tidak berlebihan. Namun, bagi Syeh Siti Jenar, apa yang dikatakan Sunan Ampel tidaklah sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Ada seorang ulama yang menyuarakan hal serupa, dialah Sunan Kalijaga. Bersama Syeh Siti Jenar, Sunan Kalijaga mencoba membendung gerakan-gerakan ummat Islam yang kini berubah radikal. Mau tidak mau, diam-diam, ummat Islam terpecah menjadi dua kubu. Kubu yang militan dan merasa dirinya paling benar karena katanya mengikuti anjuran Al-Qur'an dan Hadist secara kaffah di dipimpin Sunan Giri, Sunan Giri menyatakan, siapa saja yang menolak pergerakan ummat Islam yang tengah gencar-gencarnya saat ini, sama saja menjalankan ajaran bid'ah. Sunan Giri mengklaim, golongannya adalah golongan PUTIHAN (Kaum Putih), dan ummat Islam yang tidak sepaham dengan golongannya, di tuduh sebagai penganut bid'ah, golongan ABANGAN (Kaum Merah).

Untuk mengukuhkan pengakuannya, pengikut Sunan Giri bahkan menyebarkan desas-desus bahwa Syeh Siti Jenar adalah seorang penganut ilmu sihir dari India. ( Jelas diceritakan dalam Babad Tanah Jawa, Syeh Siti Jenar mencuri dengar wejangan agama dari Sunan Bonang yang kala itu tengah mewejang Sunan Kalijaga. Syeh Siti Jenar konon berubah menjadi cacing tanah. Sunan Benang sendiri yang menambal bagian perahu yang sedikit berlobang kala hendak berlayar ke tengah laut untuk sekedar memberikan wejangan rahasia kepada Sunan Kalijaga. Sunan Benang menambalnya dengan segenggam tanah. Padahal, didalam tanah yang sudah tergenggam itu, ada Syeh Siti Jenar yang berwujud cacing. Sunan Benang tahu, tapi dia diam saja. Begitu selesai mewejang barulah Sunan Benang menyuruh cacing itu berubah menjadi manusia. Simbolisasi ini sangat jelas sekali, bahwasanya masuknya Syeh Siti Jenar ke Dewan Wali Sangha adalah atas prakarsa Sunan Benang, disimbolkan dengan mengambil tanah berisi cacing. Dan Syeh Siti Jenar dianggap hanyalah rakyat jelata yang sama dengan cacing. Perahu melambangkan Dewan Wali. Di bagian jawa sebelah barat, ada kekosongan pimpinan ummat Islam. Syeh Dzatul Kahfi sudah sepuh. Pangeran Cakrabhuwana bukanlah seorang ulama, dia seorang politikus, ( Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, belum datang ke Cirebon. Dia masih di Mesir.) Dengan datangnya 'sang rakyat jelata Syeh Siti Jenar', kekosongan pemimpin agama bisa ditutupi, tak mengapa walau yang mengisi kekosongan adalah 'seekor cacing'. Cacing ini, rakyat jelata ini, berubah menjadi manusia atas anugerah Sunan Benang. Seorang rakyat jelata, kini disegani sederajat dengan para bangsawan, itu karena andil Sunan Benang. Dan sang cacing ini, sangat dekat dengan Sunan Kalijaga. : Damar Shashangka )

Simbolisasai ini jelas-jelas muncul dikemudian hari setelah Syeh Siti Jenar difatwakan sesat oleh Dewan Wali. Ada ungkapan diskriminatif di Jawa “ Wong ya pancene godhong Krokot, diunggahna nganti dhuwur ya tetep wae cukule melorot.” ( Namanya juga daun Krokot, walaupun diangkat setinggi mungkin, tumbuhnya tetep saja melorot kebawah. ) Ungkapan ini biasanya mencerminkan kekesalan seseorang yang telah berjasa mengangkat orang lain dari kesengsaraan namun kemudian lupa daratan. Dan manakala Syeh Siti Jenar, yang dulu bukan apa-apa, dan dimasukkan ke Dewan Wali oleh Sunan Benang, sehingga kedudukannya terangkat, namun dikemudian hari berani menentang Para Wali yang lain, maka kerluarlah ungkapan kekesalan secara simbolik ini. Namanya saja rakyat jelata, bagaimanapun juga, tetep saja kelakuannya seperti rakyat jelata, seperti cacing. Kurang lebih seperti itu.

Padahal, tingkat 'spiritualitas' seseorang tidak bisa diukur oleh pangkat dan derajatnya di masyarakat. Para Wali lupa. Karena mereka memang tengah terfokus pada duniawi. Pada Kekhalifahan semata. Namun, tidak demikian dengan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga, sangat menghormati Syeh Siti Jenar karena tingkat spiritualitasnya benar-benar tinggi.

Kubu Sunan Giri dan kubu Sunan Kalijaga, tidak pernah sepaham dimana-mana. Dan manakala Sunan Giri memberontak ke Majapahit dan ingin mendirikan Kekhalifahan Islam di Jawa, walaupun lantas bisa dihancurkan oleh Majapahit, Syeh Siti Jenar, menyampaikan protes keras. Bahkan beliau kemudian menyatakan, keluar dari Dewan Wali Sangha.

Pada tahun 1475, Syarif Hidayatullah bersama ibunya Syarifah Muda'im, datang dari Mesir ke Cirebon. Syarifah Muda'im adalah nama muslim Dewi Rara Santang. Dia adalah adik kandung Pangeran Cakrabhuwana, penguasa Carbon Girang.

Mendengar kedatangan Syarif Hidayatullah, Sunan Giri segera mengirim utusan untuk memintanya bergabung bersama Dewan Wali Sangha yang berpusat di Ampeldhenta. Syarif Hidayatullah menyetujuinya. Lantas dia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Dengan adanya Sunan Gunung Jati, kekosongan kepemimpinan Islam di jawa bagian barat yang semula di jabat Syeh Siti Jenar, tertutupi sudah.

Maka kini, ada dua kekuatan besar di Cirebon. Satu Syeh Siti Jenar dan yang kedua Sunan Gunung Jati.

Pada awal tahun 1478, Sunan Ampel wafat. Pimpinan Dewan Wali Sangha berpindah ke tangan Sunan Giri. Hubungan Syeh Siti Jenar dan Sunan Giri yang selama ini terkenal tidak bagus, begitu kepemimpinan Dewan Wali berganti, maka hubungan ini semakin meruncing.

Bahkan, manakala terdengar bahwa Syeh Siti Jenar, mengajarkan Ilmu Tassawwuf tingkat tinggi kepada murid-muridnya, yang sesungguhnya semua wali juga paham akan Ilmu tersebut, oleh Sunan Giri, hal itu dijadikan alasan untuk mencari-cari kesalahan Syeh Siti Jenar.

Syeh Siti Jenar, dipanggil menghadap ke Giri Kedhaton. Dan kisahnya tercatat dalam Pupuh ( Bait-Bait ) Tembang Jawa seperti dibawah ini :


Sinom

Pagurone Syeh Lemah Bang,
Wejangane tanpa rericik,
Lan wus atinggal sembahyang,
Rose kewala liniling,
Meleng tanpa aling-aling,
Wus dadya Paguron Agung,
Misuwur kadibyannya,
Denira talabul'ilmi,
Wus tan beda lan sagunging aulia.

Sangsaya kasusreng janma,
Akeh kang amanjing murid,
Ing praja praja myang desa,
Malah sakehing ulami,
Kayungyun ngayun sami,
Kasoran kang Wali Wolu,
Gunging Paguronira,
Pan anyuwungaken masjid,
Karya suda kang amrih agama mulya.

Santri kathah keh kebawah,
Mring Lemah Bang manjing murid,
Ya ta Sang Syeh Siti Jenar,
Sangsaya gung kang andasih,
Dadya imam pribadi,
Mangku sa-reh bawahipun,
Paguroning Ilmu Khaq,
Kawentar prapteng nagari,
Lajeng karan Sang Pangeran Siti Jenar.

Satedhaking Majalengka,
Kalawan dharahing Pengging,
Keh prapta apuruhita,
Mangalap kawruh sejati,
Nenggih Ki Ageng Tingkir,
Kalawan Pangeran Panggung,
Buyut Ngerang Ing Betah,
Lawan Ki Ageng Pengging,
Samya tunggil paguron mring Siti Jenar.

Ing lami-lami kawarta,
Mring Jeng Susuhunan Giri,
Gya utusan tinimbalan,
Duta wus anandhang weling,
Mangkat ulama' kalih,
Datan kawarna ing ngenu,
Wus prapta ing Lemah Bang,
Duta umarek mangarsa,
Wus apanggih lan Pangeran Siti Jenar.

Nandukken ing praptaning,
Dinuteng Jeng Sunan Giri,
Lamun mangkya tinimbalan,
Sarenga salampah mami,
Wit Jeng Sunan miyarsi,
Yen paduka dados guru,
Ambawa Imam Mulya,
Marma tuwan den timbali,
Terang sagung ing pra Wali sadaya.

Prelu musyawaratan,
Cundhuking masalah ilmi,
Sageda nunggil seserepan,
Sampun wonten kang sak serik,
Nadyan mawi rericik,
Apralambang pasang semu,
Sageda salingsingan,
Pangeran Siti Jenar angling,
Ingsun tinimbalan Sunan Giri Gajah.

Apa tembunge maring wang,
Ature duta kekalih,
Inggih maksih Syeh Lemah Bang,
Pangeran Siti Jenar angling,
Matura Sunan Giri,
SYEH LEMAHBANG YEKTINIPUN,
ING KENE ORA ANA,
AMUNG PANGERAN SEJATI,
Langkung ngungun duta kalih duk miyarsa.

Andikane Syeh Lemah Bang,
Wasana matus aris,
Kados pundi karsandika,
Teka makaten kang galih,
Wangsulan kang sayekti,
Pangeran ngandika arum,
Sira iku mung saderma,
Aja nganggo mamadoni,
INGSUN IKI JATINING PANGERAN MULYA.

Duta kalih lajeng mesat,
Lungane datanpa pamit,
Sapraptaning Giri Gajah,
Marek ing Jeng Sunan Giri,
Duta matur wot sari,
Dhuh pukulun Jeng Sinuhun,
Amba sampun dinuta,
Animbali Syeh Siti Brit,
Aturipun sengak datan kanthi nalar.



Terjemahan :


Perguruan Syeh Lemah Bang,
Wejangannya tanpa menggunakan perlambang ( simbolisasi dan langsung ke inti sarinya ilmu ),
Sholat syari'at tidak dipentingkan,
Inti sarinya saja yang dihayati,
Sangat gamblang, jelas dan tidak ditutup-tutupi lagi,
Sudah menjadi Perguruan Besar,
Terkenal kehebatannya,
Kedalaman Ilmu beliau,
Sudah tak ada beda dengan para Aulia.

Semakin terkenal ditengah masyarakat,
Banyak yang datang menjadi murid,
Berasal dari kota sampai ke pelosok pedesaan,
Bahkan banyak para ulama,
terpikat dan masuk menjadi pengikut,
Kalahlah Delapan Wali yang lain,
Karena kebesaran perguruannya,
Masjid para wali ditinggalkan,
Membuat surut pengikut para Wali yang katanya membawa agama paling mulia.

Banyak para santri yang menjadi pengikut,
Menjadi murid Syeh Lemah Bang,
Adapun Sang Syeh Siti Jenar,
Semakin banyak yang mencintai,
Beliau menjadi Imam tunggal,
Jadi panutan para murid,
Perguruannya mengajarkan Ilmu Khaq ( Ilmu Sejati ),
Terkenal diseluruh wilayah negara,
Beliau mendapat sebutan,
Sang Pangeran Siti Jenar.

Seluruh keturunan Majalengka ( Majapahit ),
Termasuk keturunan dari Pengging,
Banyak yang terpikat oleh beliau,
Datang menimba ilmu pengetahuan sejati,
Seperti Ki Ageng Tingkir,
Juga Pangeran Panggung,
Buyut Ngerang dari daerah Butuh,
serta Ki Ageng Pengging,
Menjadi satu paham dengan beliau.

Lama-lama terdengar juga,
Oleh Kangjeng Susuhunan Giri,
Beliau segera memanggil utusan,
Sang duta sudah mendapatkan pesan yang harus disampaikan,
Berangkatlah dua orang ulama,
Tidak diceritakan di perjalanan,
Sudah sampai di Lemah Bang,
Sang duta mendekat dihadapan,
Setelah bertemu langsung dengan Pangeran Siti Jenar.

Menyampaikan maksud kedatangannya,
Diutus Jeng Sunan Giri,
Bahwasanya Pangeran Siti Jenar diharapkan menghadap,
Berangkat bersama kami,
Sebab Jeng Sunan Giri telah mendengar,
Bahwasanya paduka ( Pangeran Siti Jenar ) telah menjadi Guru Agung,
Menjadi Imam Mulia,
Oleh karena itu tuan dipanggil,
Untuk bermusyawarah menyelesaikan kesalah pahaman dengan Para Wali semua.

Berembug untuk menyatukan pemahaman,
Supaya tidak terjadi perpecahan,
Agar tercapai kesepahaman,
Jangan sampai timbul fitnah,
Walaupun Ilmu yang diajarkan memakai metode berbeda,
menggunakan kata-kata kiasan dan perlambang,
Intisari-nya jangan sampai berbeda makna,
Pangeran Siti Jenar berkata,
Aku dipanggil Sunan Giri Gajah,

( Sunan Giri Gajah, salah satu nama lain Sunan Giri Kedhaton. Ada cerita simbolik mengenai hal ini.Konon, Sunan Giri tengah menggendong anaknya yang terus-terusan menangis. Karena tak juga berhenti, maka Sunan Giri menyabda sebuah batu menjadi gajah. Melihat batu berubah menjadi gajah. Anak Sunan Giri diam tangisannya. Namun, gajah tersebut kemudian berubah menjadi batu lagi Simbolisasinya, Sunan Giri didesak oleh para ulama-ulama yang lain untuk segera membentuk Kekhalifahan Islam. Sunan Giri menurutinya. Dan, diamlah desakan-desakan itu. Walaupun ternyata, kebesaran Giri Kedhaton yang seumpama besarnya seekor gajah, ternyata hanya sekejap saja. : Damar Shashangka )

Apa panggilan Sunan Giri kepadaku?,
Kedua duta menjawab,
Beliau memanggil Syeh Lemah Bang,
Pangeran Siti Jenar berkata,
Katakan kepada Sunan Giri,
SYEH LEMAH BANG SESUNGGUHNYA,
DISINI TIDAK ADA,
YANG ADA PANGERAN SEJATI ( TUHAN YANG SESUNGGUHNYA ),
Terkejut keheranan kedua duta.

Mendengar kata-kata Syeh Lemah Bang,
Lantas berkata,
Bagaimana maksud anda ?
Sampai bisa berkata demikian?
Tolong berikan penjelasan kepada kami,
Pangeran Siti Jenar berkata lembut,
Kalian hanyalah utusan,
Jangan membantah,
INGSUN (AKU) INI SESUNGGUHNYA PANGERAN MULYA ( TUHAN YANG MAHA MULIA ).

Kedua utusan lantas keluar,
Pergi tanpa berpamitan,
Sesampainya di Giri Gajah,
Mendekat kepada Jeng Sunan Giri,
Utusan menghaturkan hasil tugasnya dari awal sampai akhir,
Dhuh Yang sangat kami hormati dan yang menjadi junjungan kami,
Kami sudah tuan utus,
Memanggil Syeh Siti Brit ( Brit ; Merah ),
Jawaban beliau memanaskan telinga dan tidak memakai nalar.